epilogue

181 27 15
                                    

"Ayah, tolong Ahrin!" Pekikan anak gadis berusia enam tahun itu menggema di ruangan luas yang tak lain adalah studio tari bernama Tapaha milik pelatih tari mereka. Jongin yang memaksa ayah dan anak tersebut untuk melihat koreografi baru yang untuk album solonya nanti.

Jongdae hanya tertawa pelan dari sofa di pojok ruangab, sama sekali tidak berniat untuk menolong anaknya untuk lepas dari gendongan seorang Kim Jongin yang tampak sibuk menciumi seluruh permukaan wajah Ahrin.

"Ayah!" Pekik Ahrin lagi. Kedua tangan mungilnya berusaha keras menjauhkan wajah Jongin dari wajahnya. "Paman Jongin, sudah!"

"Tidak akan," balas Jongin. "Paman tidak akan berhenti karena kau terlalu menggemaskan, Ahrin-ah."

"Tapi Ahrin tidak suka dicium terus!"

"Sudahlah Jongin," ucap Jongdae akhirnya seraya masih tertawa, "lepaskan sebelum dia merajuk. Kita punya pemotretan kurang dari satu jam lagi, dan aku tidak mau dia merengek minta dibelikan macam-macam ketika kita di studio nanti."

"Ahrin ingin es krim! Rasa vanila!"

"See?" Jongdae menatap Jongin yang balas menatapnya. "Sudah kubilang, kan? Sekarang kau yang bertanggung jawab membelikannya es krim."

"Tidak masalah, Hyung," jawab Jongin. "Apapun keinginan Ahrinie akan kubelikan."

"Kau terlalu memanjakannya."

"Apapun untuk keponakanku." Jongin menyengir.

Jongdae hanya menggelengkan kepalanya, lantas menatap anaknya yang masih berusaha melepaskan diri dari dalam gendongan Jongin. "Ahrinie nanti tidak satu mobil dengan Ayah tidak apa-apa, kan?"

Mata Ahrin membulat lucu. "Iya, Ayah. Ahrin akan pergi bersama Paman Jaewon, kan?"

Jongdae mengangguk. Selama setahun terakhir ini, dia selalu membawa Ahrin ke jadwalnya, berusaha memperkenalkan dunia pekerjaannya kepada putrinya itu. Memang, apa yang Jongdae lakukan cukup beresiko meskipun hanya beberapa staff yang tahu perihal kehidupannya dengan Ahrin, tetapi Jongdae tetap ingin anaknya berada di bawah pengawasannya 24/7—tindakan yang diwanti-wanti oleh Junmyeon sebagai tindakan bodoh karena akan membahayakan karirnya jika publik tahu.

Tetapi, entah sejak kapan Jongdae menjadi keras kepala. Dia hanya ingin Ahrin selalu berada di dekatnya. Itu saja. Hari ini pun tidak pengecualian. Mereka akan mempunyai pemotretan untuk Season Greeting di gedung SM dan Ahrin akan ikut bersamanya meski tidak dalam satu mobil. Manajernya yang akan membawa Ahrin ke studio foto mereka nanti.

"Selamat datang, Jong Bros-ku!" Chanyeol berseru heboh ketika Jongdae dan Jongin memasuki studio foto. Jongdae memeluk Chanyeol sebentar sebelum memperhatikan kegiatan yang ada di studio foto. Semua anggota EXO menjadi lengkap dengan kedatangan diribya dengan Jongin. Sehun dan Kyungsoo tengah ber-makeup, sedangkan Baekhyun tampak duduk di sofa dengan ponsel di tangan. Entah apa yang dia lihat di benda elektronik itu—Jongdae tidak tahu karena staff langsung membawanya ke kursi di depan cermin untuk ber-makeup.

"Jongdae-ah, mana keponakanku?" Tanya Chanyeol.

"Sebentar lagi tiba. Dia bersama Jaewon Hyung."

"Ugh lama sekali. Padahal aku sangat merindukannya."

"Kau baru bertemu Ahrin tiga hari yang lalu, Chanyeol."

"Tapi tetap saja aku rindu!" Chanyeol bersikeras. Dia lantas mencondongkan tubuhnya ke depan, beradu pandang dengan  Jongdae lewat cermin persegi panjang di depan mereka. "Aku dengar hari ini kita akan bersama fotograper baru."

"Eoh?" Jongdae menautkan kedua alisnya. "Memangnya Hayoung Noona kemana?"

"Entah." Chanyeol mengedikkan bahunya. "Aku hanya mendengar obrolan para staff tadi."

Jongdae manggut-manggut, tidak terlalu memikirkan perkataan Chanyeol. Dia tidak masalah bekerja dengan siapa saja asal kedua belah pihak dapat bersikap profesional.

Tepat ketika makeup-nya sudah selesai, Jongdae mendengar suara anak kecil. Dia berbalik, mendapati Ahrin sudah digendong oleh Chanyeol dan berusaha ditarik oleh Sehun di saat bersamaan.

Di saat itu juga, pintu studio tiba-tiba terbuka.

Mata Jongdae kontan terbeliak.

Dia merasa tengah bermimpi saat ini kala satu sosok yang selalu hadir di ingatannya kini berdiri tepat di tengah ruangan. Napasnya tersekat, tapi Jongdae tidak dapat menahan euforia yang membuncah di dadanya.

"Halo semuanya. Aku fotografer baru yang akan mengambil foto kalian hari ini. Mohon bantuannya."

Jongdae tidak akan melepaskan kesempatannya kali ini—tidak ketika dia beradu tatap dengan gadis di hadapannya, Jongdae bahagia luar biasa.

"See me when you're ready." Adalah hal yang terakhir kali Jongdae katakan kepada gadis itu di Ruskin's View setahun yang lalu ketika hanya ada mereka berdua ditemani sungai dan pepohonan.

"Namaku Jung Daisy. Senang bertemu dengan kalian semua."

Kali ini, Jongdae akan mengejar kebahagiaannya yang sempat tertunda datang.

~~

28/11/2020

Akhirnya cerita ini tamat. It took me a year to finish this story. I'm sorry if it is less satisfying tapi ini menurutku udah lah ya daripada jalan ceritanya nanti kemana mana.

Aku pengen banget liat komentar kalian tentang cerita ini dari awal sampai akhirnya, makanya please do leave a comment below because it could cherish me to do something better in the future.

Dan siapa karaktet favorit kalian? Kalau aku sih Theo, wkwk. Please let me know yours yaaa.

Thank you and see you in my other stories.

Love,
—Jey Benedict

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim JongdaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang