Tujuh belas

3.6K 787 42
                                    

Jeno segera berlari menuju ruangannya setelah mendengar jeritan Renjun. Ia membuka pintunya lalu segera mendobrak pintu kamar mandi untuk segera menyelamatkan si duyung.

"A-apa ini?!"

"Uhuk! J-jeno..."

Disana Renjun berusaha melepas sesuatu yang mencekik lehernya begitu kuat. Mulutnya berusaha mengais-ais oksigen untuk paru-parunya. Insang di lehernya yang biasanya tertutup rapat menjadi terbuka-tutup, membantunya mendapat oksigen.

Sesuatu itu.. Entahlah.. Jeno melihatnya seperti sesuatu yang familiar..

"H-hyyungghh.. Uhuk!"

'Si buntal itu?!' Jeno segera mendekati Renjun, berusaha melepas lilitan itu.

"Hiks.. Jeno.." Mata Renjun memerah. Airmatanya terus bercucuran.

"Sabar sebentar.."

Jeno mengeluarkan belati dari sakunya, berusaha memotong lilitan itu. Tiba-tiba ia merasa lengannya dipegang sesuatu yang berkuku tajam.

"Kapten.. Jangan coba-coba.."

Deg.

Jeno terkejut ketika melihat wujud Renjun yang tiba-tiba berubah. Mungkin, sudah bukan Renjun yang ia tahu, tapi.. Seekor monster.

Mata yang mengecil, gigi yang setajam belati, bibir yang tersobek di sisi kanan kiri pipinya, kulit bersisik tajam disekujur tubuhnya, dan kuku yang merobek kulit lengan Jeno benar-benar bukan perwujudan Renjun manisnya.

Mau tidak mau, Jeno harus melakukan perlawanan. Ia mulai menggunakan belatinya untuk melukai dua monster di depannya.

"Kapten hentikan!!"

Jeno tidak peduli pada suara monster itu. Ia terus berusaha mengalahkannya, hingga monster itu melepaskan Jeno dengan sendirinya.

Jeno melihat hasil perlawanannya. Wajah monster itu sudah bisa dibilang tidak berbentuk lagi, penuh sayatan disana-sini.

"Ughh... Migrainku.."
















•••••

"Bagus bagus... Lebih mudah dari yang kubayangkan.."

"H-huh... Astaga, Lee Chan!!"

Jeno terkejut bukan main ketika melihat rekannya tewas di hadapannya dengan keadaan mengenaskan. Wajah yang tersayat disana-sini hingga hampir menghancurkan wajahnya.

"Ternyata kau licik juga.."

"Itu kemampuanku.. Kau dengan sombongnya tidak lari dari hadapanku dan menyerahkan Renjun padaku. Lihatlah hasil perbuatanmu.."

Jeno memandang mayat temannya kemudian melihat tangannya yang masih menggenggam belati berlumuran darah. Tak lama seringainya terukir.

"Aku akan membalaskan dendammu, kawan.."

Siren di hadapannya tertawa keras sembari menatap remeh Jeno.

Black PearlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang