18. PESAN

474 52 3
                                    


"Langit tahu betapa bahagianya diriku.

Hanya pesan singkat darimu,

menghujani kerinduanku akan hadirmu.

Pesan yang membuatku lega,

bahwa kau baik-baik saja."

.

.

.

Satria duduk tenang di sebuah cafe, di samping jendela kaca besar yang menghadap langsung ke jalanan. Sudah tiga tidak puluh menit Satria di sana, diam memandangi orang-orang melintas di sekitar cafe. Tak ada semangat yang terlihat di wajahnya, pandangannya setengah kosong ketika ia melihat ke luar sana. Mungkin ada bersit dalam hati berharap kalau orang yang ia cari selama lebih dari satu minggu ini akan terlihat di antara orang-orang yang berlalu-lalang. Harapan konyol yang tidak mungkin terjadi karena kebetulan seperti itu hanya ada dalam film.

Bosan dengan memandangi orang-orang yang melintas, Satria ngambil smartphone yang tergeletak di depannya. Ia membuka menu galeri untuk melihat foto-foto yang tersimpan di sana, tepatnya hanya melihat satu foto.

"Dimana kamu, Rena? Kakak harap kamu baik-baik aja," gumam Satria dengan air muka yang menunjukan rasa sedih nan kental.

Ibu jari Satria terus mengusap foto sang adik yang cukup konyol ketika sedang makan, diambil diam-diam tanpa adiknya tahu. Senyum tipis merekah di wajah Satria, terlalu lirih untuk dibilang sebuah senyum. Jelas sekali kalau kata 'rindu' yang bersarang dalam otaknya tidaklah main-main. Memberitahu siapapun yang melihatnya betapa Satria begitu merindukan sang adik yang entah dimana. Usaha untuk menemukan Rena belum juga membuahkan hasil, membuat Satria semakin larut dalam buaian frustrasi.

"Dia pasti baik-baik aja. Rena bukan cewek yang lemah." Sebuah suara membuat Satria keluar dari pikirannya, melihat pemilik sumber suara.

"Dia memang bukan cewek lemah, tapi tetap aja adik gue, Brian," sahut Satria saat ia tahu kalau orang yang ditunggu sedari tadi telah datang.

"Ngeliat lo sampe begini kayak bukan adik yang hilang tapi istri. Pantes aja lo belum nikah juga sampe sekarang," olok Brian seraya mengangkat tangan untuk memanggil pelayan.

"Kayak lo udah nikah aja. Lagian udah seharusnya gue khawatir, Rena satu-satunya keluarga yang gue punya. Gue udah ngejaga dia dari masih kecil banget. Belum pernah kepisah sampe selama ini apalagi pisah karena dia diculik. Menurut lo apa yang gue rasa sebulan nggak ketemu karena kerjaan pas pulang justru dia diculik, sampe sekarang gue nggak tahu dia ada dimana atau apa dia baik-baik saja," cerocos Satria mengeluarkan segala kegundahan hati yang membuatnya sering sekali mengeluarkan ekpsresi sendu, seperti sekarang.

"Apa lo udah dapet semua rekaman CCTV-nya?" tanya Brian setelah ia memesan pada pelayan yang datang.

"Udah. Gue udah dapet semua rekaman yang dibutuhin. Mungkin kalau lo bukan temen gue, pasti gue udah ditangkap karena hack banyak CCTV," kata Satria tersenyum lebar membayangkan ia tertangkap oleh temannya sendiri karena kelakuannya.

"Mungkin kalau lo kambuh ngerusuhin gue, bisa gue pake alesan kali ini untuk menjarain lo," olok Brian.

"Sialan lo." Satria tertawa kecil mendengar lelucon temannya.

"Gue tahu lo khawatir sama Rena, tapi jangan maksain diri untuk nonton semua rekaman itu sampe nggak istirahat sama sekali. Kayak mana juga gue butuh lo untuk nemuin Rena, jadi jangan sampe lo drop," Brian mengingatkan karena ia tahu seperti apa kebiasaan temannya.

My Lovely HackerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang