Terbiasa

69 3 0
                                    

Setiap pagi, ku nikmati embun. Berbeda kali ini, semenjak dia hadir, hariku berbeda, semuanya menjadi mudah.

Aku masih belum sepenuhnya menghapus rasa tidak suka kepadanya. Hanya saja, aku tidak menolak semua kebaikannya.

Waktu terus bergulir, seiring detiknya, terus berubah. Perlahan aku dan dirinya telah menjadi sepasang sahabat.

Dia istimewa. Dia spesial bukan karena tampan, terutama populer, sama sekali bukan hal itu. Dia selalu memberi rasa tenang di hati, membantu setiap kali kesusahan, ada ketika ku butuhkan, bahkan ketika tidak menginginkannya, dia hadir untuk membuatku merasa membutuhkan.

Hari itu sore telah datang menyapa, kita baru selesai belajar, pulang sekolah kita lebih lambat dari sebelumnya, karena kita harus belajar giat supaya maksimal diujian kelulusan.

Alex seperti biasanya, sudah menungguku untuk pulang bersama. Sebelum kita beranjak meninggalkan sekolah, hujan turun lagi tanpa pertanda.

Aku dan Alex berteduh di sekolah. Kami tidak melanjutkan perjalanan untuk pulang, bukan tidak ingin dibasahi hujan, hanya saja Alex tidak menginginkan tubuhku kembali tumbang seperti dulu.

Dua tahun lalu, Alex pernah membuatku terkapar di atas tempat tidur berhari - hari, setelahnya dia sangat menjagaku, dia tidak membiarkanku terkena hujan sedikitpun. Padahal bukan salah hujan waktu itu, hanya saja tubuhku yang terlalu lemah.

"Alexa"

"Iya"

"Kamu tau? "

" Apa? "

" Aku suka bermain dengan hujan"

"Kamu mau main hujan - hujanan"

"Tidak"

"Lantas? "

" Dulu ketika aku berumur 5 tahun, ibuku pergi meninggalkanku dengan ayah. Ayah merawatku dan menjagaku dengan baik".

"Ayah selalu marah, setiap kali aku menangis dan rindu ibu. Ayah selalu mengatakan, ibu sudah tiada di dunia ini. "

"Ayah sangat membenci ibu. Karena ibu pergi dengan lelaki yang lebih mapan darinya, ibu meninggalkanku bersama ayah."

"Oleh sebab itu, ketika ayah melihat mataku menangis karena ibu, langsung ayah memukuliku. Aku takut ayah marah, tidak hanya itu, kesedihan ayah adalah sedihku"

Dia tidak menghiraukan pertanyaan, dia bercerita tentang keluarganya. Aku mengerti kenapa dia sering menghadang hujan lebat, tidak peduli dia kuyub.

"Setiap kali, aku ingat ibu, aku akan bermain hujan agar air mataku luruh bersama hujan, tanpa seorangpun yang tahu, terutama ayah".

Aku hanya diam, memandang Alex. Di balik keceriaannya tersimpan banyak luka. Dia menanggung beban dan rindu kepadanya.

Tidak beberapa lama, Alex berjalan di bawah hujan. Dia berdiri sambil melihat ke langit.

Alex menangis bersama hujan. Dari kejauhan kuperhatikan, betapa rindunya kepada sang ibu, Alex tidak mengetahui wajah ibunya, ayahnya membuat semua halnya tentang ibunya hilang.

Aku berjalan ke tengah hujan. Menemani Alex untuk meredakan rindunya.

"Alexa kamu kenapa jadi ikutan".

"Aku ingin terbiasa dengan hujan ".

" Nanti kamu sakit".

"Lebih sakit jika membiarkanmu sendirian menangis di tengah hujan".

Dia tertawa, aku ikut tertawa. Alex tidak menangis lagi. Seperti aku yang mulai terbiasa dengan hujan, begitupun aku ingin Alex terbiasa tidak menangis lagi di bawah hujan.

Hari itu aku hanya ingin terbiasa dengan hujan.

***
Terimakasih kepada pembacaku, Bahagia selalu.
Kepada pembacaku, engkau jiwa-jiwaku. Terimakasih.
------------------------------------------------------
Like share n comment guys.

Misteri- USTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang