"Jahat tidak sih aku?" Seokjin merebahkan kaki jenjangnya pada tralis jendela kamar utama apartemen milik adiknya, mengelus perutnya sambil melirik-lirik Jimin dan Jungkook yang kebetulan sengaja ia panggil untuk menemaninya.
Jimin dan Jungkook saling pandang. Kakak mereka ini memang agak-agak keterlaluan mengerjai suaminya yang tengah mengadu nyawa di luar sana. "Sedikit, sih eon. Aku tidak tau bagaimana raut wajah Namjoon oppa sekarang mendengar aktingmu yang luar biasa itu." Jimin berdiri dari acara merebahkan badannya, ia menuju kulkas mengambil susu kotak khusus ibu hamil untuk mereka bertiga.
Seokjin cemberut, tidak ada yang membelanya. "Habis dia itu keras kepala sekali, tidak mau mendengarkan aku untuk tidak terbang! lagipula kalian juga mengapa memberikan izin pada suami-suami kalian huh! tidak setia kawan sekali." Ia menunjuk satu-satu adiknya dan mengeluarkan wajah kesalnya.
Jungkook tersenyum, kakinya di luruskan dan badannya di rebahkan ke kepala ranjang. Ia mulai sedikit kepayahan membawa bayinya karena terlalu aktif. "Huuh, napasku sudah pendek-pendek. Luar biasa sekali anak Kim Taehyung ini." celotehnya bahagia.
"Bagus kan, Kook. Berarti bayimu sehat. Ngomong-ngomong, bagaimana kabar Ahreum? Sudah lama dia tidak mengunjungiku." Ucap Jimin sambil menahan Seokjin yang hendak mendudukan dirinya pada bangku kecil untuk berjongkok."Eon, pelan-pelan." katanya mengingatkan.
"Eum, bagaimana ya.. aku juga bingung mengatakannya padamu," Jungkook menggaruk pipinya. "Ahreum sedang sibuk mempersiapkan persembahan untuk perpisahan sekolahnya beberapa minggu kedepan, dan dia ingin mempersembahkan sesuatu untuk kita berdua nanti. Akupun penasaran persembahan apa yang akan dia lakukan. Yaah kita tunggu saja dan tetap bersikap seolah tidak mengetahuinya." lanjutnya sambil mengendikan bahu.
"Ouch, apa Ahreum tidak mempersembahkan sesuatu untukku? Aku sedih sekali sebagai tantenya." ucapan spontan Seokjin membuat dua wanita lainnya tertawa kecil. Wanita paling tua itu baru saja mengambil buah pear dari laci kulkas yang paling bawah. "Jimin, foto pernikahanmu belum di pajang?" Jimin menggeleng, bahkan Jimin lupa perihal foto pernikahannya. Yang Jimin ingat hanya pernikahannya yang membuatnya bahagia. "Yoongi saja belum mendaftarkan pernikahan kami ke kantor urusan pernikahan." Jawab Jimin jujur.
Seokjin memutar bola matanya malas. "Si pucat itu lamban sekali sih mengurus keperluan kalian sendiri. Aku gemas sekali jadinya." tanpa sadar, Seokjin mengeluarkan geraman kesal sambil mengepalkan tangannya lucu. "Jadi kau masih memakai kartu identitas yang masih single? Ckck penipuan." Lanjutnya.
Jimin hanya tersenyum hingga kedua matanya membentuk bulan sabit yang lucu.
.
Malamnya, Yoongi tidur dalam gelisah di langit Amerika. Ia merindukan Jimin. Sangat. Tetapi ada sesuatu di dalam relungnya yang begitu membuatnya gelisah seolah akan ada sesuatu yang buruk terjadi ketika ia dan rekan-rekannya kembali ke Korea.
Beberapa botol wine tidak bisa menghilangkan rasa gelisahnya. Bahkan sepotong cake cokelat kesukaan Jimin yang sama sekali bukan gayanya ia coba lahap tetapi tidak juga kunjung menghilang. Dengan langkah berat, ia berjalan menuju kamar Hoseok. Biasanya, pada malam hari seperti ini ia pasti sedang menonton drama kesukaannya di Netflix. Berbeda dengan Taehyung yang mungkin sedang bermain game online, atau Namjoon yang tidur dengan dengkuran yang amat keras dan mengganggu.
"Berhenti menatap apa yang sedang ku tonton seperti sesuatu hal yang menjijikan, hyung." Ucap Hoseok sambil merebahkan tubuhnya di kasur. "Let me guess. Already miss her, right?"
Yoongi hanya menggumam sambil mencari film yang ingin ia tonton saat ini. Pandangamnya fokus pada layar 43inci yang menempel di dinding. "Aku mau nonton ini. Temani hingga selesai."

KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting for you.
Fanfiction"Tenang saja, aku akan menunggumu selalu disini." -Park Jimin-. "Aku terlalu lama menunggumu. aku lelah. tapi rasa cintaku terlalu besar mengalahkan rasa lelahku." -Jeon Jungkook-. "Aku tidak bisa menunggu terlalu lama lagi, usiaku sudah tidak muda...