26 | -BOHONG-

36 3 0
                                    

"Hei!" Gadis dengan rambut yang diikat satu di belakang kepalanya, menepuk pundakku dengan sedikit keras dan sempat membuatku terlonjak kecil.

Aku mengalihkan perhatian dari ponsel yang aku genggam untuk melihatnya. Nafasnya terlihat sedikit terburu karena dia berlari kecil menghampiriku yang duduk di pojok paling belakang kelas.

"Kamu gak apa-apa?" Tanyanya dengan raut wajah dan intonasi khawatir.

"Aku? Memangnya kenapa?" Aku balik bertanya dengan kening berkerut bingung. "Aku dari tadi di sini gak ada apa-apa kok." Lanjutku.

"Ahh bukan itu." Gadis di depanku mendecak. "Ituuu." Dia seperti tak tau harus berbicara apa. Dengan terlihat gelisah, dia membalik kursi di depanku dan mendudukinya.

"Apa sih? Katanya bukan itu tapi itu." Ucapku dengan menatap semua gerakan yang dia lakukan. "Gak jelas ihh." Aku kembali mengalihkan perhatian ke ponsel yang aku genggam.

"Liat aku dulu!" Gadis di depanku menangkup kedua pipiku dengan tangannya, kemudian menarik wajahku untuk kembali menatapnya.

"Apa?" Tanyaku malas.

"Anu." Ucapnya, kembali terlihat tak tau harus berbicara apa.

"Anu?" Aku yang bingung hanya balik bertanya.

"Anu ituuu..." Dia memilin-milin ujung bajunya, dengan mata yang bergerak-gerak menatap apapun selain mataku.

"Anu itu?" Tanyaku masih tak mengerti.

"Anu." Ucapnya lagi.

"Anu-anu aja dari tadi. Anu apa? Anuan?!" Tanyaku yang sudah kesal karena dia dari tadi berbicara tak jelas, tak langsung membicarakan apa yang sebenarnya.

"Ishhh!" Dia mendecak sambil menghentakkan tangannya ke samping.

Aku menghela nafas, mencoba bersabar menghadapi manusia satu ini. "Ya terus apa wahai sahabatku yang cantik dan baik hati?"

"Ituuu..." Lagi.

"Tuh kan balik gak jelas lagi." Sia-sia aku berusaha sabar tadi, kalau ujungnya tetap aku kesal. "Udah ah kalau gak ada yang mau diomongin mending diem. Kuota unlimitide aku besok abis masa aktifnya, sayang kalau gak aku pakai." Aku mengalihkan perhatianku pada ponsel di tanganku. "Aku mau stalking-stalking lagi. Oke?" Aku mengangkat tangan kiriku, menyatukan ibu jari dan jari telunjuk membentuk lingkaran, dengan ketiga jari yang lain berdiri tepat di depan wajah gadis di hadapanku.

"Oh jadi lebih sayang sama kuota dibanding sama aku?" Dia melipat tangannya di depan dada, menyandarkan punggungnya pada kursi, dan pipi yang menggembung serta bibir yang mengerucut kecil sebagai pernyataan bahwa dia sedang marah.

Aku kembali menatapnya, memajukan badan dan memicingkan mata. Diam sebentar, lalu menjawab pertanyaannya. "Iyalah, pake ditanya." Aku memundurkan badanku dan kembali bersandar nyaman pada kursi.

"Ishhh!" Dia kembali mendecak dan menghentak-hentakkan kakinya pada lantai.

Aku terkekeh melihat dia yang bertambah kesal karena mendengar jawabanku.

Aku berusaha menghentikan tawaku setelah melihat wajahnya yang semakin keruh. Aku menghela nafas, sekali lagi mencoba untuk bersabar.

"Ya udah, emangnya ada apa?" Tanyaku dengan intonasi tenang.

Dia terlihat berpikir sejenak, kemudian menelan ludahnya. Badannya kembali dia tegakkan seperti saat pertama kali duduk di depanku.

"Kamu... baik-baik aja?" Tanyanya.

"Iya, aku baik-baik aja." Aku menjawab dengan mengangguk kecil, ada perasaan bingung kenapa dia kembali menanyakan kondisiku.

"Yakin?" Tanyanya tak yakin.

Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang