Gian mengeratkan pelukannya pada tubuh yang lebih besar darinya itu. Hidung, ia benamkan di pundak. Menghirup harum parfum yang melekat, bercampur dengan bau sabun yang Damian pakai. Kepala bagian belakangnya, diusap dengan lembut.
"Kangen," gumam Gian entah untuk yang keberapa kali. Ia menggesekkan hidungnya di pundak itu. Lalu, memutuskan untuk menyandar di sana.
Damian mendorong pelan tubuh kurus Gian. Membuat yang didorong merengek karena tidak ingin melepas pelukan.
"Bentar dulu," ujar Damian. Ia beranjak dari tepi ranjang, menjadi lebih ke tengah. Punggungnya ia sandarkan ke headboard. Lalu, dengan lembut, tangannya menuntun Gian untuk duduk di atas pangkuannya.
"Kaki Mian udah gapapa?" tanya Gian pelan. Kedua tangannya melingkar longgar di pinggang Damian. Kepalanya kembali menyandar di bahu.
Si besar itu mengecup pundak Gian lembut, "Gapapa. Gue udah bisa jalan tanpa kruk sekarang," telapak tangannya yang lebar, mengusap punggung kecil Gian.
Jantungnya berdenyut sakit saat melihat kekasihnya ini semakin kurus.
"Lo udah makan?" tanya Damian lembut.
Gian menggeleng.
"Yuk, makan. Lo pengen makan apa?"
"Aku lagi ngga pengen makan."
Damian sungguh tidak menyangka, akan menemukan saat dimana seorang pemakan segalanya seperti Gian, tidak ingin memakan apapun. Dan ini sudah terjadi sejak kecelakaan itu menimpa mereka. Sudah lumayan lama.
Tangan kiri Gian beralih meraba pakaian yang Damian kenakan. Bahannya lembut. Bahkan, terkesan licin. Helainya lumayan tipis. Damian tidak akan kepanasan jika memakai pakaian ini. Telapak tangannya berpindah dengan perlahan hingga menyentuh kerah. Telunjuk dan jempolnya menggesek pelan bagian itu. Lalu, kembali berpindah ke bagian tengah baju, di mana para kancing menjadi penahan agar tidak terbuka. Ini sebuah kemeja.
Gian menegakkan tubuhnya. Kedua mata, mengedip tanpa arti. Tangannya meraba tubuh itu. Mencoba untuk mengenal lebih dalam, seperti apa 'diri' Damian. Bahunya lebar. Dadanya bidang dan kokoh. Mungkin karena dia sering berkelahi, makanya otot tubuh miliknya bisa seperti ini.
Kedua tangannya meraba ke atas. Menyentuh kulit leher yang hangat. Lalu, rahang bawahnya. Gian masih ingat, Damian memiliki rahang yang tajam. Menambah kesan maskulin dan jantan untuknya. Kulit kuning langsat yang terlihat sehat. Bibir bawahnya lebih tebal dari yang atas. Hidung mancung yang telihat sombong. Manik cokelatnya yang tajam, dan alisnya yang tebal.
Tubuh Damian terkesan terlalu dewasa untuk anak seumuran ini.
Tangan Damian menangkup punggung tangan kanan Gian. Lalu, mengecup telapak tangan itu. Membuat si mungil dipangkuannya, tertawa kecil dengan menggemaskan. Damian tersenyum.
Ia menarik tubuh kurus itu agar jarak di antara mereka semakin dekat. Lalu, menggesekkan hidung satu sama lain. Gian kembali terkekeh.
Napas hangat Damian menyentuh wajahnya. Harum mint yang segar. Kedua tangan Gian yang berada di wajah Damian, turun dan melingkar di leher.
"Keberatan kalo gue cium?"
Helai rambutnya, dimainkan oleh Gian. Bibir itu masih membentuk seulas senyum tipis, dan semakin melebar ketika melihat kepala itu menggeleng.
"Kangen banget sama gue, ya?"
Pertanyaan tersebut dijawab dengan anggukkan cepat. Manis sekali. Bibir itu dikecup pelan. Hanya sekilas. Sekadar bergesekan saja. Tapi, itu cukup untuk membuat perut Gian terasa tergelitik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ma Boy [SELESAI] ✔
Romance"Kalo Mian mau cari orang lain ngga masalah. Aku sadar diri kok." . . "Gue nerima apapun keadaan lo, Gi. Ngga ada orang lain yang bisa ngegantiin lo di hati gue." ---- Cover di atas dibuat oleh @baekfii CERITA INI MERUPAKAN HASIL REVISI. PUBLIKASI A...