Kataware Doki一Kimi No Na Wa (Piano)
***
Sheril tengah mengendarai motornya sampai pada gerbang sekolah. Ia tidak sendirian, melainkan bersama seorang cowok yang mengendarai motor sport berwarna biru tua. Keduanya tampak melepaskan helm masing-masing dan saling memberikan senyuman.
"Makasih, ya, Raka. Lo nggak seharusnya nganterin gue ke sekolah. Lo juga harus ke sekolah, kan?"
Raka terkekeh. "Nggak masalah. Untuk lo apa, sih, yang enggak, Ril?"
Tawa Sheril pecah di sana. "Bisa aja lo. Buruan balik, entar lo telat."
Cowok itu mengangguk. Baru saja Raka hendak mengenakan helmnya, sudah ada suara deruman motor mengeber mendekati gerbang. Motor sport hitam Mogens melewati mereka dengan tidak suka, dengan beberapa kali mengeber Sheril dan Raka. Berisik memang namun keduanya hanya diam saja melihat tingkah Mogens yang seperti itu.
"Gue nggak ngerti apa maksud dia ngeber kita, tapi kayaknya dia ngeber gue." Raka berujar dengan senyuman tipisnya.
"Biarin aja, Ka. Biar dia jadi urusan gue. Gue masuk dulu, ya, Ka."
Sheril memarkirkan motornya tidak jauh dari motor Mogens. Melihat cowok itu telah melewati lapangan dan hampir menapaki anak tangga, Sheril dengan cepat mengejarnya. Ia menyentuh lengan Mogens di koridor, membuat Mogens berbalik berhadapan dengannya.
"Apa maksud lo ngeber Raka?!" sentak Sheril to the point.
Mogens tersenyum sinis, menatap jijik gadis di depannya. "Lo itu murahan apa gimana? Raka bukan cowok baik-baik, masih aja lo deketin."
"Apa urusannya sama lo? Kalo lo gak suka gue deket sama Raka, ya, udah. Gak usah gini caranya."
"Napa? Marah? Terserah gua mau ngeber siapa tadi. Napa jadi lo yang sewot? Lo tuh seharusnya belajar dari kejadian malam waktu kita putus. Gua kira lo udah ngerti, ternyata sampe sekarang pun lo nggak ngerti apa maksud gua mutusin lo."
Napas Sheril memburu. Ia begitu marah pagi itu dengan Mogens. "Lo juga salah! Lo gak mau dengerin penjelasan gue waktu itu! Lo ngebawa emosi lo sendiri ke gue."
"Penjelasan apa, hm? Penjelasan bohong lo, iya?!" Mogens membentak gadis itu, membuat beberapa murid yang lewat melihat mereka dengan waspada. "Jelas-jelas gua lihat sendiri dengan kedua mata gua, lo pelukan terus ciuman sama Raka di bar! Lo mau kasih penjelasan apa lagi?! Lo mau bilang kalo kejadian itu gak sesuai dengan apa yang gua lihat?!"
"Bukan一"
"Bukan apanya?! Lo selingkuh di belakang gua! Lo yang nyakitin gua, Ril! Lo kira gua bego, bakal percaya gitu aja sama omongan lo? Lo tuh goblok! Mau aja dideketin sama cowok yang udah berapa kali nidurin cewek!"
Sheril terdiam. Memang benar adanya, ia dan Raka sempat berpelukan di bar saat ia dan Mogens masih berpacaran, namun untuk masalah ciuman, Sheril sangat ingin menjelaskan hal itu. Menjelaskan bahwa ciuman itu tidak seperti yang ia lihat. Namun nasi sudah menjadi bubur, dengan penjelasan apapun Mogens tetap tidak akan percaya pada gadis itu.
Karena sebuah kepercayaan akan lenyap saat bertemu dengan rasa kecewa.
Mogens kini menatap gadis itu dingin, terselip tatapan penuh amarah dan kekecewaan. "Gua ingetin ke lo. Gak usah ganggu gua lagi, karena gua udah ngebakar apapun tentang lo jadi debu di hati gua, sampai nggak bersisa."
Mogens berbalik setelah mengatakan hal yang cukup menyakitkan bagi Sheril. Sheril merasa dirinya pantas mendapat perlakuan seperti itu dari Mogens. Ia tahu, Mogens kecewa padanya, dan itu wajar kalau Mogens kini membencinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MOGENS
Teen Fiction[Semakin mereka saling menjauhkan hati, waktu akan semakin mendekatkan keduanya] Mogens Larzo, dikenal sebagai pemimpin yang sangar, galak, dan sumber masalah di sekolahnya. Siapapun tidak ingin terlibat masalah dengannya kecuali yang sudah bosan hi...