MB : 6

22.3K 3.1K 84
                                    

Wanita itu sontak berdiri dan menatapku marah. Pria yang tadi duduk di depannya ikut berdiri. Berjaga agar wanita ini tidak melakukan hal yang diluar batas.

"Kamu bilang apa? Berani sekali kamu menghina anak saya!" serunya marah.

Para pengunjung lain sontak menatap ke arah kami. Aku menggigit bibir bawahku.

"Saya tidak menghina. Itu kebenarannya."

Wanita itu tiba-tiba langsung menarik rambut hitamku kuat. Aku meringis dan mencengkram pergelangan tangannya.

"Anna!" Pria yang datang bersama wanita itu sontak langsung mencoba untuk melepaskan jambakan itu. Tubuhku juga ikut ditarik oleh seseorang. Tangan besarnya melindungi kepalaku agar tidak diserang lagi.

"Kamu kira kehidupan kami semua bisa berubah jadi seperti ini karena siapa?! Kamu! Semuanya salah kamu!"

Dan kata-katanya tepat menusuk jantungku.

Dua orang security datang. Orang yang berdiri di belakangku itu berdecih, lalu menggenggam pergelangan tanganku dan segera menarikku keluar dari tempat itu. Ia membawaku ke parkiran. Genggaman tangannya ia lepas begitu kami sampai di samping sebuah motor berwarna biru. Orang itu berbalik dan bersedekap dada.

"Lo kenapa sih? Lo ngomong apaan sampai bisa dijambak gitu?" tanya Damian heran. Tangan besarnya itu menyentuh bagian rambutku yang tadi sempat ditarik dan mengelusnya pelan.

"Masih sakit ngga?" tanyanya lagi.

Aku menunduk. Ada perasaan aneh saat tangan besar itu menyentuh rambutku dengan lembut. Ada yang salah dengan jantungku.

"Gian?"

"Pernah dengar ngga 'lebih baik berkata jujur walaupun menyakitkan'? Nah, aku berkata jujur tadi, tapi akhirnya menyakitkan karena dijambak kek tadi," gerutuku pelan sambil menampik tangan Damian. Bukannya tidak suka disentuh seperti itu, tapi rasanya aneh. Reaksi tubuhku berbeda dari biasanya.

Damian berdecak. Lalu, mengambil helmnya yang diletakkan diatas motor tadi.

"Ya udah. Ayo, gue anter balik," ujar Damian sambil memakai helmnya.

Wajahku menekuk, "Makananku yang tadi gimana?"

Damian sontak menatapku, "Lo masih mau balik ke dalam?" tanyanya tak percaya.

Pipiku menggembung. Kan mubazir gitu. Burgernya baru aku makan segigit. Masih ada burger satunya lagi, kentang, dan minuman.

"Serius, Gi?"

Aku berdecak, "Ngga jadi! Buruan!" seruku kesal sambil mendorong punggungnya.

"Heh, Boncel! Jangan dorong-dorong gue!" rengut Damian.

Langsung saja ia naik ke atas motor itu, lalu diikuti olehku.

"Lo sekomplek sama Rika kan?"

"Hem."

"Rumah lo yang nomer berapa?"

"Lima belas A."

"Hah? Berapa?" Kepalanya menoleh.

"LIMA BELAS AAA!!"

Kepalaku didorongnya dengan geram, "Nggak pake teriak bisa kali!"

Dan kubalas dengan geplakan dibagian belakang helm yang ia gunakan, "Mian tuh yang ngajak ribut duluan!"

"Eh, anjing!"

Sekarang tanganku yang bergerak mencubit pinggangnya kuat. Damian mengaduh dan menepuk tanganku agar lepas dari sana.

Ma Boy [SELESAI] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang