MOM : Prolog

586 75 2
                                    


_Mom : Prolog_

.

.

.

Seorang wanita memandang dua bayi yang berbeda jenis kelamin dari luar jendela ruang bayi. Sepasang bayi yang baru saja dilahirkan beberapa menit yang lalu dari rahim yang berbeda tengah tertidur di dalam inkubator. Ia tampak gelisah. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini. Intinya, keputusannya sudah bulat.

"Kau tidak melupakan kesepakatan kita bukan?"

Ia terkejut mendengar suara berat seorang lelaki yang kini berdiri disebelahnya. Entah sejak kapan lelaki itu berdiri disana. Ia memang tidak menyadarinya. Jelas saja karena saat ini ia tengah gelisah.

"Apakah menurutmu ini akan berhasil?" akhirnya ia bersuara dengan suara serak. Kini rasa gelisah telah berubah menjadi rasa takut.

"Lakukan saja. Toh, tidak ada yang tahu. Hanya kau dan aku. Semua ini untuk kebaikan keluarga ku maupun dirimu."

Ia tidak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki disebelahnya. Tidak ada rasa gugup atau gelisah dari wajah berparas tampan tersebut.

"Aku takut."

"Apa yang kau takutkan? Kalau kau tidak bisa melakukannya, biar aku saja."

Benar. Lebih baik lelaki itu saja yang melakukannya. Ia merasa tidak perlu mengotori tangannya. Biarkan lelaki itu yang melakukannya dan dosanya mereka berdua yang tanggung. Setidaknya ia tidak terlalu merasa bersalah. Toh, bukan tangannya yang melakukannya.

Matanya terus mengawasi lelaki yang kini sudah berada diruang bayi. Melakukan pekerjaannya. Tidak peduli apa yang akan terjadi di masa depan. Mereka hanya berharap, semoga yang mereka lakukan itu tidak diketahui siapapun sampai kapanpun.

Mereka lupa tentang peribahasa "Sepandai-pandai tupai melompat, pasti jatuh juga."

.

.

.

_MOM_

MOMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang