Bandara Internasional Incheon, 2022
Sepasang mata Jung Daisy menatap nanar ke arah orang-orang yang sibuk berlalu lalang di tengah ramainya Incheon Airport. Dia tidak pernah menyangka dia akan kembali menginjakkan kaki di negara yang sudah dia tinggalkan sejak empat tahun yang lalu itu. Enggan rasanya Daisy untuk kembali, namun keadaan memaksanya.
Daisy lantas mengerjap.
Tidak banyak yang berubah.
Orang-orang masih sibuk dengan urusan masing-masing tanpa memedulikan keadaan di sekitar mereka, larut oleh ponsel di tangan. Tatapan aneh orang-orang padanya juga tetap sama hanya karena rambutnya yang kecoklatan dan iris biru yang begitu mencolok. Tanpa sadar Daisy tertawa hambar. Ya, semuanya memang masih sama.
Bahkan, hati yang dia tinggalkan di negara ini juga masih tetap sama—usang lagi berdebu, dan Daisy tidak berniat untuk mengambilnya kembali.Daisy tidak datang sendirian. Di sampingnya berjongkok seorang pria kaukasian dengan tubuh tinggi menjulang yang tengah asyik memeriksa keadaan koper mereka, memastikan bahwa tidak ada yang rusak selama 11 jam 30 menit perjalanan dari Bern ke Incheon. Daisy membiarkan saja apa yang dilakukan pria itu tanpa perlu repot menegurnya, karena Daisy tahu, perkataannya hanya akan dianggap angin lalu mengingat betapa cerewetnya orang itu.
"Daize."
Daisy menoleh ketika Theo memanggilnya. Sebelah alisnya terangkat. "Ja?" (Ya?)
"Are you alright?"
"Yes?" jawab Daisy dengan nada bertanya yang sukses membuat Theo mencibir.
Theo tidak bertanya lebih lanjut, namun dia tahu bahwa Daisy tidak sedang baik-baik saja. Gadis itu boleh saja membohongi satu dunia, tapi tidak dengan Theo. Theo terlalu mengenal Daisy.
"You're lying again, Daize," gumamnya pelan. Theo lantas kembali mengalihkan tatapan ke kopernya. Awalnya Daisy biasa saja, namun, posisi mereka yang berada di Arrival Hall membuat mereka menjadi pusat perhatian banyak orang. Daisy menjadi terusik oleh tatapan-tatapan yang terang-terangan diarahkan kepadanya dan pria di sampingnya itu. Sangat mengganggu.
"Komm, Theo, jetzt reichts aber!" (Okay, Theo, itu sudah cukup!) seru Daisy setengah berbisik pada Theo. Theo hanya mendelik sebentar ke arah Daisy lalu kembali melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda—membuka kopernya yang teronggok di lantai, membuat penumpang lain yang lewat harus menyingkir karena jalan mereka terhalang laki-laki itu. Theo memang sedikit tidak waras. "Theo!" seru Daisy lagi.
"Sei doch still, Daize," (Diamlah, Daize) balas Theo, mencibir. "What if one of our belongings is gone?"
"Oh, Gott!" (Ya Tuhan!) Daisy berdesis dengan aksen Jerman-nya yang aneh. "Lächerlich (Jangan konyol), Theo. That's impossible. Just let's get out of here. Seulyoon texted me that she's already in the parking lot." setelah mengatakan itu, Daisy langsung saja menarik kopernya dan beranjak meninggalkan Theo sendirian.
Theo tersentak. Bergegas dia menutup kopernya, berlari menyusul Daisy yang sudah berjarak cukup jauh."Daisy! Warte auf mich!" (Tunggu aku!)
Daisy berhenti. Dia berbalik, menatap Theo dengan tatapan garang. "Dalli, dalli!" (Cepatlah!) ucapnya.
"Schon gut, ich komme ja!" (Iya, iya, ini aku datang!)
"Menyebalkan." Daisy mengembuskan napasnya dengan berat sambil terus berjalan. Teriakan Theo barusan sukses membuat Daisy ingin melemparkan pria itu ke tengah jalur lepas landas pesawat.
Verdammt (sial), Theo. Kau semakin membuat kita kembali menjadi pusat perhatian, batin gadis berumur 25 tahun itu.
Daisy menyesali keputusannya untuk mengijinkan Theo datang ke Seoul bersamanya. Seharusnya, Daisy tetap menolak keinginan Theo meskipun pria itu merengek-rengek seperti bayi yang tidak diberikan asi oleh ibunya.
Mereka memasuki pelataran parkir dan Daisy langsung saja menarik tangan Theo mendekati sebuah mobil Audi berwarna hitam yang tampak mirip dengan mobil lain di sekitarnya.
"Seulyoon-ah," kata Daisy, memeluk seorang gadis Korea yang berdiri di samping mobil tersebut.
"Aku merindukanmu, Bodoh!" Seulyoon terisak, balas memeluk Daisy. "Kenapa baru sekarang kau kembali? Apa kau harus menunggu Nenek sakit dahulu baru berniat untuk datang menemui keluargamu, eoh?"
Daisy tersenyum tipis, mendorong tubuh Seulyoon dan melepaskan pelukan mereka. "Kau yang memaksaku kembali. Dan kau menangis? Yang benar saja. Jung Seulyoon yang kukenal bukanlah Jung Seulyoon yang cengeng."
"Kau pikir waktu tidak mengubah seseorang? Lihat dirimu, kau begitu kurus. Aku curiga di sana kau tidak makan dengan benar."
"Aku diet."
"Diet atau stres karena memikirkan orang itu?"
Daisy mendengus. "Jangan bahas masalah itu, Seulyoon. Aku muak."
Seulyoon memutar bola matanya dengan malas. Tangisnya sudah menghilang tak bersisa. "Benarkah? Ya ampun, Sepupu, kau terus lari dari masalah yang bahkan tidak nyata. Sudah saatnya kau melupakan dia. Kejadian itu empat tahun lalu, kukira kau sudah menyembuhkan hatimu."
"Seulyoon, not again," desis Daisy garang.
Rasa sesak itu kembali menghampirinya tanpa permisi. Ingatan akan kejadian menyakitkan empat tahun lalu di sini, di negara tempat dia dilahirkan, kembali berputar di kepalanya. Tetapi—ah, tidak, Daisy menggelengkan kepalanya. Dia datang ke Seoul untuk menjenguk neneknya yang kritis, bukan untuk kembali menetap dan membuka luka lama.
"Sudahlah. Aku tidak ingin membahasnya," tukas Daisy akhirnya. Tangannya yang bebas menarik Theo—yang sedari tadi hanya mendengarkan dalam diam—untuk mendekat. "Perkenalkan, dia Theodore Zercher, tetangga sekaligus sahabatku di Bern. Theo, this is my cousin, Seulyoon Jung."
Theo menyengir. "Guten Tag. Just call me Theo. Nice to meet you."
"Jung Seulyoon, Daisy's cousin."
"You are really beautiful. Daisy never told me she has an angel cousin like you."
Daisy refleks melotot. Selalu, Theo dengan mulutnya yang senang mengeluarkan pujian-pujian pada wanita cantik yang dia temui.
"That's enough," cetus Daisy akhirnya. "Sekarang, ayo kita pergi. Aku tidak ingin berlama-lama di sini."
"Kau mulai menyebalkan lagi, Daisy."
"Am I? Kau ingin aku ke dalam dan memesan tiket ke Bern saat ini juga, Seulyoon?"
"Jahat sekali."
to be continued
→←
←→
Published September 21, 2018
All das Beste zum Geburtstag, Jongdae!
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim Jongdae
Fanfiction[SELESAI] ❝Tentang dia yang terus berlari tanpa henti.❞ Abience, a Kim Jongdae Fanfiction © Jeybenedict, 2018