fünfundzwanzig

292 26 15
                                    

"Theo ... what was that for?" Daisy menyentuh bibirnya sendiri setelah Theo memundurkan wajahnya. Kecupan itu sangat singkat hingga Daisy sempat merasa kalau dia baru saja berhalusinasi. Tetapi, bagaimanapun juga Daisy bingung. Sungguh bingung. Pikirannya kalut, penuh akan kemungkinan jawaban yang akan Theo berikan.

"Can't a man kiss the girl he likes?" tawa Theo mengudara, meskipun Daisy bisa mendengar kegugupan yang terselip di dalamnya.

"What—"

"I like you, Daisy, but I promise you it won't change anything between us."

Daisy hanya dapat menatap Theo dengan mata yang terbuka lebar. Rasa lelahnya menguap entah kemana. Sementara itu, otaknya masih mencerna apa yang baru saja Theo katakan. Theo ... menyukainya?

"Seit wann?" Akhirnya itu yang terucap dari bibir Daisy. (Sejak kapan?)

"Since I can remember." Bisa-bisanya Theo menyengir di momen seperti ini. "Ich sehe, dass du genauso fühlst. Und ich bin mit ihm in Ordnung." (Aku tahu kau tidak merasakan hal yang sama. Dan aku tidak apa-apa dengan itu.)

Daisy menutup matanya sejenak, membiarkan sebuah fakta baru tenggelam ke dalam lautan emosinya yang ombaknya sudah tak karuan. Setelah semuanya, Daisy yakin sekali jalan hidupnya sudah diatur sedemikian rupa untuk terombang-ombing tanpa arah, bukan hanya menyesatkan dirinya, tetapi juga orang-orang yang dia sayangi.

"Es tut mir wirklich leid, Theo." (Aku minta maaf, Theo.) Entah kenapa bibirnya mengeluarkan kata-kata itu. Iris biru Daisy bertemu dengan netra hijau Theo. Rasa bersalah seketika menghujaninya. Selama ini Theo selalu ada untuk Daisy, selalu siap untuk menangkap kala dia terjatuh. Membayangkan Theo melakukan semua itu, bahkan membiarkan rumor bahwa mereka bertunangan beredar di antara masyarakat Kirkby Lonsdale tanpa tahu dan peduli perasaan pemuda itu padanya. Daisy terlalu tidak peka. Kapan Daisy akan berhenti menyakiti orang-orang yang berharga di hidupnya? "I really am."

Jika ada satu hal yang Daisy tidak sukai dari Theo, itu adalah kemampuan pria itu untuk selalu tersenyum cerah terlepas dari emosinya yang sebenarnya—seperti sekarang ini. "Please don't be."

"Warum? Ich weiß ... ich habe dich verletzt." (Mengapa? Aku tahu ... aku telah menyakitimu.)

Theo menggeleng, masih dengan senyuman yang sama di bibirnya. "Nah, I didn't mean to make you feel that way when I decided to told about ... this, and kissing you for that matter. You've told me your secret, so it's only fair if I do the same, isn't it?"

"I know, but still, I'm sorry. Theo, I'm so sorry." Daisy bersungguh-sungguh dengan ucapannya. Andai Daisy bisa mengatur dengan siapa dia jatuh hati, dia tidak akan berpikir dua kali untuk menyerahkan hatinya kepada pria yang tengah memeluknya itu.

"Daize, nein." Theo melotot, tapi hal itu tidak berlangsung lama karena di detik selanjutnya, alisnya bergerak naik-turun, tersenyum miring menatap Daisy. "Stop with the unnecessary apology. Now tell me more about him."

"Him?"

"The boy you told me about earlier."

"Oh. Right."

"So? Are you gonna tell me or not?"

"Okay," mulai Daisy. "So after all the things I've done for him, at the end I felt betrayed because I found out he had a lover." Daisy menjeda sejenak. Ternyata rasa sakit itu masih ada. "And a child at that."

"Felt. Noted that."

"Now I'm not sure about my own feeling, Theo." suara lembut Jongdae, sorot matanya yang sarat akan perhatian, semua hal tentang Jongdae terus berdatagan di pikirannya. Ketika Daisy memberitahu kegilaannya di masa lalu karena Jongdae, seharusnya pria itu memarahinya. Seharusnya Jongdae mengatakan dia tidak ingin melihat Daisy lagi. Tetapi mengapa, Jongdae harus melakukan hal sebaliknya? "Why does he has to be so nice? He's supposed to hate me after what I've done to him."

[✔] Abience ; Chasing Daisy || Kim JongdaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang