Written by : Shireishou
Dicopy sama persis ke:
💖 THE BAD AND THE NERD 💖
💖 POSSESSIVE BAD BOY AND MY NERD GIRL 💖
💖 MY STALKER BADBOY 💖
💖 BADBOY'S LOVE 💖
Seandainya saja mulutnya tak latah menyebut nama Axel, mungkin akan lebih menyenangkan jika ia berpura-pura tak melihat dan melanjutkan perjalanan. Sayang semua sudah terlambat.
Tiba-tiba pria paruh baya di hadapan Axel menganggukkan kepala sedikit meski tak ada perubahan ekspresi berarti. Lain halnya dengan wanita cantik di sebelahnya. Ia langsung bangkit dan menyapa Aria ramah.
"Apa kau teman Axel?" Suara lembut itu angkat bicara.
Aria tersenyum salah tingkah. Melihat wajah Axel merupakan perpaduan sempurna kedua orang di hadapannya, ia bisa memastikan jika mereka adalah orang tua Axel.
"Salam kenal Mr. dan Mrs. Davis. Saya Aria Dania Patterson." Aria memberi sedikit gerakan memperkenalkan pemuda di sisinya. "Lalu ini Lee Ji Wook, temanku."
Aria baru saja melihat Mrs. Davis membuka mulut ingin bicara, tiba-tiba Axel bangkit berdiri.
"Mom, I want to talk with them!"
"But--"
Tak memedulikan protes Mrs. Davis, Axel langsung meraih tangan Aria dan menyeretnya keluar restoran. Ji Wook hanya mengangguk pada pasangan suami-istri itu dan bergegas menyusul kedua teman sekolahnya.
"Let go of me!" Aria berusaha melepaskan cengkeraman Axel, tapi hanya kegagalan yang didapat.
"Let her go!" Suara rendah dan dingin sempat membuat Aria tersentak. Ji Wook tak melakukan gerakan apa pun, hanya matanya menancapkan ancaman keras pada Axel yang beberapa sentimeter lebih tinggi itu.
Axel mendengkus dan mencampakkan genggamannya.
"Ada apa denganmu?!" Aria memilin tangannya yang nyeri.
Tanpa menunggu, Ji Wook menempatkan dirinya di antara Axel dan Aria. Memastikan pemuda di hadapannya tak melakukan hal lebih buruk lagi.
"Tanganmu merah sekali. Mungkin kita perlu mengompresnya." Ji Wook akhirnya melirik tangan Aria setelah yakin Axel tidak bertindak macam-macam.
Axel berdecak kesal. "Kalian berlebihan. Lagipula, kenapa kau ada di sini?" Pemuda bermata kehijauan itu menatap Aria tajam. "Kau mengikutiku?"
Gadis itu nyaris tergelak, tapi ia sukses menahan diri. "Bukan urusanmu." Aria tersenyum berpura-pura tenang.
"Oh, murid beasiswa mampu makan di tempat seperti ini?" Axel mencebik. Pemuda itu memperhatikan Aria dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ia bisa menyaksikan betapa sederhana baju yang dikenakan gadis itu. Wajahnya juga nyaris tanpa riasan istimewa, begitu polos, juga kusam dan gelap.
Alih-alih tersinggung, Aria justru tersenyum puas. "Tak kusangka, Axel Davis yang begitu populer ternyata memperhatikanku. Bolehkah aku merasa tersanjung?"
Axel melebarkan bola matanya. Memamerkan iris hijau emerald yang memukau. Rahangnya berkedut satu kali, sebelum semua ekspresinya kembali datar. "You got a nerve, Girl!" Namun, senyum dingin mematikan muncul, "I hope you haven't forgotten about...."
"Aria, kita pergi!" Ji Wook memotong pembicaraan Axel dan merengkuh lengan Aria lembut untuk bergerak.
"Hei! Aku belum selesai bicara!" Axel menaikkan nadanya. Kilatan matanya menunjukkan betapa dia tergganggu.
Ji Wook tersenyum tipis dengan acuh tak acuh. "Terserah kalau kau belum. Kami sudah tidak ada keperluan dengan Tuan Besar Axel Davis yang terhormat." Kalimat penuh sindiran meluncur deras. "Aku yang mengajak Aria makan di sini, kalau memang kau ingin tahu."
Jantung Aria bertalu keras. Baru pertama ada laki-laki yang begitu berani melindunginya terang-terangan. Genggaman tangan Ji Wook tetap lembut meski mereka bergegas menjauh. Sikap pemuda keturunan Korea itu bagai bumi dan langit dengan perlakuan Axel yang kasar.
Setelah agak jauh melangkah, Ji Wook kembali menanyakan kondisi tangan Aria. Memastikan semua baik-baik saja.
"Apa kau kenal dekat dengan Axel?"
Aria menggeleng cepat. "Daripada berteman dengan siswa berandalan, aku lebih senang berteman dengan siswa baik-baik.
Ji Wook tertawa lebar memamerkan giginya yang ternyata memiliki gingsul kecil di kanan atas. Sangat manis. "Setidaknya aku belum pernah mencatatkan hal buruk di Crown High School."
"Wah, daftarkan aku jadi temanmu!"
Ji Wook tersenyum. Namun, itu tak lama. Ekspresinya kembali serius. "Akan tetapi, hati-hati dengan Axel. Bukan bermaksud menjelekkan, tapi kudengar dia sudah banyak memanfaatkan semua perempuan yang menyukainya untuk hal buruk. Selain itu, ada gosip beredar dia pernah terlibat obat terlarang dan balapan liar. Jangan sampai beasiswamu terancam karena terlalu dekat dengannya."
Aria tersenyum dan berterima kasih. "Kau tidak perlu cemas. Sampai mati pun, aku tidak akan menyukai lelaki berengsek."
Keduanya tertawa lebar.
Aria berusaha melupakan ulah Axel kemarin. Hari ini ia mulai bekerja dan membayangkan ia akan menerima gaji di akhir bulan membuatnya bersemangat. Setumpuk buku pelajaran langsung ia bawa ke kelas. Ada banyak hal yang harus ia kerjakan termasuk paper milik Yang Mulia Axel Berengsek itu.
Ia ingin memberi julukan khusus pada siswa sok kuasa itu? Apa, ya, yang cocok? Ulet keket? Gorila nyasar? Kutu kasur? Tiba-tiba ingatan Aria jatuh pada mata emerald Axel yang memesona. Iris yang dalam dan membius.
"Kodok Bangkong!" serunya kaget saat seseorang mendorong punggungnya dari belakang. Gadis itu tersungkur dengan semua buku-buku berhamburan di depannya.
Ia menoleh dan melihat trio berkilauan itu berdiri berkacak pinggang. Seandainya mereka membawa kipas angin raksasa, mungkin akan lebih hebat efek sok ratu yang dihasilkan. Aria mengangkat bahunya tak acuh. Ia tak punya waktu. Paper Axel harus secepatnya selesai.
Aria membereskan buku-bukunya dan seolah tak terjadi apa-apa ia melanjutkan perjalanan menuju kelas.
"Damned!" Sophia mengumpat. "Follow her! I want to know what she's up to." mata biru langit itu menyipit penuh amarah mengetahui usahanya menakuti Aria sama sekali tak berhasil.Kelas sudah mulai sepi. Banyak siswa sudah meninggalkan kelas untuk pergi ke kelas berikutnya.
"I want to talk!" Suara bariton Axel menyentak, menyebabkan coretan panjang di buku yang sedang ditulis Aria.
"Kodok Bangkong!" maki Aria.
"What?!"
Aria berdeham menenangkan diri dan bangkit. "What do you need Mr. Davis?"
"Ada yang harus kubicarakan denganmu. Aku ingin kita bicara di tempat yang penuh privasi."
Aria tercekat. Wajah dingin Axel sama sekali tak bisa dibaca. Tidak ada senyum meremehkan. Hanya ada wajah serius yang tak terbantahkan.
"Hati-hati dengan Axel."
Suara Ji Wook kembali terngiang .
"Bicara di sini saja. Bukankah hanya kita berdua."
Tiba-tiba Aria bergidik. Ekspresi Axel berubah. Bibirnya terlipat ke dalam seolah menahan kesal dengan sudut bibir bergetar pelan. Rahang tegasnya pun berkedut seolah giginya bergemeretak.
"Oh, begitu?! Kau berani mendekati pemuda lain demi bisa makan mewah, tapi kau malah jual mahal padaku? Kau ingin aku bayar berapa, hah? Dasar sok suci!"
Plak!
Sebuah tamparan langsung mendarat mulus di pipi Axel tanpa ada peringatan. Napas memburu, wajah semerah senja, juga telapak tangan yang kini berdenyut nyeri, membuat Aria makin yakin pria di depannya bajingan tanpa ada setitik kebaikan.
Keduanya tak sadar sepasang mata mengamati mereka sedari tadi dari luar kelas.That's Kodok Bangkong sukses bikin kutertawa hahhaa...
Apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh Axel terhadap Aria yang berani menamparnya?
Mulai berasa konfliknya, guys. Jangan sampe kelewat, ya! See yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
My Stalker Badboy (END)
Teen FictionApa yang terjadi jika seorang bad boy paling tampan di New York harus menyaksikan seorang nerd girl pecinta puisi dihadapkan pada tuduhan pencurian CD eksklusif BTS yang terbaru? Apakah Axel Jr. akan tak acuh, ataukah ia kan turun tangan membela ga...