20 | -DI BAWAH HUJAN-

79 2 0
                                    

Aku menengadahkan kedua telapak tanganku ke langit. Mencoba untuk menangkap butiran air hujan yang mulai jatuh ke bumi. Tak tertinggal, wajahku juga ikut menengadah ke langit.

Aku memejamkan mata ketika satu butir air hujan jatuh di atas pipiku. Merasakan sejuknya berpindah ke wajahku. Lalu tetesan-tetesan lain mulai menjatuhi tubuhku, beserta suara hujan yang semakin terdengar keras namun begitu menenangkan.

Aroma hujan mulai menyeruak. Aku menghirupnya perlahan. Berusaha menghilangkan semua pikiranku agar berganti dengan ketenangan.

Aku masih terpejam dan sekarang kedua tanganku telah terbentang. Meminta hujan agar terus datang padaku. Aku tersenyum kecil, suara hujan kini bagiku seperti nyanyian kesenangan. Sangat menentramkan hati. Aku sangat menikmatinya.

Aku mulai memutar tubuhku, memenuhi permintaan hujan untuk menari bersamanya. Lalu tertawa senang. Aku menari bersama hujan sekarang.

"Sudah."

Aku berhenti berputar setelah tanganku yang terbentang terasa mengenai sesuatu. Diiringi dengan suara hujan yang sedikit redam terkena benda yang terasa menanungiku, aku tak lagi merasakan butiran hujan menjatuhi tubuhku.

Aku membuka mata, dan pandanganku langsung bertemu dengan pria yang sedang menunduk untuk menatapku sambil membawa payung pada tangan kanannya.

"Sudah." Ucapnya lagi.

Aku mendengus, lalu mendorong dadanya kuat sehingga dia mundur beberapa langkah dariku. Namun dengan sigap dia kembali mendekat, lebih dekat dari jarak yang tadi.

"Sudah." Ucapnya untuk yang ketiga kalinya, datar tanpa senyuman. Tangannya bergerak menarik bahuku untuk lebih dekat dengannya.

"Nanti." Aku membalas sama datarnya, sambil berusaha melepaskan tangannya dari bahuku.

Pria itu semakin mengeratkan dekapannya pada bahuku. Membuat usahaku untuk terlepas semakin menipis. Aku mendecak, dan berhenti menarik tangannya. Membiarkan dia tetap mendekapku.

"Kita pulang." Ucapnya lagi, lebih tepat disebut dengan memerintah. Namun dia tak menarik tubuhku untuk berjalan sama sekali. Sepertinya dia memberikan kesempatan untuk aku memilih?

"Nanti." Jawabku datar.

"Baiklah." Dia menurut, juga semakin mengeratkan dekapannya karena hujan yang bertambah deras.

Kami hanya berdiri diam, tak beranjak satu langkahpun. Tetap berada di tengah taman yang mulai sepi.

Sesekali mataku melihat orang yang berteduh melihat aneh ke arah kami. Ya, bagaimana tidak? Kami berdua berdiri dengan memakai payung dan tak beranjak satu langkahpun. Hanya saling diam dan tak membuka suara sama sekali.

"Mau pulang sekarang?" Pria itu menunduk untuk menatapku, tapi aku sama sekali tak berniat balas menatapnya.

"Nanti." Jawabku masih sama.

Dia tersenyum, beralih berdiri di depanku. Masih dengan menunduk, dia mengamati setiap inci wajahku. Membuat aku mengalihkan kepala agar tak memandangnya.

Dia memindahkan payung pada tangan kirinya. Tangan kanannya yang terbebas terangkat dan maju ke depan wajahku, merapikan anak rambut yang berantakan pada wajahku yang basah.

Aku meneguk ludah melihat wajahnya yang sedekat ini denganku. Rasa panas mulai menyerang kedua pipiku. Jantungku yang tadi berdetak tenangpun menjadi tak karuan.

Kenapa dengan diriku?

"Sudah mau pulang?" Tanyanya yang ketiga kali dengan telapak tangan yang memegang pipiku. Dia menatapku dengan tatapan lembut, membuatku balas menatapnya dan jatuh pada matanya yang dalam.

"Nanti." Jawabku masih sama, namun kali ini untuk alasan yang berbeda.

Jika tadi aku ingin berlama-lama dengan hujan. Sekarang, aku ingin berlama-lama di bawah hujan dengan dirinya. Dan dia pun, sepertinya mengetahui apa yang aku rasakan.

Dia melemparkan payungnya ke belakang, lalu memelukku erat. Membiarkan hujan menerpa tubuh kami berdua.

Aku balas memeluknya, menenggelamkan wajah pada dada bidangnya. Aku memejamkan mata menikmati detik yang terlalui dengan suara detak jantungnya.

Di bawah hujan, kini dua hati saling menghangat.

***

-uw-

*Rabu, 19 Desember 2018

Di bawah gerimis yang mulai membasahi bumi.

Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang