DUA PULUH ENAM

1K 129 7
                                    

Begitu mendengar kalimat Tanisha selesai diucap dan bagaimana ekspresi cewek itu yang dibuat seolah takut padanya membuat tawa Renan kembali berdentang mengisi ruang.

"Kenapa emangnya kok kamu nggak mau aku tidurin? Semua cewek berlomba buat manasin ranjang aku, terus kenapa kamu malah nggak mau?" Tangan Renan yang berada di pinggul Tanisha bergerak ke atas menyusuri kedua sisi badan cewek itu, naik hingga menyentuh lipatan lengannya lalu mengunci kedua tangan Tanisha di atas kepala cewek itu dengan kedua tangannya sendiri.

"Yaudah sana kamu sama mereka aja."

"Sayangnya aku maunya nidurin kamu. Gimana ya rasanya?"

"Apa?"

"Milikin kamu di atas ranjang aku," ucap Renan yang seketika membuat kedua keping hitam Tanisha membola.

"Mas Renan, nggak boleh gitu."

"Kenapa memangnya?"

"Soalnya..." Tanisha menggantung kata-katanya seraya kaki cewek itu ditekuk sehingga lututnya mengenai tepat di bagian paling pribadi Renan. Melihat bagaimana wajah pacarnya itu langsung berubah jadi merah dan tegang membuat Tanisha terkikik.

"Nakal ya, Mas Renan."

"Tanisha, berhenti," gumam Renan, suaranya memberat seiring gelenyar asing yang mulai merambat ke seluruh tubuh.

"Ini kamu tuh bikin aku takut, Re. Ngebayanginnya aja udah bikin aku merinding," lanjut Tanisha masih dengan menggesekkan lututnya pada bagian paling pribadi Renan sementara ekspresinya dipenuhi oleh kejahilan.

"Besar. Pasti nggak muat," lanjutnya lagi masih dengan ekspresi yang sedikit pun tidak merasa bersalah telah membuat gairah Renan yang selama ini sekuat tenaga ditahan oleh cowok itu untuk menghargai keinginan Tanisha yang tidak ingin Renan menyentuhnya lebih jauh dari sebuah ciuman.

Renan yang tak mau Tanisha semakin berulah pun mendaratkan bibirnya dengan cepat di atas bibir Tanisha yang terbuka. Lidahnya menyusup di antara panasnya rongga mulut pacarnya dan sungguh Renan bersumpah tak akan bisa lagi menemukan dirinya yang begitu terbuai dan terlena seperti pada Tanisha dari gadis lain.

***

"Bibir aku luka," Tanisha menggerutu seraya memajukan bibir bawahnya yang terluka dan berwarna merah oleh darah yang mengering kepada Renan yang kini justru membalasnya dengan tawa.

"Renan jahat!" Omel Tanisha lagi. Bantal sofa yang ada di sampingnya dilemparkan hingga mengenai Renan. Cowok itu tertawa dan membawa bantal yang barusaja ditangkapnya ke dalam dekapan.

"Kok aku jahat sih, Ta?"

"Ya tadi kamu nakal gigit bibir aku sampai berdarah gini. Sakit, Re," rengek Tanisha. Renan mendekat dan menyentuh bibir Tanisha yang masih memerah dan bengkak.

"Kalau dicium lagi sembuh kayanya."

Kembali satu pukulan dari bantal sofa mengenai tubuh Renan tapi cowok itu hanya kembali menderai tawa sampai denting bel yang berbunyi beberapa kali menghentikan tawa itu.

"Kayanya makan malam kita udah dateng. Aku ke pintu dulu," ucap Renan sebelum meninggalkan Tanisha untuk melihat siapa yang membunyikan bel apartemennya.

Seperginya Renan ekspresi kebahagian di wajah Tanisha hilang dalam satu kedip mata. Kesedihan yang gelap dan pekat kembali menguar dari jiwanya yang sudah hancur. Meski mudah baginya memainkan sandiwara kebahagiaan, nyatanya dia bahkan tak pernah tahu hakikat bahagia sendiri itu seperti apa.

Tanisha tertawa, memberi skeptis pada dirinya sendiri yang begitu berantakan. Seolah kekacauan hidupnya tak akan pernah berakhir. Sekarang ia bahkan tidak tahu dimana keberadaan Carissa. Ia juga menjadi semakin pandai untuk membohongi Renan dengan sandiwara penuh tawa seperti tadi.

"Lo bener-bener kacau, Ta," gumam Tanisha pada dirinya sendiri.

Tanisha tidak tahu jika Renan melihat dirinya yang sudah kembali pada kegelapan hidupnya. Renan menghela napas, tidak mengerti lagi kenapa setelah semua hal yang mereka lalui Tanisha masih saja belum bisa percaya kepadanya. Renan bukannya bodoh untuk tak mengerti sandiwara penuh tawa yang dilakoni Tanisha selama ini. Hanya karena ia tulus menyayangi gadis itu, ia akan melakukan apapun asal Tanisha merasa lebih baik.

"Sayang, ayo makan," ucap Renan keras yang disengaja agar ia bisa memberi waktu untuk Tanisha menyiapkan sandiwaranya lagi. Renan sendiri memutuskan untuk berjalan ke dapur, memindahkan sop ayam yang dibelinya ke sebuah mangkuk dan beberapa makanan lain ia taruh pada piring.

Tanisha datang tak lama kemudian, cewek itu tersenyum kepadanya dengan begitu lebar tapi Renan jelas tahu senyum itu palsu. Renan tak melihat senyum Tanisha itu menyentuh kedua keping hitam cewek itu, sepasang mata hitam kelam itu masih sekosong dan sehampa seperti yang Renan lihat beberapa waktu yang lalu ketika Tanisha berusaha melukai dirinya sendiri.

Dada Renan rasanya seperti dipukul keras-keras, menohok tepat di ulu hati yang membuat nyerinya terasa di sekujur tubuh. Pun rasa kecewa yang menderanya semakin menjadi. Sampai kapan Renan harus menebak-nebak tentang cewek itu?

TBC

Pendek ya?? Biarin 🤣🤣🤣

SerotoninTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang