Renjun berenang dengan takut ke ruang takhta Neptunus. Ia berulang kali mengembuskan napasnya, ragu, "baiklah, ayo."
Renjun berenang menemui sang Neptunus–sekaligus ayahnya–Taeyong.
"Kemana saja kau, Renjun??"
"Ah.. Eumm.. Ke.. Ke.. Runtuh.. Reruntuhan, ayah.."
"Reruntuhan mana?"
"Y-yang.. Yang dekat.. Yang dekat arus menuju muara..." Taeyong membelalakkan matanya lalu menghentakkan ujung trisulanya ke lantai mendengar pernyataan Renjun. "Apa?!?! Kau pergi ke dekat arus menuju muara?! Sendirian?!" serunya terkejut. "I-iya, ayah.." jawab Renjun.
Jujur, Renjun tidak ingin menyeret sahabat buntalnya ke dalam masalahnya. Ia saja takut ketika melihat ayahnya marah, apalagi Mark. Bisa-bisa Mark malah menjadi bola.
Taeyong berenang mendekati Renjun dengan perasaan campur aduk. Marah karena Renjun melanggar perintahnya lagi, kecewa karena merasa gagal menjaga Renjun, dan bersyukur karena Renjun selamat.
"Apa ada yang mengganggumu?"
"Tidak, ayah.."
"Haah.. Syukurlah kalau begitu. Dasar anak nakal, sudah aku beritahu berapa kali untuk jangan ke permukaan. Bagaimana kalau Manusia menangkapmu?!"
"Tinggal kabulkan 3 permintaannya, lalu aku lepas.."
"Kalau ia malah membunuhmu?"
"Eumm.."
"Lagipula kamu belum sah menjadi Ceasg, anakku.. Bukankah baru Jeonghan dan Luhan yang sudah? Dan juga, memangnya ada yang mau menangkap duyung sepertimu? Sadarlah, Renjun. Kamu tidak seindah Jeonghan dan Luhan. Sudah, pergi dari hadapanku."
"B-baik.. Aku permisi."
Renjun berenang menjauh dari ruang ayahnya, menuju kamarnya. Sesampainya di kamarnya, Renjun membanting tubuhnya di atas spons bulat besar. Ia menarik bantal kerangnya lalu menenggelamkan kepalanya.
"Junie-yah... Kau menangis?"
"H-haechan hyung??" Renjun berbalik untuk melihat siapa yang sembarangan memasuki kamarnya. Itu kakaknya, Haechan, menggenggam beberapa batang bunga yang diikat rumput laut.
"Apa ayah membuatmu nangis lagi?"
"I-iya, hyung.."
"Apa ia kembali membanding-bandingkanmu dengan Jeonghan dan Luhan hyung?"
"...hiks.. Iya.."
"Kemarilah, adikku sayang.." Renjun menghambur ke dalam pelukan Haechan lalu menangis disana.
"A-ayah jahat... Hiks.."
"Seorang ayah tidak mungkin jahat pada anaknya.."
"Ia bukan ayahku!"
"Hush! Jangan berkata begitu!"
"Kenapa?! Ayahku adalah Pangeran Lee Taeyong! Bukan Yang Mulia Neptunus!" Haechan terdiam. Renjun-nya sedang dalam tahap emosi yang tidak baik. Tak lama, ia mengukir senyumnya.
"Hei, Renjun.. Bantu hyung membuat karangan bunga, mau?"
"Mau, hyung!!!!" Haechan terkikik. Ia membuka ikatan rumput laut itu dan menaruh bunganya di atas 'kasur' Renjun. Renjun beranjak ke batu karang tempatnya bersolek dan melakukan kegiatan lainnya. Kalau kata Mark si Buntal, batu karang itu semacam 'meja rias sekaligus meja belajar'-nya para duyung. Renjun mengambil sebuah benda Manusia yang dulu ia dapatkan di sebuah kapal karam lalu membawanya ke 'kasurnya'.
"Renjun, apa itu?"
"Kata Mark, ini adalah tempat menyimpan barang-barang kecil. Manusia menyebutnya 'Kotak'. Setelah kuteliti lagi, ini tidak berbahaya dan ternyata berguna bagiku.."
"Benarkah??"
"Ya! Lihatlah!"
Renjun membuka kotak tempat menyimpan manik-manik yang ia temukan di kapal karam itu. Mata Haechan berbinar takjub melihat benda seperti itu. Di dalam kotak itu, manik-manik Renjun terkumpul semua tanpa tercampur satu sama lainnya. Manik-manik itu lebih terorganisir dari sebelumnya. Manik-manik Renjun ada banyak, seperti kulit kerang-kerang kecil, pasir berwarna yang berkilau (Manusia menyebutnya, 'Glitter'), sisik ikan yang diwarnai, cangkang siput, dan masih banyak lagi..
"Lihat? 'Kotak' ini memiliki sekat-sekat kecil di dalamnya.. Sehingga aku bisa menyimpan manik-manikku sesuai jenisnya.. Ini sangat berguna bagiku, mengingat aku suka mengoleksi manik-manik! Dan mungkin, bisa dipakai juga untuk mengorganisir benda-benda kecil lainnya!"
"Ah! Kau benaar!!! Ayah harus tahu ini!!"
"Suut.. Jangan hyung! Ayah bisa marah karena aku menyimpan barang Manusia di kamarku."
"Bukan itu maksudku! Ayah harus tahu kalau ada 'kotak' yang bisa membantunya menyimpan mutiara-mutiara miliknya!"
"E-eumm.. Ya.."
"Nanti akan kuberitahu ayah!"
"Tapi.. Apa ayah tidak akan marah?"
"Tentu tidak! Kita akan membuatnya dari bahan laut, dengan model yang sama.."
"Um! Ide bagus!" pandangan Haechan tiba-tiba teralih ke sesuatu yang kecil dan berkilau di samping Renjun. Ia mengambilnya lalu menelitinya. "Renjun, dari mana mutiara ini? Setahuku hanya Neptunus dan bangsawan penting saja yang boleh punya mutiara. Para putri dan pangeran kan tidak boleh?"
"Hee? Dari mana itu, hyung? Aku tidak pernah mengoleksi mutiara.."
"Aku tahu..."
'Apa jangan-jangan...'Haechan segera mengambil bantal Renjun lalu segera membukanya. Renjun harus menelan protesannya ketika ia melihat apa yang kakaknya temukan.
Bantalnya penuh mutiara.
"A-aw.. Mataku gatal... Sepertinya ada kotoran," tepat ketika Renjun mengucek matanya, sebutir mutiara ada di telapak tangannya. Itu bukan kotoran, melainkan sebutir mutiara.
"Air mata duyung.."
"Hah?"
"Lupakan! Ayo kita buat rangkaian bunganya saja, Renjun! Bolehkan aku minta sedikit manik-manikmu??"
"B-boleh, hyung.." sebuah tanda tanya tercetak tebal di otak Renjun tentang perkataan kakaknya. Ia hanya memendam rasa penasarannya sembari terus menganyam bunga dan menambahkan hiasan-hiasannya.
TBC~~~
first published: Aug, 15th 2018
revised and edited: Nov, 11th 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Black Pearl
Fanfiction[NOREN AREA!! BXB AREA!!] Selamat datang di Neptunia. Sebuah peradaban yang tidak pernah dituliskan sejarah. Yaah.. memang tidak pernah dituliskan, karena tidak ada satu manusia pun yang bisa mencatat dan mengonfirmasi keberadaan peradaban itu. Alki...