10 - Roda

232 17 3
                                    

Sengatan matahari membakar kulit. Kebanyakan murid tampak berteduh di bawah pohon. Hari ini terasa lebih panas dari biasanya. Namun, Sheryn masih sabar menunggu orang yang sudah menjebaknya. Sebuah makalah sudah digenggamnya dengan penuh kesal.

Segerombolan murid perempuan yang dengan ciri khasnya memakai jaket berwarna putih, melewati gerbang sambil tertawa. Tak sadarkan mereka di sana Sheryn tengah menunggunya.

BUG!
Sheryn melemparkan makalah tersebut pada wajah Siska. Dengan wajah memerah akibat marah, Siska yang tidak terima perlakuan Sheryn, menjambak jilbabnya. Sheryn pun menjambak rambut Siska. Bukannya memisahkan, teman-teman mereka merekam kejadian tersebut sambil tertawa terbahak-bahak. Tak lama, pak Supri datang untuk memisahkan. Mereka pun dibawa ke ruang guru.
Sekilas Sheryn mendengar ada yang mengatakan, "Kepalanya sih ditutupin, tapi hatinya penuh dendam." Sheryn kenal dengan suara tersebut. Ya, itu suara Delia, antek-antek Siska. Sheryn membuang pandangannya.

Ketika di depan pintu ruang guru, yang dipersilakan masuk hanyalah Sheryn dan Siska. Teman-teman Siska yang mengantarnya hanya boleh menunggu di luar.

Sepuluh menit kemudian, Sheryn keluar dengan wajah sumringah. Dia mendekat ke arah Delia seraya berbisik, "jilbab itu kewajiban bukan halangan."
"Gak jelas," timpal Delia.
"Jilbab itu kewajiban. Jangan karena berjilbab, kalian nyalahin sikapnya. Kalian juga jangan berpikir orang yang berjilbab itu lemah dan gak bisa ngapa-ngapain. Buktinya, sekarang siapa yang salah? Fakta gak bisa dibohongin. Jelas?" Sheryn tersenyum puas, sedangkan orang-orang yang ada di hadapannya kini saling pandang. Sheryn pun bergegas. Namun, baru lima langkah, Sheryn berbalik.
"Hati-hati kalau deket sama orang. Biasanya yang lebih deket, malah lebih jahat lho!" ujar Sheryn lalu melanjutkan langkahnya.

***

"Wihh keren! Berani banget, Sher." Shellyn berujar lewat panggilan video. Sudah satu jam lebih mereka bertukar cerita.
"Kebetulan, Shell. Jadi kan waktu itu ada tugas buat makalah perorangan. Tiba-tiba Siska nge-chat aku malem-malem, katanya makalah harus dikumpulin ke dia jam enam pagi. Karena aku curiga, jadi aku capture aja chat dari dia. Terus, aku fotoin juga makalah punyaku. Pas tadi dipermasalahkan, dan tadi dipanggil ke ruang guru, aku udah siap sama bukti-bukti itu. Dan yang lebih parah sih, dia gak bisa ngomong apa-apa karena ternyata makalah punya antek-anteknya pun, dia tuker."
"Parah banget itu. Kamu tetep hati-hati ya Sher."
"Tenang aja. Ya walaupun kadang aku kelepasan, tapi selalu inget apa yang kamu bilang ke aku hehe."
Obrolan panjang pun berlanjut hingga larut.

***

Keesokan harinya, Sheryn kaget karena teman-teman Siska sudah menunggunya di depan kelas.
"Sheryn, maafin kita ya. Akhirnya kita tahu siapa nenek sihir itu."

Sheryn yang mulanya tidak paham, setelah dijelaskan oleh Delia hanya bisa mengangguk sambil tersenyum. Mereka pun mengajak Sheryn untuk dapat menjadi sahabat dekatnya. Namun, Sheryn merasa bingung karena Siska tidak ada di sana.
"Siska gak sekolah, Sher. Kayaknya dia malu. Lagian kita juga ogah deh deket sama nenek sihir itu. Pantes aja semenjak gaul sama dia, nilai kita turun drastis banget."
"Aku sih gak masalah kalian mau berteman sama aku atau siapapun. Lagipula kita gak perlu minta orang buat jadi sahabat, karena ketika kita nyaman dengan orang, nikmati aja prosesnya. Masalah dia nikung atau enggak dalam hal apa pun, kita gak bisa jamin itu."

Sebenarnya itu adalah kalimat tolakan yang halus. Sangat halus.

***

Kini, Sheryn pun senang karena dapat mempunyai teman yang bisa diajaknya berbagi cerita. Walaupun Sheryn tahu, tidak ada teman yang benar-benar bisa menjaga cerita kita. Pasti akan ada hal yang dia ceritakan pula ke orang lain tentang kita.

***

Waktu terus bergulir. Berbagai cerita telah dilewati. Kenangan senang, sedih, tertawa, bahagia, sudah dilalui.

S I N A R ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang