"Bolehkah aku bilang cinta kepadamu?" Aku segera menatap wajah gadis yang sedari tadi duduk diam bersama ku. Aku sedikit terkejut dengan pertanyaannya, ya sedikit saja.
Aku menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. Lalu tersenyum meski gadis itu masih menatap lurus ke depan. "Jika kamu memang sudah siap dengan segala resikonya, boleh."
Dia terdiam, terlihat seperti sedang berfikir. "Emm berarti aku belum boleh bilang." Ujarnya sambil mengangguk-anggukan kepalanya kecil.
Aku tersenyum lagi, kali ini dengan memajukan kepalaku agar bisa melihat wajahnya dengan jelas. "Kamu belum siap dengan resikonya?"
"Ya. Aku belum siap." Katanya sambil memutar kepala menghadapku. Aku memundurkan kepalaku menjaga jarak agar tidak terlalu dekat.
"Kenapa?" Aku bertanya dengan jawaban yang sebenarnya sudah aku ketahui.
"Aku hanya siap dicintai kamu." Dia menatapku dengan serius. Sepertinya dia tidak main-main dengan perkataannya tadi.
Aku kembali tersenyum menatapnya. Dia hanya heran melihatku tersenyum. Aku melepaskan kaca mata yang bertengger di hidungku, lalu meletakkannya asal di sebelahku.
Aku mengubah posisi duduk menjadi menghadapnya. Memegang bahunya dan meminta dia untuk duduk menghadapku. Dia hanya menurut saja.
Aku tersenyum lagi. Masih dengan kedua tangan yang ada di bahunya. "Kalau begitu, berarti kamu sudah siap."
Tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Dia hanya mengerjapkan mata. Masih belum mengerti apa maksudku.
"Tapi aku masih belum siap jika nanti hatiku sakit, aku takut jika kamu per..." Aku meletakkan jari telunjukku di bibirnya, menghentikan dia berbicara.
Dia berbicara dengan tatapan mata yang kosong meski aku ada di depannya. Serta ada nada kekhawatiran di setiap katanya.
"Apa aku bilang bahwa itu resikonya?" Dia menggelengkan kepala setelah jari telunjukku tak di depan bibirnya lagi. Aku tersenyum. "Aku tak akan tega menyakiti hati gadis yang bilang cinta kepadaku."
"Lalu?" Dia bertanya dengan binar mata yang penuh dengan pengharapan. Aku hampir tertawa jika tidak ingat situasinya.
"Kamu akan aku cintai." Aku berkata lembut dengan tangan kananku yang mengusap halus pipi gadis itu.
Aku merasakan sedikit perubahan suhu wajah gadis itu pada tanganku. Ternyata wajahnya sudah merah padam sekarang. Malu dia pasti.
"A...aa..aku siap." Dia berbicara sedikit tergagap, namun terlihat jelas bahwa dia bahagia.
"Kalau begitu, bilang apa yang mau kamu bilang." Aku memundurkan sedikit badanku yang ternyata sudah terlampau dekat dengan gadis itu.
"Bilang apa?" Tanya gadis itu dengan sedikit kebingungan.
"Katanya mau bilang cinta kepadaku?" Aku berbicara sambil sedikit terkekeh.
Dia diam sejenak untuk mencerna maksudku. Lalu seketika ekspresinya berubah seperti di baru teringat akan sesuatu.
Jari telunjukku terangkat ke depan bibirnya tepat ketika dia membuka mulutnya hendak mengeluarkan suara.
"Itu bukan tugasmu. Biar aku saja yang lakukan." Dia hanya diam.
Tanganku bergerak turun untuk meraih tangan gadis itu agar dapat aku genggam. Gadis itu hanya memperhatikan apa yang aku lakukan.
Aku menatap matanya. Lalu tersenyum ketika dia juga menatapku. Aku menarik nafas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan.
"Aku cinta kamu, gadisku."
Aku mengecup tangannya. Senyumnya mengembang dengan cepat. Lalu tanpa meminta ijin dia memeluk diriku erat. Sampai jarak yang selalu aku buat kini hilang tak berarti.
-uw-
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Nama
Short StoryKumpulan cerpen hasil imajinasi tak berbentuk yang datang silih berganti, kemudian berlalu begitu saja :v *** Cerita yang ada pada setiap part itu cerita yang berbeda dan tidak ada sangkut pautnya antara part satu dengan part yang lainnya. Sengaja t...