Sambil di puter videonya. Biar bisa membayangkan Hawt nya Mas Citapon.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Delapan jam sudah perjalanan panjang dari Seoul ke Jakarta, kini si lanang Thailand sudah menapakkan kakinya di Soetta International Airport. Ten keluar hanya dengan menggendong tas ranselnya, jaket, snapback lalu masker untuk menutupi sebagian wajahnya.
Ten duduk di waiting room dan menyalakan ponselnya. Ia buta Indonesia, Ten butuh seseorang untuk menunjukkan jalan. Satu-satunya orang Ten kenal adalah Maria.
[ KakaoTalk to Maria ]
10of10: Aku ada di bandara Jakarta
10of10: Jemput aku
Ten masih duduk, ia melihat sekitarnya dan benar-benar merasa asing. Malam itu, Ten menyusup ke kantor Manager Shin untuk mencari arsip milik Maria, ketemu! Ia mengambil data diri Maria yang lengkap dengan alamatnya di Indonesia.
Ucapan Taeyong di ruang latihan sungguh mempengaruhinya, bagaimana pun Ten berucap pada Taeyong, lelaki itu selalu punya langkah yang lebih besar. Ten emosi, dia pikir Maria itu mainan atau apa?
Orang yang Ten hargai tak mampu menghargai Maria, bodohnya Maria kenapa dia juga mau dikuasai monster seperti Taeyong. Tidak bisa diterima akal sehat.
‘Katalk’
[ Kakao Talk From Maria ]
Maria: Ten?
Maria: Jangan bercanda? Aku sedang bekerja.
Maria: Jadwalmu padat, aku tahu itu!
Ten menghela napasnya, Maria tak mempercayai ucapannya tadi. Apa perlu bukti? Mudah saja bagi Ten. Ia melakukan selca dan mengirimkannya pada Maria.
[ Kakao Talk to Maria ]
10of10: *insert picture*
10of10: Aku tidak bohong
10of10: Jemput aku!
“Ah Maria, please…”
Pemuda Thailand itu mulai gusar karena belum mendapat jawaban dari sang puan. Matanya terus melirik kesana kesini mencari sosok Maria. Padahal pesan Kakao Talknya baru terkirim dua menit yang lalu.
‘Katalk’
[ Kakao Talk From Maria ]
Maria: Gila!
Maria: Satu jam sampai. Diam disana.
Senyum pemilik nama Chittaphon ini pun merekah, Maria nya akan segera tiba dan menjemputnya. Ten sudah tak sabar, ia amat merindukan gadisnya ini. Terhitung sejak Maria meninggalkan Seoul, mungkin sudah 4 bulan.
"Dasar bodoh, dasar gila, untuk apa kemari, hah? Jadwalmu berantakan pasti. Mau mu sebenarnya apa?”
Dengan setia Ten mendengarkan cacian dari Maria yang datang 45 menit kemudian, bukan satu jam seperti yang ia katakan di pesan Kakao Talk tadi.
Objek yang dimarahi hanya tersenyum, sumringah, lebar, bahagia. Ia lantas langsung memeluk tubuh kurus Maria yang masih meracau.
“Aku merindukanmu.”
Seketika Maria langsung terdiam, celotehannya hilang dan bahunya merosot ke bawah, yang terdengar hanyalah helaan napas berat darinya.
“Wae? Tak senang aku kesini?” Ten mencebik.
“Untuk apa kesini, jadwalmu pasti berantakan. Manager Shin pasti marah, kau tidak bilang akan kesini, kan?”
Apa yang dikatakan Maria benar adanya, Ten kabur dari dorm dan terbang ke Jakarta hanya demi untuk bertemu Maria. Dua hari ini sebenarnya Ten sedang kosong, biasanya hanya berlatih tapi kali ini tidak.
“Pulanglah, aku tak ada waktu untukmu.”
“Maria, ikut aku pulang.”
“Rumahku disini, Ten. Bukan di Seoul.” Maria menggelengkan kepalanya.
“Di Seoul juga rumahmu. Ayo Maria, biar aku yang meminta izin pada orang tuamu.” Ten masih tetap memaksa Maria.
Maria mulai kesal dan berjalan meninggalkan Ten, masa bodoh apa yang akan dilakukan lelaki itu di Indonesia. Ia tak suka cara Ten yang begini, bisa ditebak nanti ujungnya Maria lah yang akan kena marah seandainya mereka tahu Ten kemana.
Tak disangka, lelaki itu malah mengikuti Maria tanpa suara, hanya melangkah bahkan saat Maria naik taksi untuk kembali bekerja, tahu-tahu Ten sudah ikut duduk.
“Astaga, Chittaphon! Turun kau!”
“Tidak!”
“Turun!”
“Tidak, Maria!”
Maria menggemertakkan giginya dan menyuruh si supir untuk melajukan mobilnya ke tempat Maria bekerja. Sepanjang jalan Ten terus mengoceh ini dan itu, intinya membujuk Maria untuk ikut pulang bersamanya ke Korea, berulang kali Ten mengajak dan berulang kali juga Maria menolak.
Mereka pun sampai di Café 0 Mile, Maria turun lebih dulu disusul Ten di belakangnya. Maria masuk sambil menarik tangan Ten ke belakang meja pemesanan. Disana ada Caca yang memperhatikan keduanya dengan instens.
“Siapa itu?” ia mendekat dan memperhatikan lelaki yang dibawa Maria ke dalam.
“Aku pinjam ruanganmu, ya?”
“Eeehh tidak, kalian mau mesum?” Ten membuka masker dan menaikkan sedikit snapbacknya.
“Omo… Astagaa…”
Cepat-cepat Maria menyeret kedua orang ini masuk ke kantor milik Caca yang ada berdampingan dengan dapur. Caca masih tak percaya dengan lelaki yang dibawa Maria adalah Ten, Ten NCT.
“Jinjja… Daebak… Oh my god!” hanya itu yang keluar dari bibir Caca. Ten hanya tersenyum dan mengucap salam.
“Jangan berisik, Ca.”
“Kau gila, kok bisa Ten ada disini? Wah kalau pengunjung tahu, café kita bakal ramai. Kebetulan ini weekend juga.”
“Justru itu, Ca. Tak boleh ada yang tahu kalau Ten disini, dia Cuma sendiri, tanpa manager.” Caca ber-oh-ria. Memang benar apa yang dikatakan Maria, nanti malah berujung ricuh.
“I love this café, can I sing a song for your costumer? I promise it’ll be safe.”
“Andwae! Kau diam disini hingga jam kerjaku selesai.”
“It’s okay, Mr. Chittaphon. Kalau kau tak keberatan.” Maria menyikut lengan Caca yang tengah sumringah.
Mereka pun keluar, waktu menunjukkan pukul 7 malam. Café semakin ramai karena biasanya ada live music setiap weekend yang menyanyikan lagu-lagu ballad dari berbagai negara, terkadang lagu Korea pun dimainkan.
Ten duduk di kursi hidrolik dimana biasanya Yuda, si penyanyi tetap café yang juga teman Maria biasa membawakan lagu-lagunya.
“Myohan bunwigie chwihae, neoreul nwabeoryeodo dwae.”
Suara lembut nan seksi milik Ten mampu menyihir semua pengunjunga café. Maria yang sedang berkeliling mengantarkan pesanan dibuatnya was-was, takut ada yang mengenali Ten meski dia memakai snapback dan menurunkan maskernya hingga dagu.
“Ten… kumohon.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Don't (like it) Stop || ✔️
Romance❝ᴀᴋᴜ ʜᴀɴʏᴀ ɪɴɢɪɴ ʙᴇᴋᴇʀᴊᴀ, ᴛᴀᴘɪ ᴀᴋᴜ ᴍᴀʟᴀʜ ᴛᴇʀᴊᴇʙᴀᴋ. ʟᴇʙɪʜ ᴛᴇᴘᴀᴛɴʏᴀ ᴅɪᴊᴇʙᴀᴋ. ᴘᴇsᴏɴᴀᴍᴜ ᴍᴇᴍʙᴜᴀᴛ ɴᴀᴘᴀsᴋᴜ ʙᴇʀʜᴇɴᴛɪ. ᴋᴀᴜ ᴍᴇᴍʙᴜᴀᴛᴋᴜ sᴇsᴀᴋ ᴅᴀɴ ᴛᴀᴋ ʙɪsᴀ ʟᴀʀɪ❞ - sʜᴇᴀ ᴀɴɴ ᴍᴀʀɪᴇ