zwanzig

266 34 16
                                    

"Bagaimana? Enak?"

Daisy ingin sekali menjawab dengan "aku benci bahwa lidah dan perutku harus mengakui bahwa pancake buatanmu lebih baik daripada buatan Theo" dan berencana meminta pancake lagi, tetapi dia memilih untuk memandang Jongdae sebentar--tepatnya menyipitkan mata sengit--sebelum kembali memfokuskan perhatiannya pada makanan yang tersisa setengah di atas piring di hadapannya.

"Aku akan menganggap itu sebagai 'iya'," balas Jongdae, tersenyum lebar. Meskipun ada kecelakaan kecil ketika dia hendak menuang madu--menumpahkan setengah botol cairan itu ke atas pantry and lantai, misalnya--melihat Daisy melahap pancake buatannya hingga hampir habis memberikan kepuasan sendiri bagi Jongdae. Jongdae berjanji pada dirinya sendiri untuk membelikan Kyungsoo hadiah karena nyatanya dia belajar membuat pancake dari pria berkacamata tersebut. "Bukannya aku memuji diriku sendiri, tetapi pancake ini cukup enak, kau tahu."

Daisy menancapkan garpunya dengan sadis ke atas pancake sebagai respon, membuat Jongdae berjengit ngeri di kursinya.

"Kapan kau akan pergi?" tanya Daisy, terdengar enggan, ketika untuk kesekian kalinya keheningan menyelimuti mereka. Pancake di atas piringnya sudah habis, menyisakan rasa manis madu di lidahnya yang melekat meskipun dia sudah meminum air sebanyak satu gelas penuh. "Kehadiranmu di rumahku tidak diharapkan untuk waktu lebih lama lagi," katanya lagi ketika Jongdae tidak kunjung menjawab, sibuk mengunyah makanannya.

Jongdae meraih gelas di hadapannya, meneguk sebentar sebelum memandang Daisy. "Bagaimana kabarmu?"

Daisy terkekeh sinis. "Aku rasa kita tidak sedekat itu untuk menanyakan kabar satu sama lain."

"Oh ya?" Jongdae memiringkan kepalanya. "Lalu aku ini siapa bagimu?"

"Kau hanyalah teman dari seorang teman."

Kali ini Jongdae tertawa, dan Daisy tidak tahu bagian mana dari perkataannya barusan yang terdengar lucu di telinga pria itu. "Kau tahu," ujar Jongdae, "untuk seseorang yang membenciku setengah mati, kau cukup buruk untuk konsisten soal posisiku di dalam hidupmu."

"Aku tidak punya waktu omong kosongmu, Kim Jongdae." Daisy mendorong kursinya, berdiri. Berada di dalam satu ruangan dengan Jongdae, duduk berhadapan, membuatnya sesak. Terapinya dengan Theo cukup membantu, tetapi tetap tidak menghilangkan reaksi negatif dari tubuhnya setiap kali berada di dekat Jongdae. Jantungnya tetap berdegup keras dan tangannya basah oleh keringat. "Sekarang aku minta kau tinggalkan rumahku. Urusan kita sudah selesai. Jika kita bertemu lagi, berpura-puralah kau dan aku tidak saling mengenal. Aku akan melakukan hal yang sama."

"Kau tidak bisa mengusirku begitu saja. Aku ingin berada di sini, bersamamu."

"Kau tidak punya hak untuk melakukan itu!" Pekik Daisy, mulai hilang kendali. Persetan jika suaranya terdengar hingga ke jalan. "Sebenarnya apa maumu, Kim Jongdae?! Kau tidak puas sudah menghancurkan hidupku setelah berbohong pada seluruh dunia?!"

"Daisy, bukan begitu maksudku." suara Jongdae melembut. Dengan pelan dia menghampiri wanita yang bersikap begitu defensif di hadapannya. Dia masih membiasakan diri soal emosi Daisy yang bisa berubah-ubah dalam kedipan mata. "Tidak kah kau lelah memusuhiku untuk alasan yang sebenarnya tidak masuk akal?"

"Tidak masuk akal katamu?!"

Jongdae mengangguk, menghitung langkahnya dengan hati-hati agar Daisy tidak melakukan sesuatu yang dapat melukai dirinya sendiri. "Daisy," katanya, "aku mengerti sebagai seorang penggemar, kau terluka karena kehidupanku di belakang panggung tidak seperti apa yang selama ini kau lihat." mata Daisy sudah memerah dan berkaca-kaca, tetapi dia tidak lari ataupun roboh, hanya tersentak ke belakang, ketika Jongdae meletakkan kedua tangannya di atas bahu wanita itu dan meremasnya pelan. "Tetapi aku juga sama sepertimu, Daisy. Aku juga manusia yang menginginkan privasi tanpa kamera yang mengikuti kemana pun aku pergi. Iya, aku tahu berbohong padamu, juga pada penggemarku, soal eksistensi Ahrin adalah kesalahan, tetapi aku tidak pernah menyesal. Untuk sekali saja aku ingin menjadi egois dan mengejar kebahagiaanku tanpa perlu memusingkan apa yang orang lain pikirkan. Ahrin adalah salah satu hal yang paling kusyukuri di dalam hidupku. Aku tidak pernah menyesal memilikinya, Daisy. Tidak pernah."

Amarah Daisy semakin memuncak. "Kau kacang yang melupakan kulitnya. Tanpa penggemarmu, kau bukanlah apa-apa," desisnya. Tubuhnya bergetar hebat hingga Jongdae harus mencengkeram bahunya dengan kuat. "Kau tidak tahu diri."

Jongdae mendengar hatinya sendiri patah. Perkataan Daisy begitu menusuk, seperti mata pisau tajam baru saja diarahkan tepat ke dadanya. "Aku tahu," balasnya lirih. "Dan aku minta maaf karena sudah tanpa sengaja melukaimu, membuatmu menderita meskipun aku tidak pernah ingin menyakiti siapapun ketika aku hanya ingin bahagia. Aku hanya ingin bahagia, Daisy. Itu saja. Mengapa rasanya begitu sulit?"

Aku hanya ingin bahagia. Itu saja. Mengapa rasanya begitu sulit?

Jongdae hanya ingin bahagia. Itu saja.

Seperti sebelum-sebelumnya, Daisy kembali mendapati tangisnya pecah. Ya Tuhan, dia merasa bodoh. Sudah berapa kali dia menangis karena pria di hadapannya itu? Sudah berapa kali hatinya terasa diremas tanpa ampun karena pria itu? Dia juga merasa marah, anehnya pada dirinya sendiri, karena nyatanya dia tahu jika Jongdae benar. Pria itu juga berhak bahagia. Terlepas dari pekerjaannya sebagai publik figur, Jongdae juga manusia yang membutuhkan kasih sayang secara personal, bukan dengan jutaan penggemar di luar sana yang rela melakukan apapun demi dirinya.

Tangisnya semakin keras. Dia hampir jatuh terduduk bila saja Jongdae tidak segera meraih tubuhnya.

Ya Tuhan, rasanya Daisy ingin mati saja. Selama ini dia terlalu egois. Dia terlalu buta.

Bukan salah Jongdae bila dia memiliki kekasih dan buah hati.

Bukan salah Jongdae ketika Daisy terlalu mendedikasikan dirinya sebagai seorang penggemar hingga tidak peka perihal pernikahan kedua orangtuanya yang di ujung tanduk.

Bukan salah Jongdae kala malam itu Daisy merasa dunianya hancur, lalu mengurung diri di kamar tanpa mempedulikan kedua orangtuanya yang bertengkar hebat di ruang keluarga.

Bukan salah Jongdae ketika Daisy terlalu sibuk merasa terkhianati hingga tidak menyadari bahwa papanya pergi dari rumah seraya membawa koper besar.

Bukan salah Jongdae ketika esok siangnya Daisy menemukan mamanya bersimbah darah di dapur dengan luka sayat menganga di pergelangan tangan.

Bukan salah Jongdae kala dunia Daisy jungkir balik dalam semalam.

Benar, ini semua bukan salah pria itu. Dari awal hingga sekarang, ini semua memang salahnya.

It's not you who's been hurting me all this time. It's just me and my own expectations. I am sorry. Jongdae, I am truly sorry. Please forgive me.

~to be continued~

》《

GUESS WHO IS BACK!! (me laughing in embarrassement because I SAID I WOULDN'T HAVE COME BACK SOON but the reality says otherwise duh)

Chapter ini pendek tapi krusial banget. Finally Jongdae managed to knock some sense into Daisy's head lol

Sebenernya ini adalah inti dari Abience; Chasing Daisy. Apa yang Jongdae bilang itu bener. They are human being before idol. They deserve to be happy. Mereka punya kehidupan sendiri di belakang kamera yang mereka simpan dari konsumsi publik. Bisa aja dari idols yang kita idolakan, ada yang pacaran, udah nikah, atau kayak Jongdae di sini: udah punya anak malahan. Who knows rite??

Iya, sebagai penggemar kita pasti marah. Tapi mereka punya hak untuk merahasiakan apa yang mereka rasa cukup mereka aja yang tau. We are not entitled to be mad at them for wanting happiness. Kita cuma penggemar, yang artinya kita dukung apa yang mereka lakukan selama itu hal yang baik. Aku juga masih belajar buat menerima kenyataan itu. Halu boleh, tapi jangan sampai nyakitin diri sendiri ya my dear. Everyone deserves to be happy and so do them and you.

Aduh, Jeyi bacot bener.

Anyways, nggak tau kapan mau update lagi huhuu. Ini lagi sibuk banget sama tugas. Doain aja punya waktu buat update. Spion, Abience, Fakestagram, doain juga cepet kelar. Ohiya, mungkin kalian udah tau, tapi aku ada publish cerita baru, written in English, dengan main character Jongdae tentunya lol. Angsty sih tapi ya ... gitu deh hahaha. Judulnya Forweary, bisa dicek di profil aku.

Tuh kan Jeyi bacot lagi.

Yaudah deh, sampai di sini aja.

Have a good day everyone!!

[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim JongdaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang