"Dia Chendelier."
"Huh?" Chanyeol menautkan alisnya ke arah Jongdae yang tiba-tiba masuk ke kamarnya. Jangan lupakan fakta bahwa pria itu tidak mengetuk pintu terlebih dahulu. Chanyeol sampai harus menjeda game yang dia mainkan di laptop yang berada di pangkuannya kala melihat raut wajah sendu Jongdae. "Ada apa dengan wajah jelekmu itu?"
Jongdae mendesah, membaringkan dirinya di samping Chanyeol yang kini kembali fokus melanjutkan kegiatannya. "Kau ingat soal gadis yang kuceritakan waktu itu?"
"Yang kau bilang membencimu itu?" balas Chanyeol tanpa pikir panjang, juga tanpa menoleh, mengingat Jongdae jarang sekali membicarakan soal wanita dengannya kecuali soal ibunya Ahrin dan seorang gadis yang katanya membenci Jongdae setengah mati. "Ada apa dengannya? Kenapa kau tiba-tiba membicarakannya? Kau bertemu dia lagi atau bagaimana?" tanyanya lagi, beberapa kali mendesis kala dia melakukan kesalahan kecil yang berpotensi membuatnya kalah. Namun, gerakan jemari panjangnya di atas keyboard perlahan berhenti kala dia menyadari sesuatu. Chanyeol sontak memindahkan laptopnya ke atas nakas di samping kasur, tidak peduli jika karakter game-nya bisa mati. Sahabatnya lebih penting saat ini. "Jongdae-yah, jangan bilang kalau sepupu Soojung itu orangnya?" Melihat Jongdae yang hanya menatap kosong langit-langit kamar membuat Chanyeol semakin yakin bahwa dugaannya benar. "What the fuck, Kim Jongdae? Apa kau pernah menyelamatkan sebuah negara di masa lalu hingga anak seorang konglemerat bisa mengenalmu?!"
Jongdae bergeming. Pukulan Chanyeol yang mendarat di bahunya tidak dia hiraukan. "Dia Chendelier."
"Chendelier siapa? Seingatku namanya Daisy atau apalah yang artinya bunga. Astaga, jika dia bukan anak salah satu orang terkaya di Korea Selatan, aku pasti akan menjadikannya kekasihku dengan wajah cantiknya itu. Aku cukup tahu diri untuk tidak bermimpi bersanding dengannya tidak peduli seberapa populernya diriku."
"Kau pikir begitu?" respon Jongdae, memiringkan kepalanya agar dia dapat melakukan kontak mata dengan pria berambut biru itu.
"Kau pikir Jongin tidak merasakan itu ketika dia bersama Soojung? Aku rasa rasa tidak percaya diri Jongin juga salah satu penyebab mengapa mereka berakhir. Junmyeon Hyung saja setahuku harus diyakinkan beberapa kali oleh Soojung bahwa mereka pantas untuk satu sama lain."
"Tapi Daisy adalah Chendelier," gumam Jongdae lagi. "Aku yang bukan siapa-siapa ternyata disukai olehnya."
"Sia--"
"Dia Chendelier, Chanyeol."
"YA TUHAN, AKU BERSUMPAH AKAN MENENDANGMU KE NEPTUNUS JIKA KAU SEKALI LAGI MENGATAKAN CHENDELIER TAPI TIDAK MEMBERITAHUKU SIAPA ITU!" Chanyeol berteriak frustrasi seraya menendang paha Jongdae. Aksinya membuahkan hasil. Jongdae perlahan mengubah posisinya menjadi duduk hingga mereka kini berhadapan. Chanyeol melotot. "Dari perkataanmu aku mengerti bahwa Daisy adalah Chendelier tapi siapa itu Chendelier di hidupmu, Bodoh?!"
"Kau ingat seorang penggemar yang selalu memakai masker setiap kali menghadiri fansign kita?"
"Huh?" Chanyeol mengerutkan keningnya. "Oh, yang berambut pirang itu, kan? Yang cantik itu?"
"Yak, bagaimana kau bisa tahu dia cantik?" Jongdae balas memukul Chanyeol. "Bahkan tidak ada yang tahu bagaimana wajahnya dan kau langsung menyimpulkan kalau dia cantik."
Chanyeol memutar bola matanya, jengkel. "Kau pikir selembar kain yang menutupi setengah wajahnya cukup untuk menyembunyikan paras cantik itu? Dari mata dan rambutnya saja aku bisa tahu bahwa dia mempunyai wajah menawan. Belum lagi pakaiannya yang selalu Chanel, Gucci. Hah, dia bahkan pernah menghadiahiku topi Balenciaga edisi terbatas kala fansign Kokobop."
![](https://img.wattpad.com/cover/159102297-288-k947053.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim Jongdae
Fiksi Penggemar[SELESAI] ❝Tentang dia yang terus berlari tanpa henti.❞ Abience, a Kim Jongdae Fanfiction © Jeybenedict, 2018