Hawa kini sudah tiba di dalam kontrakannya, sambil memegang perutnya yang sudah membulat besar, Hawa cukup kelelahan. Disampingnya terdapat beberapa bingkisan plastik yang baru saja diburunya di pasar tadi.
Beberapa bahan makanan untuk stok dirumah. Hawa harus hemat-hemat. Karena persediaan uangnya juga tak lagi banyak. Setidaknya sampai dia dikirimkan uang oleh Vano yang setia membantunya. Terkadang walau tak diminta pun Vano tetap mengirimkannya.
TOKTOK TOKTOK...
"Permisi, selamat siang. Pengiriman paket."Terdengar suara lelaki dari balik pintu depan, Hawa mengangkat tubuhnya smabil terus memegangi perutnya. Kakinya terasa kebas sekali, sampai sampai Hawa tak seimbang berjalan dan nyaris terjatuh.
"Iya Pak, sebentar."
Ceklakk..
"Dengan Ibu Hawa?"
"Iya Pak saya sendiri."
"Ini saya antar paket atas nama Bapak Vano. Tolong ditanda tangani ya Bu?"
Hawa langsung meraih pulpen yang diberikan dan menandatangani tanda terima barang tersebut.
"Baiklah, terimakasih ya Bu. Selamat siang."
"Selamat Siang."Hawa membawa masuk kotak itu ke kamar, ukurannya lumayan dan bebannya juga terasa berat.
"Vano ngirim apa ya? Sembako? Kok berat ya?"
Ditaruhnya kotak itu di samping kasur dikamarnya. Dengan perlahan dan hati hati Hawa membuka satu persatu pembungkus kotak itu. Sampai pada bungkus terakhir, Hawa mengangkat kotak itu dari bungkusnya. Tampak seperti kotak untuk kado ulang tahun. Berpita pula. Pikiran Hawa akan sembako langsung tersingkir. Diatas kotak ada semacam amplop.
'Wa? Ini ada rejeki gua lebih. Gua cuma bisa ngasih ini. Semoga berguna ya?'
Hawa membuka amplop itu. Diintipnya dari luar. Ada 5 lembar uang 100 ribu. Hawa bersyukur sekali Vano sudah mengirimkan uang lagi. Sebenarnya Hawa tak ingin terlalu merepotkan dan bergantung pada Vano. Tapi mau bagaimana, keadaan seperti ini tak memungkinkan untuk Hawa bekerja. Setidaknya tunggu lah sampai beberapa bulan lagi dan bayi dalam kandungannya lahir.
Hawa langsung berbalik arah ke kotak tadi, Ia mengambil gunting. Menggunting pita itu, dan merobek selotip yang menyegel sekeliling kotak. Setelah pengaman terlepas, Hawa mengangkat tutup kotak. Dan didalamnya padat sekali barang. Barang baran itu berupa baju yang dibungkus plastik bening. Masing-masing plastik ada keterangannya. Ada 4 macam plastik didalamnya. Tertulis Baju, Jilbab, Baju Bayi, dan Alat Makan Bayi.
Hawa meneteskan airmata meremas bungkusan itu.
"Vano...." suaranya berdesir serak.
Lalu Hawa membuka lagi plastik pembungkusnya, dibentangkannya barang barang yang diberi Vano. Mata Hawa terhenti pada sehelai pakaian yang lengkap dengan sebuah cadar. Hawa mengusap-usap lembut cadar itu. Bukan hanya satu, melainkan berpasang pasang. Hawa beruntung punya sahabat seperti Vano yang mendukung pergerakannya dalam hijrah.Hawa mengelus perutnya.
"Nak? Terimakasih ya sama Om Vano? Kamu yang sehat. Nanti kita sama sama berjuang. Tuh liat, Om Vano udah nyediain baju buat kamu pake nanti. Mama sayang kamu."
Setetes airmata jatuh tepat diatas perut Hawa saat dia mendengakkan kepala. Lalu Hawa menemukam sepucuk surat lagi bertuliskan ...
'SEMANGAT!!! :)'
Hawa benar-benar terharu. Airmatanya bercampur cekikikan kecil tanda bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bersama Allah, dan Tanpa 'Dia' [END]
عاطفيةMenceritakan kisah perjalanan hijrah wanita muda yang tengah berjuang dan mengabdikan dirinya hanya demi Allah SWT. Perubahan yang terjadi setelah dirasakan olehnya hati yang ringkih diikuti dengan fisik yang merintih. Berhasilkah perjalanan Hijrah...