Gemerlap Cahaya

317 10 0
                                    

Jalanan raya ramai sekali. Sampai macet hingga dua jam lebih. Maklum saja. Ini adalah malam minggu. Malam bagi setiap insan untuk keluar entah hanya sekedar berjalan untuk menyegarkan diri dari hari-hari aktif selama enam hari. Ditambah lagi, malam ini juga bertepatan dengan malam kelulusan bagi siswa siswi SMA. Beberapa diantaranya berkumpul disekitaran alun-alun kota atau dipinggir jalan dengan baju penuh dengan coretan pilok dan spidol. Budaya turun-temurun yang masih terjadi hingga sekarang.

Namun malam ini, Hawa serta tiga sahabatnya memilih hang out ke sebuah diskotik diantara padatnya perumahan Jakarta.

Hawa telah siap didepan rumahnya. Dia hanya memakai celana jeans selutut dengan baju kaos putih berlengan pendek dengan dibalut cardigan abu-abu. Style itu dipilihnya karena dia tak ingin memakai pakaian minimalis seperti yang disarankan oleh teman-temannya.

Mobil sedan putih berhenti didepan Hawa. Hawa langsung membuka pintu mobil.
"Wa? Pakaian lo kok?" tanya Aira. Yang duduk di bangku belakang.
"Yaudah kali gak apa. Kayak gak biasa aja pakaian gua gini."
"Ehh Wa? Yakali lo pesta pakaiannya gini." Lanjut Vira yang duduk disamping setir.
"Bawel deh lo semua. Jalan ngapa? Janji jam berapa datangnya ngaretm perlu gua beliin jam baru?"
"Ceilehhh iya orang kaya. Namanya juga malming Wa. Wajar kali kalau macet. Yaudah kita tancap!" sambung Zahra yang membawa mobil.
"Go!!!!" Serentak Hawa, Vira dan Aira menyahut.

Mobil mereka menggelinding diantara padatnya kendaraan lain. Bunyi knalpot racing dari motor anak-anak yang tengah merayakan kelulusan menambah riuhnya suasana Jakarta yang seakan sudha hampir roboh ini. Dentaman musik terhentak-hentak di dalam mobil Zahra bersama teman-temannya. Mereka bersenang-senang. Waktu sudah menunjukkan pukul 22.15 malam. Bukannya berada dirumah, keempat gadis ini malah berkeliaran.

Namun, arah tujuan mereka tiba-tiba berubah ke arah rumah Zahra.
"Kok ke rumah lo Ra?" Tanya Hawa.
"Gua kebelet. Masuk dulu deh bentar."
"Yaelah. Udah ngaret makin ngaret."
"Bawel deh. Turun!" Mereka berempat berjalan ke rumah Zahra dengan Zahra memimpin didepan. Rumah Zahra cukup besar, tapi sepi. Maklumlah orangtua Zahra adalah tipe orangtua karir, sibuk bekerja. Kadang hanya tiga hari sekali baru pulang.

Zahra melesat ke arah kamarnya di lantai dua. Teman-temannya menunggu diruang tamu. Sambil memainkan ponsel masing-masing.
Lima belas menit kemudian Zahra muncul dengan membawa pakaian dan menyerahkannya ke Hawa.
"Apaan?" tanya Zahra.
"Wa? Malam ini aja lo ikut kita. Pake deh." Hawa bingung. Kemudian dia membentangkan pakaian yang diberikan Zahra.
"Mampus!! Lo suruh gua pake ini? Gua gak bisa." Hawa kaget melihat pakaian yang hanya berupa tank-top dan hotpant.
"Wa? Please deh. Malam ini aja kok lo kayak gini. Lo udah gede kali Wa. Gak salah kok. Ya yaa?" Pujuk Aira.
Hawa tertegun diam. Dia takut memakai pakaian ini. Teman-temannya mungkin biasa. Tapi dia memakai rok saja sudah risih. Apalagi kalau Rama sang kekasih sampai tahu penampilan dia kayak gini. Dia meremas pakaian itu.
"Oke fine. Gua bakal pake. Itung-itung bisa aja ini malam terakhir gua seneng-seneng sama kalian. Gua gak tau kapan lagi gua bisa hangout gini."
"Wohoooooo!" teman-temannya saling tos satu sama lain.

.............

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Musik kembali bergema. Kini style mereka semua telah sama. Sama-sama sexy. Hingga sampailah mereka di tempat tujuan mereka. Tempat itu cukup ramai. Saat masuk kedalam hanya bau asap rokok yang memenuhi ruangan. Kabut asap dimana-mana. Hidung Hawa terasa seperti digigit sesuatu. Tapi Ia hanya tegar. Menahan perih yang menusuk-nusuk hidungnya.

Mereka langsung berbaur diantara keramaian. Aira mengambilkan minuman untuk teman-temannya. Ya, minuman alkohol. Mereka duduk di kursi sambil menikmati hentakan musik yang menjadi-jadi setiap jamnya. Mereka menikmati malam mereka.

Musik semakin bertambah riuh. Dentum-dentuman musik serasa menghancurkan dinding. Hawa dan teman-temannya sudah mabuk berat. Tapi, Hawa tiba-tiba bangkit dan naik ke lantai dansa sambil meliuk-liukkan tubuhnya yang goals itu. Tentu hal ini memancing syahwat para lelaki yang ada disekitarnya. Ada seorang lelaki muda yang tampan mendekati Hawa.

"Sendiri ya mbak?" sapa lelaki itu dibelakang Hawa yang masih bergoyang-goyang.
"Haa? Apa?" tanya Hawa. Pendengarannya jadi kurang jelas karena musim yang terlalu keras.
"Temenin aku ngobrol yuk?" lelaki itu langsung menggeret tangan Hawa tanpa basa-basi. Hawa yang mabuk berat sudah tak mampu melawan.
Hawa ditarik ke salah satu ruang kosong yang ada disana. Hawa didudukkan di kursi.

Lelaki itu telah berada dihadapannya dengan telanjang dada. Hawa merasa pusing. Dia membuka matanya perlahan. Mulutnya mengeja-eja kan sesuatu.
"Ram.. Ramaaaa...." pandangannya seketika kabur. Lepas dari itu dia sudah tak sadarkan diri lagi.

Bersama Allah, dan Tanpa 'Dia' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang