Petunjuk (2)

219 6 0
                                    

"Sumpah lo?! Hasil USG?" jerit Vano ditelpon sampai tembus keluar.
"Biasa aja kali." balas Hawa dengan santai.
"Kenapa lo kasih Zahra?"
"Pertama, gua pengen ngabarin dia dulu karena dia yang bawa gua kesana. Mengabarkan tentang hasil kebodohan gua dan teman-teman gua. Dia bakal balik seminggu lagi. Dan disaat itu dia yang akan ngasih itu ke Rama dan Maya."
"Terus? Faedahnya apaan Wa?"
"Lo tau? Dia juga hamil Van. Tapi sayang, dia gugurin sebelum berangkat ke Bandung ikut mamanya. Gua tau, dan gua ngasih bingkisan itu hanya karena gua pengen ngasih tau dia, gua udah cukup bodoh datang ke tempat itu dan gua gak mau bertambah bodoh dengan gugurin anak ini. Dan respon dia baik Van. Dia akan ikut menyembunyikan hal ini dan membantu gua." Hawa tersenyum manis sambil memegang perutnya yang mulai tampak buncit.
"Wa??"
"Iya?"
"Setelah anak itu lahir, lo gimana?"
"Gua gak tau Van. Yang pasti gua harus siap mental untuk bertemu mereka lagi. Apalagi, gua pulang dengan membawa anak yang entah siapa ayahnya."
"Wa? Lo percaya Tuhan kan?" Hawa diam. Sudah lama sekali Hawa tak menyapa Tuhannya lewat doa.
"Gua emang gak ngerti agama lo gimana. Yang gua tau semua manusia itu punya Tuhan, dan ketika gua gak tau harus gimana saat gua sulit, gua selalu mendapat pertolongan dari Tuhan. Wa? Gua bukan sok suci ngajarin lo, tapi... Lo harus mulai mendekati Tuhan lo."

Hahhhhhh...
Hawa menghembuskan nafas dengan dalam dan sedikit tersendat, karena diikuti oleh airmatanya.

"Iya ya Van? Gua tega sama agama gua. Sudah sewajarnya gua ingat diri gua ini apa. Kalau saja gua kayak Maya, berjilbab, ibadahnya gak pernah putus mungkin gak bakalan gini hidup gua."
"Lo... Mau berjilbab?" diujung senyum Hawa rekah lagi.
"Insyaallah Van." mendengar ucapan Hawa Vano sedikit kaget, jarang sekali Hawa menyebutkan nama Allah. Vano senang sekali.

"Btw, Rama masih aja galak kalau ngomong sama lo ya Van?"
"Yaiyalah, dia kira gua mau nikung gara-gara kepergok meluk lo waktu lo berantem sama dia."
"Hahahahhah." Tawa ria serentak dari mereka berdua.
"Wa? Lo istirahat gih. Ingat! Lo lagi hamil. Jangan terlalu capek. Gua gak mau lo kenapa kenapa. Lo jauh dari siapapun disana. Gua akan selalu ngabarin lo apa yang terjadi disini. Begitu juga elo ya?"
"Iya Van. Makasih banget lo udah susah payah gini hanya karena gua. Gua bahagia banget masih ada lo. Gua mau tidur. Perut gua agak nyeri nih. Bye Van."

Tutt.. Tutttt.

Telepon mereka terputus sebelum Vano sempat mengucapkan salam. Vano tersenyum, badannya berguling kearah laci disamping kasurnya. Meraih sebuah kotak kecil. Didalamnya terdapat beberapa lembar foto seorang wanita, Hawa.

Gua juga bahagia Wa....

Bersama Allah, dan Tanpa 'Dia' [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang