Prilly melangkahkan kaki nya dengan perlahan, di tatapnya bangunan mewah yang dulu selalu menjadi tempat nya kembali dan tempat ternyaman bagi nya.
Setelah, 5 tahun berlalu akhirnya ia bisa kembali melihat bangunan megah ini, bangunan yang biasa ia sebut, Rumah.Ya, sekarang mereka telah sampai di Jerman tepatnya di kota Berlin karena memang keluarga Prilly tinggal disini.
Prilly menarik nafas nya berulang kembali.
Ia gugup saat membayangkan akan bertemu dengan Ibu nya.Prilly tersentak dari lamunan nya saat seseorang mengenggam tangan nya.
Prilly mendongak dan wajah menenangkan dari Ali yang kini ada di depan nya dengan Veyara yang tertidur di bahu kiri pria itu."Aku takut Lii,"cicit Prilly pelan.
Ali menggelengkan kepalanya kemudian memegang kepala Prilly dan mendekatkan nya kearahnya lalu menciun kening wanita itu.
Ali harap dengan begitu Prilly akan sedikit lebih tenang."Al, Prill, ayo masuklah.
Mommy mu sudah menunggu di dalam,"ajak Russel yang telah berada di ambang pintu.
Prilly mengangguk lantas kembali melangkahkan kaki nya dengan perlahan.Seorang wanita setengah baya dengan memakai seragam pelayan nampak kaget sesaat setelah ia membukakan pintu untuk tuan nya.
"Bibi Amber!"seru Prilly yang kemudian segera memeluk tubuh gemuk itu.
Tubuh yang sejak kecil selalu mau menggendong Prilly walaupun saat itu Prilly sangat gendut."Nona kecil?"ujarnya tak percaya.
Mata wanita itu nampak berkaca-kaca seraya mengusap pipi Prilly dengan perlahan.
Kemudian ia cepat-cepat menghapus air matanya."Masuklah, Bibi akan pergi ke dapur untuk membuatkan puding kesukaan mu, tunggu lah..."ujarnya antusias kemudian ia memanggil beberapa pelayan lain untuk membantu membawa barang Prilly sementara ia sendiri sudah pergi ke dapur.
Russell tersenyum melihat kedekatan antara Prilly dan Amber.
Amber hanya lah seorang janda yang tidak mempunyai anak.
Dari umur Prilly dua tahun Russell telah memperkerjakan Amber untuk menjaga putri nya dan hingga kini pun Amber tetap setia kepada keluarganya.Saat masuk ke dalam pandangan Prilly semakin mengabur karena melihat pigura-pigura poto yang tergantung di sepanjang dinding rumah itu dan rata-rata pigura itu terisi poto Prilly dari ia berumur satu hari hingga ia beranjak dewasa.
Semuanya tampak masih sama seperti saat ia tinggalkan lima tahun lalu.Ali yang juga menatap objek yang sama seperti Prilly tersenyum saat melihat satu potret disana yang memperlihatkan seorang gadis kecil yang Ali taksir baru berusia lima tahun tersenyum manis kearah kamera dengan bocah laki-laki disampingnya.
Itu adalah Prilly dan Fabian.
Dan disitu terlihat sekali Prilly begitu mirip dengan wajah Veyara sekarang.
Di tengah keasyikan mereka memandangi poto-poto yang terpajang di sepanjang dinding rumah itu satu suara lemah menyentakan mereka atau tidak. Menyentak Prilly lebih tepatnya.
"Ily?"suara lemah itu kembali terdengar saat Prilly masih membeku di tempatnya.
Di balikan nya tubuh nya hingga matanya kini tepat menatap pada wanita setengah baya yang nampak kurus berdiri lemah disamping Fabian.
Mata tua itu nampak berkaca-kaca saat Prilly memandangnya.
Wanita yang adalah ibu kandung Prilly, Almira Adelia.
Mendekati Prilly perlahan dengan tatapan nya tetap pada wajah Prilly seperti takut jika ia berpaling sebentar saja wajah itu akan hilang seperti mimpi-mimpi nya selama ini.Kini Almira telah berdiri dihadapan Prilly, tangan rapuhnya dengan gemetar terangkat untuk menyentuh pipi berisi Prilly.
Ia menangis saat di rasakan jika wajah itu nyata.
Putrinya nyata di depan nya, bukan mimpi ataupun halusinasi seperti yang sering ia alami selama bertahun-tahun ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Mencintaimu (End) -Repost-
Fiksi PenggemarKisah Ali dan prilly. *** Palembang, 22 Maret 2018