18. Jarak dan Keributan

1.3K 215 58
                                    

Dua buah motor yang tampak berbeda terparkir di depan tempat makan bertenda. Sang pemilik kedua motor itu tengah duduk berhadapan sambil menerima makanan yang diantar oleh sang penjual. Gadis itu menatap cowok yang duduk di hadapannya.

"Kenapa ngelihatin gua kayak gitu?" tanya Mogens pada Sheril. Gadis itu berdeham karena malu ketahuan.

"Nggak ngelihatin lo kok. Gue ngelihatin abang penjual."

"Kenapa dilihatin?"

"Ya, nggak pa-pa. Kan gue punya mata, ya bebas gue mau ngelihatin siapa aja."

Mogens terkekeh kecil mendengarnya. "Iya-iya. Ngegas gitu jawabnya."

Tidak menyahut cowok itu lagi, Sheril menyantap nasi uduk di depannya dengan lahap. Cara makan gadis itu membuat Mogens menarik senyuman. Sheril sama sekali tidak berubah, dan Mogens sadar hanya dirinya yang berubah di antara mereka.

"Lo masih deket sama Raka?" tanya Mogens menghentikan aktivitas makan Sheril sejenak. "Nggak perlu dijawab kalo itu bersifat rahasia," lanjut Mogens.

"Gue emang deket sama Raka tapi cuma sebagai teman baik."

Tiba-tiba saja Sheril menjawabnya dan Mogens menatap gadis itu lagi. "Kenapa nggak mau lebih dari teman baik?"

"Nggak mau aja, karena gue ..."

"Karena apa?"

"Karena gue ..."

"Udah, nggak usah dibahas. Lanjut makan lagi aja." Mogens menyudahi percakapan mereka untuk hal seperti ini. Ia tidak mau suasana mereka menjadi canggung.

Selesai Sheril makan, ia memberanikan diri untuk bertanya kepada cowok itu. "Lo nggak kepikiran untuk deketin Valerie? Cewek yang pernah lo bonceng ke sekolah. Tadi di ultahan juga ada dia. Kayaknya keluarga kalian deket ya."

"Ada kepikiran. Memang keluarga kami dekat."

Sheril tersenyum mendengarnya. Ada kepahitan di senyumnya. "Kalo lo deket atau jadian sama dia, jangan lupain gue ya, Gens."

"Lo nggak masalah gue deketin dia?"

"Ya, nggak masalah. Emangnya kenapa? Itu kan, hak lo. Gue nggak panteslah ngelarang apa yang buat lo bahagia."

"Yakin? Gua rasa lo nggak gitu terima gua deket sama cewek lain."

"Apaan, sih? Gue malah seneng lo dapet pengganti gue yang bisa buat lo lupain gue sesuai yang lo mau."

"Jadi kalo lo akhirnya sama Raka, apa gue juga harus merasa nggak masalah seperti yang lo rasain?" tanya Mogens membuat Sheril terkejut hingga tidak mampu menjawab.

"Hm? Nggak masalah, Ril?" Mogens bertanya lagi dan Sheril mengangguk ragu sebagai jawaban.

"Kalo lo lagi susah, jangan sungkan minta bantuan gua." Mogens berkata sembari beranjak dari kursinya menuju abang penjual. Tampak Mogens mengeluarkan sejumlah uang kertas dari dompetnya lalu diberikan kepada si penjual.

Mogens memberi isyarat kepada Sheril untuk segera pulang. Mogens sudah menaiki motornya dan hendak memakai helm, namun melihat Sheril yang tampak aneh membuatnya mengurungkan niatnya.

Gadis itu melangkah mendekati Mogens, matanya sendu. Ia tersenyum kecil sambil memandang wajah cowok di depannya.

"Gens," panggilnya. "Makasih ya lo udah mau ngomongan sama gue meskipun terpaksa. Gue tau seharusnya gue nggak ngerepotin lo atau ngejar lo lagi. Makasih udah pernah jadi hal terindah dalam hidup gue. Makasih untuk semua kenangan indah yang udah lo bagi bersama gue."

Mogens diam. Ia tetap menunggu Sheril menyelesaikan ucapannya.

"Gue nggak akan repotin lo lagi, Gens. Gue nggak akan ngejar lo lagi. Gue nggak akan buat lo merasa nggak nyaman lagi."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MOGENSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang