10. Hancur

10.1K 1.1K 50
                                    

Sheril terdiam di depan seorang cowok yang kini sedang menatapnya tegas. Batin gadis itu terus bertanya, apakah benar Mogens melakukan tindakan itu karena untuk menepati janjinya? Kalau benar, berarti dugaan Sheril salah. Gadis itu mengira bahwa Mogens masih menyimpan rasa yang sama dengannya. Tapi, nyatanya, semua sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia pikirkan.

Sheril menarik napas dalam lalu menatap cowok di depannya dengan mata yang sudah berkaca-kaca. "Kalo memang lo nggak mau berurusan lagi sama gue, mending lo jangan datang layaknya masih beri gue kesempatan."

Mogens cukup terkejut dengan ucapan Sheril.

"Sesuai perkataan lo, gue bukan siapa-siapa lo lagi, kita nggak ada hubungan apapun lagi. Sesuai keinginan lo, kita cukup sampai di sini. Gue nggak akan ganggu lo lagi."

"Makasih, udah nepatin janji lo."

Sheril berlalu dari tempat itu dan meninggalkan Mogens yang masih bergeming di sana. Gadis itu mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Ia bahkan tidak peduli lagi dengan angin malam yang menusuk tubuhnya. Kekecewaan yang luar biasalah yang kini ia rasakan. Difitnah, dipermalukan di depan banyak orang, ditinggalkan oleh teman-temannya, bahkan ia sendiri memutuskan untuk pergi dari kehidupan Mogens.

Sedangkan Mogens masih tetap di tempatnya. Satu tangannya ia kepal kuat, tatapannya bahkan begitu tajam serta rahangnya mengeras. "Kenapa lo malah bersikap seolah-olah lo yang paling tersakiti di antara kita? Dasar cewek, selalu merasa dirinya yang paling benar."

***

Sesampainya Sheril di halaman rumah, gadis itu mengecek ponselnya. Banyak notif pesan masuk dan panggilan masuk dari teman-temannya. Yang paling membuatnya sakit hati sekarang adalah Ivory harus dibubarkan.

IVORY (12)

Ivory bubarin!

Ketua bajingan lo, nggak pantes lo jadi ketua Ivory!

Anjing! Mati aja lo. Bikin malu nama Ivory. Gue out dari Ivory! Cuih!

Gue juga out. Ga sudi gue masuk geng yang diketuai sama orang pengecut. Mati aja lo Ril mendingan. Muak gue sama lo, bangsat!

Lemah lo! Ke laut aja sono. Jadi sampah aja lu, dasar ampas. Ngelawan Revina aja gak berani! Cacat lo pecundang!

Sekiranya itulah beberapa pesan masuk yang menyakiti hati Sheril. Gadis itu mengusap air matanya yang sempat jatuh. Jari jemarinya kini menari lincah di atas layar ponselnya, membalas pesan itu.

Sheril:

Gue minta maaf kalo gue udah kecewain kalian. Tapi gue bersikap begitu karena alasan tertentu. Oke, kalo memang kalian nggak bisa ngerti gue, kalian muak sama gue. Sesuai keinginan kalian, Ivory bubar dan Sheril bukan ketua Ivory lagi mulai malam ini. Ivory udah mati.

Sheril keluar dari grup.

Kaki Sheril melangkah masuk ke rumahnya. Baru saja ia hendak ke kamar, suara ayahnya tiba-tiba terdengar begitu tegas.

"Sheril!"

Gadis itu menoleh ke sumber suara. Ia melihat ayahnya tengah menatapnya tegas bersama Mawar yang berdiri di sampingnya.

"Mau sampai kapan kamu keluyuran begini? Mau sampai kapan kamu pulang malam terus, hah?" tanya Ari Wibowo. "MAU SAMPAI KAPAN, SHERIL?!" sentak Ari keras hingga bahu Mawar bergidik ngeri.

MOGENSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang