7 | -TAK LAGI-

137 7 0
                                    

Aku menatap kosong apapun yang ada di depan mataku. Suara-suara yang tadi memekakkan telingaku redam begitu saja. Mulutku terbungkam. Nafasku memburu dengan deguban jantung yang mulai tidak teratur.

Aku mengerjapkan mataku sekali. Mencoba memastikan bahwa aku salah melihat. Mengerjapkan mataku sekali lagi. Namun yang aku lihat tak ada yang berubah. Aku tak salah melihat.

Tanganku bergerak untuk memegang dadaku yang sedikit nyeri dengan dilingkupi perasaan-perasaan aneh yang sama sekali tak ingin aku rasakan.

Aku memejamkan mata, mengira akan ada air mata yang luruh. Tapi ternyata nihil. Mataku tak basah sama sekali.

Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mengatur nafasku yang sempat memburu. Meredakan debaran jantung agar kembali normal.

Aku kembali dapat menguasai emosiku. Aku memastikan hal yang aku lihat tadi sekali lagi. Masih sama. Aku tersenyum kecil. Lalu terkekeh sendiri. Entahlah.

Untuk seketika semua harapan luruh begitu saja. Semua kemungkinan-kemungkinan yang tergambar larut bersama rasa yang terjatuh. Aku terkekeh kecil.

"Bodoh!" Aku mencibir diriku sendiri. Bagaimana bisa aku mengartikan itu semua untukku, sedang nyatanya bukan aku yang dituju.

"Bodoh!" Aku mencibir diriku lagi. Bagaimana bisa aku diterbangkan dengan mudahnya tanpa tau resiko bahwa dapat kapanpun aku dijatuhkan.

Aku tersenyum miring. "Bodoh!"

Mulai sekarang aku percaya bahwa kata-kata laki-laki itu semuanya hanya kata-kata manis yang tak tau tujuannya apa. Mungkin akan sulit bagiku untuk kembali menerima rasa yang sama setelah apa yang terjadi saat ini.

Nyeri di dadaku masih saja terasa. Bohong namanya jika aku mengatakan perasaanku baik-baik saja atau biasa saja. Sesak. Hatiku sesak. Seakan ada kecewa yang memenuhi segala sudut hatiku menuntut harapan untuk segera keluar.

Aku masih bisa tersenyum, walau tak dapat aku pungkiri rasanya sangat pahit. Aku masih bisa berdiri, walau rasanya enggan sekali. Namun aku tak menangis sama sekali. Aku pun tak tau mengapa.

Kata orang, kita tak bisa menangis saat kita terlampau sedih. Tapi aku tak tau apakah aku yang memang terlalu sedih, atau memang perasaanku yang ternyata tak sedalam yang aku tau. Aku tak yakin dengan dua kemungkinan itu.

Namun yang aku heran, perasaan hatiku lega mengetahui apa yang baru saja aku lihat. Seolah apa yang selama ini menjadi misteri, terungkap sudah. Dan aku semakin ringan melangkah. Mungkin ini yang dinamakan ikhlas.

Dan mulai sekarang aku tak lagi menanam harap. Tak lagi bertanya tentang teka-teki yang sudah dibuat. Tak lagi berusaha mencari perhatian yang sebenarnya sama sekali tak aku butuhkan. Dan yang terpenting, aku tak lagi membuang waktu hanya untuk menunggu hati yang bukan milikku.

-uw-

Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang