13. TELEPON

552 54 2
                                    


"Bagai daun yang tertelan ombak.

Aku tidak tahu dimana dirimu.

Kau menghilang menuju samudera

Di saat aku hanya sanggup

Berdiri di tepi pantai.

Mencarimu dalam lautan landai."

.

.

.

Ruangan megah, sebuah aula besar yang dihadiri oleh orang-orang dengan kekuasaan yang tidak bisa dibilang kecil. Lampu kristal besar yang menggantung sepanjang langit-langit ruangan, serta dekorasi meja hingga ke setiap sudutnya benar-benar membuat orang kelas menengah yang masuk ke sana akan merasa minder. Bagimana tidak, maksud dari orang-orang yang berkuasa di sini berarti benar-benar memiliki kekuasan. Orang-orang kaya dari berbagai bidang perbisnisan yang memiliki perusahaan ternama ada di ruangan itu, membuat atmosfer yang terasa cukup berat.

Hebatnya, Satria ada di antara orang-orang itu. Berbaur dengan mudah bersama orang yang rata-rata adalah bukan dari tanah kelahirannya.

Sudah satu bulan Satria berada di Chicago setelah ia menetap beberapa hari di New York bersama dengan atasannya—ayah Herry. Bukan untuk liburan atau sekedar mengikuti sang atasan hingga ia bisa berada di ruangan itu, melainkan karena pekerjaannya sebagai programer terpercaya yang ayah Herry bawa dari Indonesia untuk bertemu dengan partner bisnis yang juga membawa beberapa programer seperti Satria.

Satria datang ke Amerika bukan hanya sebagai bawahan dari ayah Herry melainkan untuk memerkenalkan sistem pertahanan baru buatan dirinya dan beberapa orang yang juga hadir di sana kepada para pemilik perusahan besar—khususnya perusahaan asing yang jauh lebih memiliki alasan kuat memakai sistem pertahanan untuk perusahaannya dibandingkan dengan negara asal Satria. Presentasi yang ia bawakan bersama tim yang Satria bawa pun sukses besar. Banyak respon positif yang mengalir untuk dirinya dan juga timnya. Bahkan ayah Herry pun tak bisa menahan diri untuk tidak memuji para pekerjanya yang telah bekerja keras menyelesaikan sistem pertahanan itu selama satu tahun belakangan setelah berbagai kegagalan yang dialami.

"Pak Hendra?" Satria berbalik ketika seseorang menepuk pundaknya saat ia sedang bicara dengan programer asing asal San Fransisco.

"Kerja bagus, Satria. Setelah acara ini besok kita sudah bisa pulang kembali ke Indonesia. Mereka akan menghubungi kita atau mungkin datang langsung ke Jakarta untuk membicarakan soal ini," kata Pak Hendra—ayah Herry.

"Baik, terima kasih juga atas bantuannya beberapa hari ini, Pak," kata Satria.

"Kau terlalu formal seperti biasa, santai saja," Pak Hendra tertawa kecil melihat bawahannya satu itu masih terlalu kaku padahal sudah bekerja padanya cukup lama. "Acara sudah selesai, sebaiknya kita kembali ke hotel dan istirahat. Kita akan ke bandara pagi-pagi," lanjutnya.

Satria hanya mengikuti apa yang atasannya perintahkan. Lagi pula ia memang butuh istirahat cukup malam ini setelah banyak begadang demi kelancaran acara besar yang telah berhasil ia lewati tanpa masalah.

Sekembalinya ke hotel, Satria langsung memanjakan dirinya dengan mandi. Membiarkan tubuhnya merasakan air hangat yang membantunya melepaskan segala kepenatan selama berminggu-minggu. Mimpi besarnya sudah berada dalam genggaman, tinggal menjalankannya dan melangkah ke mimpi yang lebih tinggi lagi. Impian menjadi programer handal dan membuat sebuah sistem baru yang hanya dimiliki olehnya dan tak dapat dengan mudah ditiru oleh orang lain.

My Lovely HackerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang