MB : 18

21K 2.4K 461
                                    

Aku menghela napas, dan menatap langit-langit kamar. Lalu, memiringkan tubuhku. Malam sudah semakin larut, tapi aku masih tidak bisa memejamkan kedua mata dan pergi ke alam mimpi. Posisi baring, kembali ku ubah. Suara detikan jam terdengar keras.

Aku melirik ke arah pintu kamar. Lalu, beralih menatap jendela. Setelah itu, ke arah meja nakas karena ponselku yang kuletakkan di sana bergetar hebat. Ada yang nelpon. Padahal ini udah masuk tengah malam.

Ponsel itu ku ambil. Nama Damian tercantum di sana. Aku menghela napas, dan segera menggeser icon telpon hijau di layar.

"Hal--"

"Kencan, yuk."

Sapaanku dipotong. Ini orang kayak ngga ada tata kramanya, ya. Bilang halo dulu kek. Atau minta maaf karena udah mengganggu malam istirahat orang. Ckckckck.

"Ke mana?" tanyaku dengan malas.

"Nonton. Kita ngga pernah nonton bareng kan?"

Nonton? Boleh juga sih. Udah lama ngga nonton bioskop.

"Film apa?"

"Film Bully yang mirip-mirip sama unfriended itu."

"Hah?" dahiku mengerut. Oke, kayaknya aku kudet banget masalah perfilm-an jaman sekarang. Unfriended aja aku ngga tau film apaan.

"Duh, plis jangan ngebuat gue nyebutin nama filmnya. Besok aja lo liat sendiri. Mau ngga?" Dih, nyebut judul film aja susah banget.

"Oke," jawabku.

"Gue jemput jam 10. Oke?"

"Oke."

"Sip. Dah, tidur sana."

Kalo bisa, udah aku lakuin dari tadi, "Ngga bisa. Belum ngantuk," tapi kayaknya pembicaraan ini tenang banget, ya. Ngga ada cekcoknya sama sekali. Apa aku sama Damian memang harus ngobrol lewat telpon biar ngga berantem?

"Dih, ntar lo besok bangun telat. Kacau agenda kencan kita."

"Gabakal."

Lalu, hening. Dahiku kembali mengerut. Kenapa dia ngga bales apa-apa? Layar ponsel ku lihat. Masih tersambung kok.

"Halo?"

"Gue mau nyoba sesuatu."

Sebelah alisku naik, "Nyoba apaan?"

"Tapi, lo harus nyaut ya. Awas kalo ngga nyaut."

"Lha? Nyaut apa? Mian mau manggil kontet lagi? Atau boncel? Atau bantet? Atau cebol? Hah? Gabakal pernah aku sautin," ujarku sedikit emosi.

Decakan terdengar darinya, "Bukan! Makanya denger dulu!"

"Iya, iya, apa?"

Hening lagi. Tsk, ni orang mau ngomong apa engga sih? Mengganggu malam tenang orang lain aja.

"Pokoknya, lo harus bales gue dengan kata yang sama yang gue ucapin ini."

Dih, ribet banget sih. Tinggal ngomong aja gitu.

"Gi!" Damian memanggilku kesal.

"Iya, iya, cepetan napa?!" balasku sebal.

Jeda sejenak, kembali melanda. Bisa kurasa, kantuk mulai datang menyerang. Coba dari tadi kek datengnya.

"Mian mau ngomong ngga? Kalo engga, aku matiin. Mau tidur," gerutuku.

"Sabar dulu, elah! Gue siapin hati dulu."

Apaan sih? Kenapa mesti nyiapin hati dulu? Emang dia punya hati?

"Gi.." suaranya memelan.

"Apa?"

Ma Boy [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang