9 | -BIRU DAN MERAH-

193 8 0
                                    

Aku sedang duduk sendiri di kursi dengan meja bundar yang terbuat dari kayu. Memainkan ponselku malas dengan punggung yang bersandar tak bertenaga pada sandaran kursi.

Aku menegakkan badanku. Meletakkan ponsel untuk aku acuhkan. Tanganku meraih pegangan cangkir berisi cappucino yang sudah tak panas lagi. Lalu meminumnya sampai habis.

Aku mengedarkan pandangan keluar cafe yang lumayan ramai untuk menghilangkan rasa bosan yang sudah memenuhi diriku. Memperhatikan orang berlalu lalang dengan kesibukan mereka masing masing.

Aku bergegas mengambil ponsel dan tasku, lalu sedikit berlari keluar cafe setelah melihat gadis yang baru saja keluar dari toko mainan anak-anak. Gadis yang memakai kaos oblong berwarna putih polos dan celana panjang sampai menutupi mata kakinya. Serta rambut yang dikucir kuda. Dengan wajah tanpa riasan make up sedikitpun sambil membawa kantong plastik di tangan kanannya.

Aku tak mengenal dia, tetapi entah mengapa tubuhku bergerak untuk mengejarnya begitu mataku menangkap sosoknya itu. Dari dalam diriku, seperti ada hal yang mendorong aku untuk berjalan mengikuti dia.

Aku ikut berjalan di belakangnya, sambil memperhatikan rambutnya yang bergerak ke kanan dan ke kiri. Dia berhenti sejenak dan membalikkan tubuh, lalu mata kami bertemu. Sepertinya dia merasa sedang aku ikuti. Namun melihat aku yang tetap berjalan, dia kembali berjalan.

Dia berjalan memasuki komplek perumahan yang tak jauh dari cafe tadi. Dia kembali berhenti sejenak dan melihat kebelakang. Mata kami kembali bertemu. Melihat aku masih saja berjalan, dia kembali berjalan dan mempercepat langkahnya. Mungkin baginya kini aku adalah seorang penguntit.

Dia berhenti di depan rumah berwarna putih berukuran sedang. Mencari sesuatu di dalam sakunya, kunci. Dia berhasil mendapatkannya dengan sedikit gugup. Aku melihatnya terburu-buru untuk membuka kunci pagar rumahnya, namun sampai aku berada di sebelahnya dia masih belum bisa membukanya.

"Maaf, perlu bantuan?" Aku menawarkan bantuan karena aku lihat dia masih saja belum bisa membuka kunci pagarnya.

Mendengar suaraku yang tiba-tiba menawarkan bantuan membuatnya sedikit terkejut dan menjatuhkan kunci yang sedari tadi dia pegang. Aku menundukkan badan untuk mengambilkannya.

Disaat aku akan memberikan kunci itu kepada pemiliknya, dia menatap dengan tatapan yang aku tak mengerti maksudnya. Tangan kanannya gemetar sambil berusaha untuk menyentuh wajahku.

Aku merasakan suhu dingin ketika tanggannya menyentuh pipiku, lalu mengusapnya perlahan. Aku membiarkannya sambil terus menatap matanya dalam, mencoba mengerti apa yang sebenarnya dia rasakan.

Dia menjatuhkan kantong plastik yang dia bawa dari tadi. Lalu kedua tangannya merengkuh tubuhku untuk masuk ke dalam pelukannya. Aku terkejut dengan apa yang dilakukan oleh gadis ini, namun perasaan hangat menjalar masuk. Dan entah mengapa, hatiku merasa lega luar biasa.

"Maaf." Dia melepaskan pelukannya cepat, lalu berujar maaf dengan tangan yang mengusap matanya. Apakah dia menangis?

"Ahh iya. Tak apa." Aku berusaha tersenyum, meski rasa terkejut mungkin masih terlihat jelas di wajahku. "Ini kuncinya." Aku menjulurkan tangan memberikan kunci yang sempat di acuhkan sebentar.

Dia mengambil kantong plastik yang dia jatuhkan terlebih dahulu, lalu mengambil kunci dari tanganku. "Terimakasih." Dia mengungkapkan terimakasih tanpa menatapku, namun aku bisa melihat di matanya ada air mata yang tertahan.

Dia berusaha membuka kunci pintu pagarnya dengan tangan yang masih jelas terlihat gemetar. Dia menjatuhkan kuncinya sekali lagi. Lalu tangannya bersandar pada pagar untuk menopang tubuhnya.

Aku yang melihatnya kemudian mengambil lagi kunci itu. "Biar aku bantu." Aku menawarkan bantuan sambil tersenyum kepadanya. Tak sengaja aku melihat dia meneteskan air mata.

Tanpa NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang