17. DALAM SANGKAR

533 54 6
                                    


"Semua terasa menakutkan

saat kau tidak ada.

Seperti berjalan dalam kegelapan.

Dimana setiap saat aku berdoa.

Hanya satu doa yang sama;

Bahwa aku bisa bertemu denganmu lagi."

.

.

.

Panas cukup menyengat di luar, cahayanya menari-nari memenuhi setiap sudut yang sanggup dihinggapi. Halaman samping dengan pagar dinding, hanya segelintir orang yang melintas—orang-orang tak dikenal. Yang menarik dari halaman itu kecuali pagar dinding yang mencolok hanyalah jalan berpaping, rerumputan yang sengaja ditanam di pinggir dinding, dan sebuah pohon besar yang meneduhkan halaman tersebut dengan dahan-dahan yang menjorok keluar dinding.

Pemandangan sama yang selalu Rena lihat lebih dari satu minggu lalu, nyaris muak dengan apa yang selalu ia lihat karena hanya sejauh itu yang dapat matanya tangkap selain ruangan persegi yang tak kalah membosankan.

Setelah apa yang ia perbuat di perusahaan kemarin, sejak saat itu pula Rena tak dapat membuang rasa bersalahnya. Seakan ia telah melakukan dosa besar. Walau ia tahu kalau ini bukan yang ia inginkana atau yang ia harapkan, tetap saja rasa bersalah tidak bisa ia tepis begitu saja. Kantung mata yang tebal dan menghitam adalah bukti kalau ia telah melewatkan malam tanpa tidur, alasannya tentu saja karena memikirkan perbuatannya. Entah semua kegilaan ini akan berlangsung berapa lama lagi. Sebanyak apa kesalahan yang akan ia perbuat di luar keinginannnya? Rena hanya berharap kalau ia tidak akan mendapatkan hal yang lebih buruk lagi dibandingkan apa yang Dava perintahkan padanya kemarin.

Pintu yang terbuka membuat Rena menolehkan kepala. Matanya langsung memicing tajam ketika melihat Dava berdiri di ambang pintu.

"Kayaknya kamu masih memikirkan kejadian kemarin," tebak Dava, "tenang saja kamu akan terbiasa nanti. Sekarang ikut denganku."

Bisa Rena lihat Dava melenggang pergi tanpa menutup pintu, berbalik sekali untuk memastikan kalau Rena ikut dengannya. Seolah ada pilihan lain saja untuk Rena sejak ia dibawa ke rumah ini.

Mata Rena nanar dengan sekitar, memandang setiap sudut rumah dengan intens. Satu minggu ia berada di bangunan besar ini tapi ia menyangka kalau tinggal di rumah besar nan elit. Tentu saja di rumah semewah ini orang tidak akan curiga kalau ada seroang gadis yang sedang diculik. Rena tidak bisa menahan decihannya saat melihat cukup banyak pintu yang bisa mengarah kemana saja, tidak tahu pintu mana yang bisa membawanya keluar dari rumah ini. Dan semakin kesal melihat ada cukup banyak pria yang berjaga, jelas Dava tidak akan pernah memberi celah sedikitpun untuk Rena melarikan diri. Pria menakutkan.

Dava membuka sebuah pintu kayu, berdiri dengan menatap Rena agar gadis itu masuk ke sana. Jujur saja Rena merasa cukup takut ketika tahu ia dibawa ke ruangan lain yang ia tidak tahu apa isinya.

Namun ketakutan itu berubah menjadi rasa penasaran saat ia melihat ruangan penuh dengan perangkat keras—komputer hingga server. Ada beberapa pria di sana entah sedang melakukan apa di depan komputer.

Mata Rena sibuk melihat kegiatan para pria yang nampak serius melakukan sesuatu, sampai Rena sempat menahan napas ketika tahu apa yang para pria-pria itu lakukan.

My Lovely HackerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang