10. KONFLIK

653 64 2
                                    


"Aku marah padamu.

Aku mencibir tentang perbuatanmu.

Tapi, aku tidak pernah tahu.

Ketika kakiku melangkah pergi darimu

Ternyata aku akan menyesalinya."

.

.

.

Tidak ada yang berbeda dengan hari ini, sama seperti hari-hari sebelumnya. Riuh suara dari para murid, keadaan kelas yang sedikit bising akan berbagai suara mengobrol. Dan terik matahari yang menyorot masuk ke dalam kelas dari jendela-jendela kaca,penerangan alami yang menghangatkan kelas.

Nampak gadis berambut ikal yang kini diikat asal seperti biasa duduk di tempat ia duduk—pojok belakang kelas—dengan earphone terpasang di telinga yang tersambung dengan smartphone di tangan sang gadis. Suara sayup-sayup terdengar dari earphone memberitahu orang-orang yang mungkin dekat dengan sang gadis kalau volume suara itu cukup keras. Akan tetapi hal itu tidak membuat sang gadis terganggu, justru sengaja mengeraskan volume suara saat ia memainkan game agar tidak mendengar suara-suara sekitar.

Sudah satu minggu sejak kejadian pencurian Rena, dan gadis itu terlihat tidak memusingkannya. Justru cuek dengan sekitar terutama pria yang bahkan tidak menegurnya sejak hari itu. Dinding tak kasat mata nan tebal seolah kembali Rena buat, menjadikan dirinya seperti hantu yang tidak disadari oleh siapapun. Sejak hari itu Rena mendapatkan apa yang ia inginkan selama beberapa bulan terakhir, terhindar dari Herry. Pria itu tidak lagi mengikuti Rena, tak juga menyapa atau menggoda sang gadis seperti yang biasa pria itu lakukan sebelumnya. Semuanya terasa seolah kembali ke awal.

Saat jam kosong setelah istirahat siang, Rena pergi ke ruang guru dengan sebuah surat di tangan. Ia mencari keberadaan wali kelasnya—Bu Ratih—yang menjadi tujuannya datang ke ruangan tersebut. Beruntung karena yang dicari ada di meja kerjanya. Sedang memilah-milah tumpukan kertas yang entah apa isinya.

Tanpa ragu Rena berjalan ke meja wali kelasnya tersebut, dan mengucapkan salam sebagai sopan santun sebelum ia membicarakan hal serius. Setelah mendapatkan izin bicara dan diperkenankan duduk, Rena langsung mengatakan apa yang menjadi alasannya datang ke ruang guru.

"Jadi apa yang mau kamu omongin, Rena?" tanya Bu ratih dengan wajah ramah.

"Saya ingin mengundurkan diri dari OSIS. Sebelumnya saya minta maaf karena saya memang sepertinya tidak bisa mengikuti eskul yang tidak saya suka, saya cukup kesulitan karena hal itu. Dan juga semenjak saya masuk OSIS banyak pekerjaan yang dilimpahkan kepada saya walau itu bukan tugas saya. Karena itu banyak pelajran yang tidak bisa saya ikuti dan akibatnya nilai saya turun. Saya ingin keluar dari OSIS demi nilai-nilai saya karena tujuan saya setelah lulus dari sini saya ingin melanjutkan ke UI atau UGM," jelas Rena panjang lebar seraya menyerahkan surat pengunduran diri secara tidak langsung sebagai formalitas dan catatan nilai Rena selama satu semester terakhir sebagai bukti.

Beberapa saat Bu Ratih tidak menjawab, beliau memeriksa catatan nilai Rena baik dari yang Rena berikan atau arsip yang dimiliki oleh Bu Ratih sebagai wali kelas.

"Jadi anak-anak OSIS sering ngasih kamu kerjaan yang seharusnya mereka kerjakan? Karena itu kamu sering ketinggalan pelajaran?" tanya Bu Ratih untuk memastikan.

"Bisa dibilang seperti itu. Tapi saya harap Ibu tidak menyalahkan mereka, karena itu sepenuhnya kesalahan saya yang masuk ke OSIS tanpa pemilihan atau pelantikan. Lagi pula saya yang mungkin tidak bisa mengatur waktu. Jadi jangan tegur mereka atas ucapan saya barusan, saya nggak mau kalau mereka kehilangan semangat ngurus OSIS karena kena tegur," pinta Rena.

My Lovely HackerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang