Beberapa kali, ku yakinkan hatiku. Ini nyata, tidak sedang bermimpi.
Ku lihat ke arah kaki. Sejenak termanggu dalam diam, bukan juga sedang melayang."Ini nyata", hatiku berteriak berkali -kali.
Arkan memang benar melamarku. Pulang dengan hati berbunga. Sesampai di rumah, rasa bahagia membuatku tidak sabar ingin membicarakan kepada nenek.Hari itu, ibu sedang santai di ruang tamu. Waktu yang tepat, pikirku. Langsung ku dekati ibu, tanpa berfikir panjang, ku utarakan maksud Azril.
Sejenak hening, nenek tidak berbicara sedikitpun. Tatapannya kosong, ku panggil ibu dengan lembut, tiba -tiba ibu menangis.
Heran dengan tingkah ibu, ku peluk tubuh ringkihnya, kurus. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Ibu hanya menangis tanpa bicara.
Ku biarkan ibu menangis sampai reda dan terisak. Menunggu ibu tenang, di lubuk hati terdalam sebenarnya mendesak agar ibu berbicara dan menyetujui hubungan kami.
Aku juga ikut bungkam, perasaanku mulai cemas, tingkah ibu layaknya seperti orang yang tidak akan merestui hubungan kami.
"Alexa"
"Iya bu ?"
"Kamu sudah dewasa dan bisa mengambil pilihan terbaik, dan ibu lihat kamu bahagia, juga mencintai Arkan.
Aku mulai cemas, nenek membuatku berdebar, membayangkan bagaimana kondisi hati ini, andai saja terucap tidak dari mulut ibu."Ibu" aku mendesah, dengan harap yang tak tau arah dikemanakan. Aku mulai menyerah.
Suaraku mengalun di antara pelukan ibu, dia menatapku lama.
"Ibu hanya berpesan, jadilah istri yang penurut, jangan sekalipun kau sakiti hati suamimu. Ikutilah katanya, selama itu perintah dalam kebaikan, dan jangan ikuti ketika itu perintah untuk berpaling dari agama Allah".
Aku memeluk ibu, beribu terimakasih berhamburan dari hatiku yang paling dalam.
"Satu hal, rajin - rajinlah memasak, biar suamimu nanti ga kecantol sama penjual di warteg".
"Ibu,".
Pesan Ibu membuatku semakin dewasa dan siap menempuh hidup baru.
Bukan hanya itu, aku bisa bersama dengan orang yang teramat ku cintai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri- US
Teen FictionSuatu hari kita dipertemukan oleh hujan, di bawah hujan, kita saling pandang. Kau ibarat payung, membuatku merasa teduh setiap kali dingin mengigilkan. Kita adalah sepasang rindu tanpa ikatan. Seringkali aku membatin, haruskah ku tanyakan perihal...