(Negatif) Tiga

3.4K 663 19
                                    

Seekor duyung yang terlihat lebih dewasa masuk ke ruangan itu.

"Permisi, Yang Mulia.."

"Hai, Moon-ssaem!!!" Ucap seorang duyung yang paling muda di ruangan itu. Duyung itu melambaikan tangannya dengan cepat.

"Selamat pagi menjelang siang, Moon-ssaem.."

Duyung itu tersenyum tipis. Anak-anak ini memang selalu membangkitkan suasana hatinya.

"Hai juga.. Bagaimana lukisanmu, Pangeran?"

"Tidak berubah banyak.."

Duyung yang lebih tua itu menghampiri duyung yang lebih muda yang sedang sibuk dengan bunga koralnya.

"Hey Jagoan.. Bagaimana gambarmu?"

"Buruk.." Si kecil cemberut. "Gambar lukisan hyung lebih bagus, apalagi ssaem.. Gambarku hanya dua gunung dengan ikan-ikan.."

Suasana hati duyung kecil itu memburuk. Ia tidak lagi memainkan koral berwarnanya. Duyung dewasa itu memerhatikannya.

"Hei.. Mungkin kamu tidak terlalu hebat dalam melukis, seperti kakakmu.. Tapi, kau kan hebat dalam menyayangi para hewan!"

Seketika si duyung kecil tersenyum lebar. "Ssaem, hyung! Aku mau ke istal dulu!! Dadaah!!" Duyung kecil itu segera meninggalkan ruangan itu.

"Pangeran.."

"Ya?"

"Tolong rawat adikmu. Bentuk ia setidaknya mirip denganmu. Seorang perwira yang kesatria, hebat, dan berhati lembut. Mau kan?"

Pangeran itu tersenyum. "Tentu ssaem.. Dia adikku yang paling kusayang."

"Terimakasih, pangeran.."

























































•••••

"Tolong beri jalan!!!" Sebuah suara berat menginterupsi tarian pena duyung dewasa di ruangannya. Karena ia cemas, ia segera keluar dari ruangannya. Seorang Pangeran menungguinya dengan banyak luka di seluruh tubuhnya.

"Ya ampun, Pangeran!!!"

"Tidak ada waktu untuk protes lagi, ssaem.. Tolong kakakku!!"

"Apa yang terjadi pada Putra Mahkota?!"

"Ikut aku!"

Pangeran itu menarik tangan gurunya sembari memacu siripnya agar lebih cepat berenang. Begitu pula dengan yang ditarik. Mereka berdua mengkhawatirkan sang Putra Mahkota.

Braaakk!!

"Hyung!!!"

"Uuggh... Siaal.. Tubuhku sakit sekali..."

"Yang Mulia!"

Sang guru segera menghampiri Putra Mahkota yang merintih di atas ranjangnya, lalu menyentuhkan punggung tangannya ke dahi Putra Mahkota yang terasa panas. Tidak ada luka parah seperti adiknya. Aneh memang. Tapi badannya panas. Ada apa gerangan dengan Putra Mahkota Neptunia ini?

"Ada apa dengan kakakmu, Pangeran?"

"Aku juga tidak tahu.. Hyung memang sedang tidak di medan perang saat aku menemukannya kesakitan. Saat itu dia sedang di kamp peristirahatan karena ia sempat cedera."

"Keberatan untuk menceritakan?"

"AAAAKKH!!" Sebuah sayatan sedang muncul di ulu hati sang Putra Mahkota. Bukan sayatan yang dalam memang, tapi cukup perih dirasanya.

"PANGGILKAN TABIB!!!" Titah sang guru. Tak butuh waktu lama, beberapa duyung dengan pakaian khusus masuk ke dalam ruangan itu dan mengobati Putra Mahkota.

"Kalau semakin parah, tolong panggilkan Penyihir Laut saja."

"Baik, Pangeran."

Pangeran itu dan gurunya segera menyingkir. Mereka berbincang di ujung kamar itu.

"Apa aku harus bercerita?"

"Tentu saja. Tapi sebelumnya, jelaskan dahulu mengapa kau kemari dengan luka-luka yang cukup parah."

"Aah.. Ini." Pangeran terkekeh. "Aku sedang berperang di lini depan ketika mendengar hyung kejang-kejang. Aku segera kemari dengan dua ajudanku tanpa mengobati lukaku terlebih dahulu."

"Ia sempat kejang?!"

"Dari yang kudengar begitu. Maka dari itu, aku panik dan kemari secepatnya."

"Baiklah. Sekarang ceritakan kisahmu."

"Saat itu, kami sedang berperang ketika tiba-tiba hyung terjatuh begitu saja. Bibirnya pucat, dan tubuhnya terlihat tidak ada kekuatan sama sekali. Aku dan beberapa ajudan hyung langsung melindunginya, karena musuh bisa saja mengambil kesempatan untuk membunuh Putra Mahkota. Singkat cerita, sakit hyung semakin parah. Kami–aku dan beberapa pejabat militer–memutuskan untuk mengistirahatkan hyung di kamp khusus. Kenyataannya di kamp itu, ia tidak kunjung sembuh. Malah kadang ia menjadi sangat panas, luka-luka kecil tiba-tiba muncul di tubuhnya, terkadang memar, hingga sering dihampiri mimpi buruk. Keputusan akhir kami adalah memulangkan hyung kemari agar bisa dirawat lebih intensif. Tapi disini ia tak kunjung membaik, malah kejang-kejang. Maka dari itu, tadi aku memanggil ssaem untuk membantuku memutuskan ada apa dengan hyungku.."

"Begitu... Aku juga kurang tahu, Pangeran.. Ini benar-benar aneh.. Aku tidak pernah melihat penyakit seperti ini."

"Bukan itu yang aku takutkan."

"Huh?"

"Aku memang takut hyung punya penyakit parah. Tapi yang membuatku semakin takut adalah kalau sebenarnya hyung tidak sakit."

"Tapi?"

"Tapi ia terkena sihir."








































































•••••

"Yang Mulia, dimanakah gerangan Pangeran Minhyung?"

"Dia sudah tidak ada." Balas sang Neptunus dingin.

Gurunya terkejut, namun berusaha menekannya.

"Saya perlu menemuinya."

"AKU BILANG DIA TIDAK ADA!! Susah sekali sih.."

Ia terperanjat. Seumur-umur, ia tidak pernah melihat muridnya ini membentaknya. Perilakunya menjadi aneh semenjak sembuh dari sakitnya bertahun-tahun yang lalu.

"M-maafkan kelancangan saya.."

"Ya! Kau memang lancang! Pergi dari hadapanku! Aku sedang tidak ingin menemuimu! Kerjakan saja urusanmu!!!"

Sejak hari itu, mereka berubah. Tak lagi seperti seorang kakak pada adiknya, tidak lagi seperti seorang guru pada muridnya. Mereka hanya sebatas raja dengan pelayannya.








TBC~~~

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang