20. Final Decision

2.7K 275 58
                                    

Renjun terus menyapukan jemarinya diatas rambut Jeno, mengusap rambut yang terasa lembut itu berulang-ulang, pikirannya melayang jauh tidak menyadari pergerakan tangannya yang telah terhenti.

Membuat Jeno yang sedang memejamkan matanya di atas pahanya membuka matanya. "Kenapa berhenti?"

Renjun menunduk, tersenyum tipis dan kembali menyapukan jemarinya diatas helaian rambut Jeno.

"Apa kamu memikirkan Mark?"

Renjun kembali menunduk menatap Jeno dengan alis yang saling bertaut. "Huh?"

"Berhenti memikirkannya, itu membuatku sakit.."

Jeno berucap menarik tangan Renjun kedalam genggaman tangannya. "Tidak."

"Sejak kapan berteman dengan Mark?"

Renjun menggendikan bahunya. "Belum lama, tapi katanya cukup lama jika aku tidak kehilangan sedikit ingatanku.."

Kini alis Jeno yang saling bertaut. "Mungkinkah? Aku tidak pernah melihatmu bersamanya?"

Renjun mengangguk mengiyakan. "Aku juga berpikir seperti itu, tapi ada beberapa hal yang dilakukannya seperti De Javu bagiku.."

Jeno bangun, duduk disamping Renjun, menarik pundak sempit itu agar menghadapnya. "Kamu gak bohong?"

"Apa aku terlihat berbohong?" dahi Renjun berkerut jengkel, membuat senyum Jeno muncul.

"Tidak."

Tubuh mungil itu bersandar pada sofa, menatap plafon rumahnya yang penuh ukiran. "Kata-katanya kemarin terus terngiang di kepalaku, aku seperti pernah mendengar sebelumnya.." Renjun mengeluh sembari memijat pelipisnya, "tapi semakin di ingat, kepalaku semakin sakit."

Jeno mengusap pundak Renjun perlahan. "Jangan di paksa, apa dia masih menghubungimu?"

Renjun mengangguk. "Dia bahkan menemuiku.." jeda sejenak, Renjun memilih melirik pacarnya sebentar untuk melihat reaksinya, "dia bilang jangan dipikirkan, aku masih ingin berteman denganmu.." Renjun meringis sebelum melanjutkan, "kecuali kamu yang memintaku jadi pacarmu.."

Jeno berdecak sebal mendengar penjelasan akhir Renjun. "Dia benar-benar."

"Jen.."

Jeno menoleh, menatap Renjun yang memandangnya ragu. "Gak jadi.."

Ada beberapa hal yang mungkin seharusnya tidak dikatakan untuk menjaga perasaan orang yang disayang, ada juga beberapa hal yang harus dikatakan tapi justru di sembunyikan.

Jeno tercenung, masih enggan mengambil keputusan. Ia takut akan beberapa hal, takut dengan keercayaan dirinya atau dengan kesetiaan kekasihnya.

Tapi Jeno tidak ingin egois, memiliki semua keinginannya sekaligus. Tapi sekali lagi Jeno tengah dilingkupi keraguannya.

"Aku pulang dulu ya?"

Renjun menoleh, menatap bingung ke arahnya. "Kok cepet banget?"

Jeno tersenyum tipis. "Ada yang harus aku urus."

Renjun mengangguk, enggan bertanya lebih, sesuatu yang disukai Jeno darinya. Seseorang yang tidak pernah menuntut lebih.

Tapi lihatlah Jeno, ia merasa malu.

Setelah keluar dari perkarangan Renjun, Jeno memutuskan menghubungi seseorang.

Kontak yang sudah sangat lama tidak pernah ia hubungi. Berharap saja orang itu masih mau mengangkatnya.






...









Mark berdecak sebal, tubuhnya berkali-kali berganti posisi, menopang dagu, bersedekap atau berkacak pinggang, sudah lima belas menit terlewat dan orang di depannya masih saja terdiam.

Temporary Soul (Flower Seeds Of Life) [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang