Damian membuka kedua matanya secara perlahan. Ia mengerjapkannya beberapa kali, lalu menguap pelan. Diliriknya jam dinding yang baru menunjukkan pukul empat lewat tiga puluh pagi, dan menggaruk kepalanya kasar. Dapat ia rasakan, sebuah embusan napas hangat menerpa lehernya. Ia pun menolehkan kepalanya dan menatap Gian yang sedang tertidur pulas di sampingnya.
Damian tersenyum tipis. Wajah Gian yang sedang tertidur benar-benar menggemaskan. Dahinya berkerut samar dengan bibir yang sedikit mengerucut.
Damian pun memiringkan tubuhnya dan memeluk pinggang Gian dengan protektif. Jarak wajah mereka benar-benar dekat. Bahkan kurang dari sepuluh sentimeter. Gian bergerak semakin mendekat dan balas memeluknya erat, seolah mencari kehangatan lebih dari tubuh itu.
Tangan Damian mulai bergerak ke atas. Mengelus rambut Gian dengan lembut dan merapikan beberapa rambut yang mencuat ke atas. Ia tersenyum geli saat rambut itu tetap berdiri, lalu mengecup bibir Gian sekilas.
"Mmhh.. makanan Adek.." igaunya pelan yang membuat Damian terkekeh. Astaga, makanan? Bahkan, di mimpinya pun, ia tetap memikirkan makanan?
"Bukan. Itu punya Damian tau," bisik Damian dengan senyum geli yang masih berada di wajahnya.
Dahi Gian semakin mengerut tak suka. Tangannya memeluk Damian semakin erat, lalu membenamkan wajahnya di bahu Damian.
"Punya Adek..."
'Hap!'
"Argh!"
Damian menjerit pelan saat Gian menggigit bahunya keras. Bukan gigitan main-main seperti yang ia lakukan kemarin ketika di gendong piggyback. Ia segera menjauhkan tubuhnya dari Gian, dan mengusap bahunya yang sakit.
"Ck! Lo mimpi makan apaan sih?!" ujar Damian kesal. Ia masih mengusap bahunya sambil meringis. Sementara Gian? Masih enak tidur sambil menggelung nyaman di selimutnya.
Damian mendudukkan tubuhnya. Ia menatap wajah polos Gian dengan kesal. Lalu, mendengus.
"Untung gue lagi ngga pengen gigit-gigit. Kalo aja gue pengen, pasti lo udah gue bales gigit," gerutunya. Ia beranjak dari ranjang Gian dan mulai merenggangkan tubuhnya. Dia harus cepat pulang, karena harus sekolah. Bundanya hari ini tidak bekerja, jadi kalau dia ketahuan bolos, bisa-bisa uang jajannya lenyap tidak diberi.
Segera ia ambil kaos miliknya yang tadi malam ia lepas karena gerah dan memakainya. Lalu, mengambil kunci motor beserta ponsel. Ia terdiam dan menatap Gian sejenak.
'Uhh.. dia unyu banget sih,' gerutunya dalam hati. Damian menggigit bibir bawahnya untuk menahan diri agar tidak menerjang Gian saat itu juga. Diambilnya napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan. Matanya kembali melirik Gian.
"Mmhh.. nyam.. nyam..."
Lalu, tiba-tiba dia menjambak rambutnya frustrasi. 'Mau gue bawa pulang! Argh!' teriaknya dalam hati.
'Drrtt! Drrtt!'
Damian mengacak rambutnya hingga berantakan. Lalu, mengambil ponselnya yang tadi bergetar. Oh, dari Bunda.
'Kamu kapan pulangnya? Buruan, nanti telat ke sekolah. Kamu belum ngapa-ngapain loh. Mandi belum, pake seragam belum, nyiapin buku belum, sarapan belum, kejebak macet belum. Ayo cepat pulang!'
Damian menekuk wajahnya. Bundanya kok tahu sih kalau dia sudah bangun? Ia pun menatap Gian lama. Lalu, melirik ponselnya. Eh?
'Ngga bisa bawa orangnya, bawa pulang fotonya pun jadi, kan? Muehehehehehe...'
*****
Setelah jepretan yang entah keberapa kali, barulah Damian keluar dari kamar Gian. Ketika akan melewati ruang keluarga, bisa ia lihat Devan yang sedang menonton televisi sambil menaik-turunkan barbel dengan sebelah tangan di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Boy [SELESAI] ✔
Romance"Kalo Mian mau cari orang lain ngga masalah. Aku sadar diri kok." . . "Gue nerima apapun keadaan lo, Gi. Ngga ada orang lain yang bisa ngegantiin lo di hati gue." ---- Cover di atas dibuat oleh @baekfii CERITA INI MERUPAKAN HASIL REVISI. PUBLIKASI A...