zweiundzwanzig

309 38 7
                                    

"Hey," Jongdae tersenyum, mendudukkan dirinya di ujung tempat tidur Junmyeon yang sekarang menjadi tempat Daisy berbaring. Kejadian beberapa jam yang lalu membuatnya segan untuk mendekati wanita itu. Jongdae selalu belajar dari pengalaman. Siapa yang tahu apa yang dapat terjadi beberapa menit dari sekarang, bukan? "Kau sudah merasa lebih baik?"

Daisy memandangnya sejenak, menghela napas panjang sebelum akhirnya mengubah posisi menjadi duduk menyandar di kepala tempat tidur. Rambut coklat sepunggungnya terurai begitu saja. "Aku minta maaf."

Mata Jongdae refleks melebar. Sungguh, dari sekian banyak skenario di kepalanya soal apa yang akan Daisy katakan, kata maaf bukanlah salah satunya. Apa Daisy masih belum sepenuhnya sadar? Atau telinganya yang salah dengar. "Kau bilang apa?"

"Aku minta maaf."

Oh, ternyata indra pendengaran Jongdae masih baik-baik saja. "Untuk apa? Justru aku yang minta maaf karena sudah membuatmu begini. Jika saja—"

"—Tidak, aku yang salah." Daisy tersenyum tipis. Ya Tuhan, Daisy tersenyum kepadaku! Astaga, Jung Daisy tersenyum kepadaku! "Semuanya salahku sejak awal. Kau benar, kau berhak mengejar kebahagianmu sendiri. Aku yang bodoh karena menggantungkan kebahagiaanku pada orang yang bahkan tidak tahu bahwa aku ada. Selama ini aku membutuhkan seseorang untuk disalahkan atas apa yang terjadi di hidupku, dan tanpa sadar aku membentuk delusi bahwa kau yang harus bertanggung jawab atas segalanya. Sekali lagi aku minta maaf."

"No, please don't," balas Jongdae seraya menggeleng. Tatapan Daisy ... terlihat sendu, dan itu membuat dada Jongdae disesaki oleh perasaan tidak nyaman. Sepasang iris biru itu rasanya lebih baik memancarkan amarah dibandingkan kesedihan—seperti sekarang ini. "Aku mohon jangan ada yang menyalahkan siapa atas apa. Semua itu sudah berlalu."

Daisy tidak merespon, hanya memandang Jongdae lekat dengan manik biru safirnya. "Okay," ucapnya setelah beberapa menit berlalu, "tapi aku serius soal apa yang kukatakan di rumahku tadi pagi. Aku ingin kita untuk tidak bertemu lagi. Aku aku tahu ini sulit, tapi aku harap kau mau melupakan bahwa kita pernah saling mengenal."

"Kau keras kepala sekali." Jongdae mengabaikan rasa kecewa yang menyelinap di hatinya karena permintaan wanita itu. "Kita bahkan baru berbaikan dan kau berniat memusuhiku lagi."

"Bukan memusuhimu!" sanggah Daisy cepat, menaikkan nada suaranya satu oktaf. "Aku hanya tidak ingin kau merasa tidak nyaman berada di dekatku—kau tahu, setelah semua kejadian ini. Aku berjanji tidak akan menganggumu lagi."

"Siapa yang bilang aku merasa tidak nyaman?" tantang Jongdae. Daisy selalu menyimpulkan sendiri tanpa tahu apa yang sebenarnya dia rasakan, dan itu membuat Jongdae jengkel. Pria berambut hitam tersebut lantas bangkit, berjalan hingga akhirnya berdiri tepat di samping Daisy. Wanita itu harus mendongak untuk memandangnya. "Aku bilang yang berlalu biarlah berlalu. Jangan melihat ke belakang."

"Jika tidak melihat ke belakang, kesalahan yang sama akan terulang."

"Benar, tetapi tidak selalu. Sekarang jangan lagi berpikiran untuk berpura-pura tidak ada yang terjadi di antara kita, dan tidak ada alasan bagiku untuk merasa tidak nyaman karenamu, kau tahu."

"Ada. Banyak." Daisy memutus kontak mata mereka, menatap motif daun mapel di selimut yang seketika menjadi lebih menarik dibandingkan wajah tampan pria di sampingnya. "Kau tidak tahu apa yang sudah kulakukan selama menjadi penggemarmu di masa lalu, dan aku yakin itu akan membuatnya tidak nyaman."

"Beritahu aku apa itu, dan aku sendiri yang akan memutuskan apa yang kurasakan. Kalau kau memang penggemarku, kau tahu kalau aku dapat menjadi sangat keras kepala jika aku mau, 'kan, Daisy?"

》《

"Kau tidak seharusnya memberitahu pria itu hal gila apa saja yang sudah kau lakukan untuknya di masa lalu."

[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim JongdaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang