Part 13

18 3 0
                                    


Raga Yura memang berada di dalam kelas, mengikuti pelajaran Matematika dengan khidmat seperti teman-temannya yang lain. Namun berbeda dengan jiwanya, jiwa Yura melayang kepada setiap peristiwa menyakitkan yang dia alami karna perbuatan Daffa.

Yura berpikir kenapa Tuhan mempertemukan Yura dan Daffa kala itu di UKS ? Kenapa harus ada peristiwa dimana Daffa bersandar di bahu Yura ?.

Semua itu pasti memiliki arti tersendiri selain penderitaan yang selalu Yura terima setelahnya.

Yura selalu percaya akan rencana indah Tuhan untuknya, maka dari itu sempat terbersit keinginan dalam hati Yura untuk kembali berjuang untuk Daffa.

Tapi apa Yura mampu menerima kecaman dari banyak pihak yang mengatakan bahwa Yura 'tidak tahu malu' ?.

Haruskah Yura kembali berjuang atau melepaskan sesuatu yang bahkan belum sempat dia dapatkan ?

Daffa
Nama itu selalu terngiang di otaknya setiap malam, dikala sepi, dibawah gemuruh hujan, dan didalam ketenangan aroma petrichor.

Di dalam khidmatnya Yura melamun, tiba-tiba Yura tersadar karna tepukan bahu seseorang.

"Yur"
"Yura, lo ngga pulang?" Tanya Wulan yang duduk disampingnya.

"Hah? Pulang?" Ucap Yura bingung.
Setau Yura, tadi dia baru saja masuk ke dalam kelas dan memperhatikan pelajaran trigonometri lanjut bu Adel.

Namun saat dia mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kelas, semuanya kosong. Sudah tidak ada satupun orang kecuali Wulan yang masih setia disampingnya.

"Yura! Are you okay?" Tanya Wulan lagi.

"Ngga papa ko Lan, kamu kenapa belum pulang?" Tanya Yura

Wulan mendelikan matanya, gemas akan pertanyaan Yura.

"Kalo tadi gue pulang, mungkin lo bakalan ada disini sampe malem Yur" Jawab Wulan

"Ck. Duh yaampun, kamu baik banget. Makasih ya Lan udah nungguin aku ngelamun" Ucap Yura disertai cengiran di akhir kalimatnya.

"Yura, please jangan bilang sama gue kalo lo mikirin Daffa lagi" Ucap Wulan

Mendengar hal itu yang Yura lakukan hanyalah menundukkan kepalanya lemas, Yura juga bingung dengan apa yang terjadi pada hati dan pikirannya.

Sudah berkali-kali otaknya mengingatkan untuk membuang jauh sosok Daffa, namun apa boleh buat jika hatinya tak mengizinkan ?.

Hati memang benar-benar segumpal daging yang ajaib, karna jika sekali dia mencintai sudah berakali di sakiti pun ia tak akan berhenti.

Wulan yang mengerti kontan menghembuskan nafas pasrah

"Yaudah ayok pulang" ajak Wulan

Yura mengangguk lemas, membereskan buku dan alat tulisnya, memasukkannya ke dalam tas lalu menyambut uluran tangan Wulan untuk segera meninggalkan sekolah.

***

Afkar, Daffa, dan Jonath keluar dari kelas mereka bersamaan. Berjalan ditengah keramaian koridor dan menjadi pusat perhatian. Mereka sudah terbiasa dengan hal yang demikian, semua orang menatap mereka dengan tatapan memuja.

"Dap, gua sama Afkar main kerumah lo ya ? Afkar bilang dia mau numpang makan" Ucap Jonath kepada Daffa

Mendengar hal itu Afkar kontan menoyor kepala Jonath

"Heh Jojon bin Suep, elu kenapa jadi mengkambing hitam kan gua ? Kan yang mao numpang makan di rumah si Dapa elu!!" Ucap Afkar geram.

"Kambing lo kar, nama baba gua bukan Suep!!" Ucap Jonath yang geram.

"Ck. Nama baba lo kan Frans Sueff. Ngga salah dong kalo gua manggil nya suep?" Balas Afkar

"Terseraaaah kar terserah. Semerdeka elu dah" Ucap Jonath mengalah

"Jadi gimana Dap? Gua sama Jojon boleh kan maen?" Tanya Afkar sekali lagi.

Karna sejak tadi yang Daffa lakukan hanyalah menyimak tingkah laku konyol Jonath dan Afkar.

Tidak biasanya Daffa seperti itu.

"Boleh. Si Surya juga lagi di Dubai sama cabe cabeannya" Ucap Daffa santai.

"Kuda lu Dap maen Surya Surya aja. Baba lu itu, sopan dikit ngapah" Ucap Afkar dengan aksen betawi nya yang sangat kental.

"Ck. Bodo amat, orangnya ngga ada ini" balas Daffa cuek

Mereka bertiga pun menghampiri kendaraan masing-masing lalu melesat menuju kediaman Daffa.

DARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang