EMPAT

1.9K 287 13
                                    

Tanisha terbangun pagi itu dengan kepala yang seperti baru saja dipukul palu godam. Dia ada dimana? Itu adalah pertanyaan pertama yang muncul dalam kepala. Kemudian ia mengingat jika Renan menjemputnya di kelab semalam.

"Udah bangun?"

"Re...."

"Sarapan dulu. Baru minum aspirinnya. Tapi cuma ada roti sama susu."

Renan menyodorkan nampan berisi sarapan pada Tanisha. Dari ekspresi pria itu, Tanisha paham betul kalau Renan masih marah padanya.

"Re, marah, ya? Jangan marah dong, tampan. Nanti nggak tampan lagi, lho."

"Kamu ngapain sih semalem mabuk gitu?" Tanya Renan padanya dengan nada kesal yang begitu kentara. Tanisha meletakkan nampan sarapannya ke atas kasur lalu bergerak mendekat pada Renan. Tangannya menyentuh tangan pria itu dan mengelusnya dengan lembut.

"Jangan marah dong, Re."

"Gimana aku nggak marah kalau aku lihat pacar aku sendiri mabuk-mabukkan begitu? Sudah berapa kali sih aku bilang ke kamu, jangan mabuk-mabukan lagi. Kalau kamu ada masalah cerita ke aku, atau Jorell. Jangan lari ke alkohol karena itu nggak baik buat kamu, Tanisha."

Tanisha tahu sekarang Renan masih marah. Marah besar sekali padanya. Tapi ini adalah bentuk perhatian. Dia suka dengan perhatian Renan yang seperti ini. Ini membuatnya merasa... berarti.

Tanisha tidak peduli lagi, dia bergerak lebih dekat. Ranjang berderik saat berat tubuhnya bertumpu di lutut. Tanisha menghambur pada Renan dan dengan cepat dikecupnya bibir pria itu. Dia tersenyum lalu lengannya melingkar dengan lembut pada leher Renan.

"Nggak usah ngrayu-ngrayu aku deh, Tanisha. Aku masih marah."

"Jangan marah lagi dong, Re. Nanti tampannya hilang, lho."

"Biarin!"

Tanisha terkikik geli. Renan kalau marah itu lucu. Bikin gemas.

"Tahu nggak sih kalau aku tuh ngerasa beruntung banget punya kamu di hidup aku. Renan... makasih ya sudah bikin aku bahagia, hal yang aku pikir mustahil eksistensinya di dunia aku."

Renan melepas pelukannya kemudian mereka saling menatap satu sama lain. Wajahnya dirangkum oleh telapak tangan pria itu yang terasa begitu kokoh dan sangat nyaman untuk dijadikan tempat bersandar.

"Sama-sama. Aku juga makasih karena kehadiran kamu juga bikin aku bahagia, hal yang buat aku juga mustahil eksistensinya di dunia aku," katanya. Tanisha tersenyum dengan sangat lebar.

"Si tampan aku udah nggak marah lagi 'kan sekarang?" Tanyanya sambil mencolek dagu Renan yang ditumbuhi jambang pagi yang belum dicukur dengan genit. Terasa geli-geli yang menyenangkan saat Tanisha menyentuhnya.

"Aku masih marah."

"Ah, masa? Belum makan, ya? Sini aku suapin."

Tanisha meraih roti bakar yang ada di nampan lalu berusaha menyuapkannya pada Renan. Pria itu menolak dan terus berkata tidak namun Tanisha tak peduli. Gadis itu masih berusaha menyuapi Renan hingga akhirnya pria itu menyerah.

"Nah, 'kan kalo gini jadi enak."

Tanpa basa-basi Tanisha mengigit ujung lain dari roti yang masih berada di bibir Renan.

"Biar mirip adegan drama Korea."

Renan tak bisa untuk tidak tertawa. Tanisha selalu punya seribu cara untuk mengusir kemarahan di dalam dirinya.

"Nakal," ucapnya yang sedetik kemudian mengecup bibir Tanisha.

"Nanti aku bantuin nyukur jambangnya, ya?"

SerotoninTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang