Menjadi siswa baru memang hal yang berat. Aku harus menyesuaikan lingkungan sekolah dan juga teman-teman baru. Sudah 1 minggu dan aku masih belum terbiasa, jangan salahkan aku. Karena sekolahku dulu sangat berbeda dengan sekolahku yang sekarang. Hari ini setelah pulang, aku memutuskan untuk berkeliling sekolah. Mungkin dengan begitu aku bisa lebih cepat terbiasa.
Aku sedang membawa mading sekolah yang ada di koridor lantai 1 ketika ada beberapa orang yang menempelkan sesuatu di sampingku. Aku melihat sekilas bahwa yang mereka tempelkan adalah poster bola voli.
“Shimizu-senpai, bagaimana dengan rencana latih tanding tim?”
“Tidak ada masalah, Hitoka-chan. Ini jadwal latih tanding tim. Aku baru saja akan memberikannya padamu,”
“Terima kasih senpai.”
“Oi, Shimizu. Apa kalian sudah selesai?”
“Sugawara-senpai,”
Aku terkejut ketika mendengar nama Sugawara. Aku mencoba melihat mereka lewat ekor mataku dan benar. Dia adalah Sugawara Koshi, kakak kelasku saat SMP.
Gawat.
Ini benar-benar gawat. Aku harus pergi dari sini. Akan jadi masalah kalau dia sampa mengenaliku. Aku memang sudah berusaha berubah tapi hanya dalam penampilan sementara wajahku masih sama. Bagaimana ini? Kenapa mereka tidak segera pergi? Apa yang sedang mereka bicarakan? Kenapa tiba-tiba aku tidak bisa mendengar mereka?
Aku panik dan tidak bisa memikirkan cara terbaik untuk pergi dari sana tanpa ditegur oleh mereka. Akan sangat aneh kalau aku tiba-tiba saja berlari menjauh.
“Kamu yang disana? Apa baik-baik saja?”
Aku tersentak dari pikiranku. Ah..akhirnya aku mendengar, tidak lebih tepatnya kembali normal. Suara tadi bukan suara Sugawara-senpai, jadi aku berbalik lalu berusaha bersikap senormal mungkin. Setidaknya itu yang akan aku lakukan, tapi ketika aku berbalik dan yang kulihat pertama kali adalah Sugawara-senpai, aku langsung berlari menjauh dari mereka.Ini sudah hampir 3 tahun, sejak.. tunggu, sudah hampir 3 tahun? Benar juga. Sudah lama sejak kejadian memalukan itu dan aku masih mengingatnya. Tapi, bukan berarti Sugawara-senpai juga mengingatnya. Bisa saja dia sudah melupakan kejadian itu atau bahkan dia mungkin tidak ingat aku.
Aku menghela nafas lega dengan kemungkinan yang baru kupikirkan.
“Mungkin itu akan lebih baik,” gumamku.“Apanya?”
Membulatkan mataku, seluruh tubuhku kaku ketika mendengar suara milik seorang yang ingin sekali aku hindari. Aku menoleh dan melihat Sugawara-senpai yang bersandar di dinding.
“Hei, apa aku terlihat menakutkan? Kenapa kau selalu lari dariku?”
Aku masih diam, sementara Sugawara-senpai mendekat ke arahku.
“Se-sen-senpai.”
“Bahkan sekarang bicaramu gagap.”Aku menelan ludahku paksa. Sekarang keadaanku tidak menguntungkan. Aku tidak mengenal lingkungan sekolah dan di depanku ada orang yang tidak ingin kutemui no. 1, Sugawara Koshi. Aku benar-benar kehilangan harapan untuk kabur.
“Aku juga menyukaimu.”
Aku sedikit tidak percaya dengan pendengaranku. Apa Sugawara-senpai baru saja bilang kalau dia menyukaiku?“Aku sangat senang saat itu sampai tidak bisa mnegatakan apapun. Tapi, kau malah mengatakan kalau aku harus melupakan semuanya dan pergi. Bahkan 1 minggu setelahnya kau pindah sekolah.”
Ada perasaan lega dan sedikit senang ketika aku mendengar ucapan Sugawara-senpai. Aku selalu mengira kalau Sugawara-senpai membenciku setelah kejadian itu. Sugawara-senpai duduk bersandar pada dinding lalu menunduk, menyembunyikan wajahnya diantara kedua lengannya, tapi aku masih bisa mendengar suaranya.
“Aku merasa kesal karena tidak bisa mencarimu. Aku ingin mencarimu, tapi aku harus mempersiapkan ujian. Semua temanmu menolak memberitahuku alamat dan kontakmu. Bahkan hanya ingin tahu kabarmu, mereka tidak mau menjawabku.”
Aku semakin tidak bisa berkata-kata. Aku tidak menyangka kalau dia akan mencariku. Saat pindah, aku hanya memberitahu beberapa teman, tapi aku tidak meminta mereka merahasiakannya. Mungkin mereka khawatir padaku karena mereka juga mengetahui kejadian saat aku menyatakan perasaanku pada Sugawara-senpai.
“Aku tidak tahu, tapi apa ini yang kau maksud dengan ‘lebih baik’? bagaimanapun kerasnya aku mencoba untuk melupakanmu dan kejadian itu, aku akan semakin mengingatnya.”
Ini pertama kalinya aku mendengar nada suara Sugawara-senpai seperti ini. Dia merasa tertekan, berbeda ketika dia yang tadi bersama dengan temannya. Ini salahku. Aku tidak bisa menahan perasaanku, padahal Sugawara-senpai sudah kelas 3 saat itu. Aku membuatnya dalam kesulitan.
Aku berlutut disamping Sugawara-senpai untuk memeluknya. Aku bisa merasakan Sugawara-senpai terkejut, tapi dia diam saja.
“Ada apa? Kukira kau takut padaku?”
“Tidak. Aku tidak takut dengan senpai dan tidak ada yang menjadi lebih baik.” Aku menghela nafas, “Saat pindah dan sampai saat ini pun, kejadian itu dan sugawara-senpai selalu memenuhi kepalaku. Awalnya aku berpikir kalau Sugawara-senpai mungkin membenciku dan sudah melupakan semuanya. Tapi setelah mendengar yang senpai katakan aku sadar, kalau aku sudah membuat senpai terbebani.”
Aku diam sebentar ketika merasa Sugawara-senpai menarikku agar lebih dekat dan memelukku.
“Aku tidak pernah meminta temanku untuk merahasiakan alamat dan kontakku dari senpai, tapi maaf karena sudah pergi tanpa kabar dan lari dari senpai.”
Aku menahan diriku untuk tidak menangis. Untuk kedua kalinya aku menyatakan perasaanku. Dulu aku lari karena takut ditolak, tapi sekarang aku tidak bisa lari karena Sugawara-senpai memelukku, apa ini berarti Sugawara-senpai menerima perasaanku?
“Apa kau sedang memikirkan apakah aku menerimamu atau tidak?”
Wah, apa sekarang Sugawara-senpai bisa membaca pikiranku?
“Aku sudah bilang kalau aku menyukaimu kan?” Sugawara senpai melepas pelukannya. “Jadi, apa kau juga menerimaku? Apa kau mau jadi pacarku?”
Aku melihat Sugawara-senpai lalu mengangguk sambil mengucapkan kata ‘iya’ pelan.
Aku sungguh tidak berpikir kalau kepindahanku akan membuatku bahagia seperti ini. Terimakasih Tuhan.