Aku merapikan bukuku karena sudah jam istirahat makan siang. Aku tidak terlalu lapar, dan malas untuk keluar. Jadi ketika Nana-chan mengajakku untuk pergi ke kantin aku menolaknya.
Aku menumpuk kedua tanganku di meja dan meletakkan kepalaku diatasnya. Sudut yang tepat untuk melihat pohon sakura yang sudah berguguran dan seorang yang sangat jarang bicara, Kozume Kenma.
Lagi-lagi dia bermain PS. Apa tidak ada hal lain yang dia lakukan selain bermain PS? Ah, aku lupa. Dia juga anggota klub bola voli sekolah. Aku pernah melihatnya bermain di salah satu pertandingan saat aku kami masih kelas satu. Perannya dalam tim memang tidak kelihatan, tapi dia membantu tim dengan baik sehingga mereka mendapat poin.
Ah, memikirkan olahraga membuatku lelah. Oh, sekarang dia meletakkan PSnya di atas meja dan melihat keluar kelas. Apa yang sedang dia pikirkan ya? Ekspresi wajahnya benar-benar tidak terbaca.
Aku dan Kenma selalu satu kelas, bahkan ketika naik ke kelas dua. Padahal siswa diacak ketika naik ke kelas dua, tapi kami tetap saja berada di kelas yang sama. Aku jadi kepikiran. Apa ini kebetulan atau takdir?
Aku masih memperhatikan Kenma yang sekarang berbalik menghadap ke ruang kelas dengan memangku wajahnya. Dia awalnya terlihat bosan, melihat seisi kelas yang sepi. Dia lalu mengedarkan pandangannya dan dia melihatku. Masih dengan wajah bosannya, dia menggerakkan bibirnya seolah berbicara, tapi aku tidak mendengar suaranya. Kalau aku benar dia bilang :
"Ta.no.shî?” (Apa menyenangkan?)
Aku terkejut dan rasa lelahku lenyap begitu saja. Aku menegakkan kepalaku lalu pergi keluar kelas. Tidak salah lagi Kenma pasti tahu kalau aku memperhatikannya.
Aku tidak bisa diam ketika memikirkan bahwa aku baru saja tertangkap basah sedang memperhatikan seorang laki-laki. Bagaimana kalau Kenma salah paham dan mengira aku suka padanya? Yah, bukan berarti aku membencinya juga sih. Ah, aku harus bagaimana sekarang?
“Sedang apa?”
Gerakanku berhenti dan tubuhku merasa kaku. Aku berbalik dan melihat Kenma sedang berdiri dengan bersandar di pintu.
“Sejak kapan?”
“Menurutmu?”
Kenapa juga aku harus bertanya? Mestinya aku diam saja di tempat duduk dan memasang tampang bodoh, agar dia percaya kalau aku tidak memperhatikannya melainkan melihat bunga sakura.
Aku dalam masalah. Nana-chan, selesaikan makan siangmu dengan cepat dan selamatkanlah aku dari rasa malu ini!
“Apa memperhatikanku diam-diam adalah hobimu?”
“Haa...” Hobi? Mana mungkin aku punya hobi seperti itu. Aku hanya memperhatikannya sesekali, bagaimana bisa itu bisa disebut hobi?
“Apa aku begitu menarik untukmu?”
Aku melihat Kenma. Baru kali ini aku melihat Kenma dalam jarak sedekat ini, aku bahkan tidak pernah berdua saja dengan teman laki-laki. Aku tidak, tunggu, apa aku baru saja berpikir laki-laki? Apa selama ini aku tidak menganggap Kenma sebagai laki-laki?
Tapi...
Kozume Kenma adalah laki-laki dan kami sedang berada di jarak yang berbahaya. Lalu sejak kapan aku sudah ada di dalam kelas dan bersandar pada pintunya? Untuk apa aku keluar kalau begitu? Keadaanku tidak menguntungkan. Apa yang akan dia lakukan dalam jarak sedekat ini?
Aku menutup mataku ketika merasakan hembusan nafas hangat mengenai pipiku.
“Kenapa kau menutup mata?”
Aku membuka sebelah mataku lalu membuka keduanya dan mencoba berpikir rasional. Sementara Kenma sudah menjauh dariku, namun tangannya yang terulur, menyentuh rambutku dan sepertinya dia merapikannya. Aku pikir dia akan menciumku.
“Aku tidak tahu apa yang menarik dariku, tapi seharusnya kau tidak membuat rambutmu berantakan seperti ini. Tidak seperti dirimu saja.”
Aku menunduk. Aku terlalu banyak berpikir sehingga khawatir dengan hal-hal yang tidak perlu. Mulai dari berpikir kalau Kenma menyukaiku sampai mengira kalau dia akan menciumku. Sepertinya aku terlalu banyak menonton drama di televisi.
Setelah menepuk kepalaku dua kali, Kenma pergi ke tempat duduknya dan kembali bermain PS. Kenapa dia bisa sesantai itu? Apa dia tidak menganggapku sebagai perempuan?
“Aku tahu kau tidak lapar, tapi jangan berdiri di pintu dan menghalangi jalan.”
Aku berbalik kemudian memeluk Nana-chan dan menariknya sampai ke tempat duduknya yang ada tepat di depan tempat dudukku. Aku tidak menyangka kalau akan ada saat dimana aku sangat kangen dengan Nana-chan. Melihatnya saja membuatku ingin menangis. Lupakan tentang takdir, semua ini hanya kebetulan. Kebetulan yang sangat menganggu, sampai aku tidak bisa memahami pelajaran terakhir hari ini.
Aku sangat ingin segera pulang, tapi aku harus melakukan tugas piket jadi aku tinggal di kelas sementara yang lainnya pulang. Aku mengeluarkan sapu dari lemari dan mulai menyapu.
Kelopak bunga sakura ini memang bagus, tapi tetap saja harus disapu karena mengotori ruangan.
“Sayang sekali bukan?” aku berhenti menyapu, “padahal bunganya bagus, tapi tetap saja harus dibersihkan ketika gugur.”
“Kenma,” panggilku, sehingga Kenma menoleh ke arahku dan kami saling menatap lagi dalam diam, seperti saat istirahat pertama.
Sudah tidak ada angin dan bunga yang masuk ke kelas karena jendelanya sudah aku tutup, namun aku masih merasa tenggelam dalam tatapan Kenma. Rasanya seperti Kenma bicara padaku lewat matanya, mata yang membuatku ingin semakin lama menatapnya.
“Apa kau menyukaiku?”
“Iya”
Aku dan Kenma terkejut. Aku menjatuhkan sapuku sedangkan Kenma mendekat kearahku dan memberiku PSnya.
“Seharusnya kau mengatakannya padaku lebih awal,” bisiknya, “Kemarilah.”
Kenma menarikku dan membuatku bersandar padanya. Aku ingin sekali menampar diriku sendiri dan membuatku sadar dari mimpi ini, tapi tanganku sudah dipegang oleh tangan Kenma. Sentuhan yang terasa sangat nyata.
“Rilekskan tanganmu,” ucap Kenma sambil menggerakkan jari-jariku memainkan PS-nya. Aku tidak tahu kenapa dia membuatku bermain PSnya dengan posisi seperti kami adalah sepasang kekasih.
“Jangan memikirkan hal yang lain, fokuslah bermain.”
Baiklah, untuk sekarang aku harus bermain. Aku memang tidak mahir, tapi jika aku hanya perlu mengikuti gerakan tangan Kenma, mungkin aku bisa menang.
Aku tersenyum senang, ketika permainan itu berakhir dan aku menang. Terlalu senang sampai aku memeluk Kenma dibelakangku.
“Aku menang.” Ucapku berkali-kali.
“Tentu saja,” ucapnya, “Sekarang kau sudah tidak gugup lagi. Sudah terbiasa denganku?”
Aku melepas pelukanku dan berniat mundur, namun tangan Kenma meraih pinggangku dan menahanku.
“Aku menyukaimu.”
Jantungku tidak bisa berdetak lebih cepat lagi dan pandanganku pun tidak bisa lepas dari Kenma ketika dia mengatakan kalau dia menyukaiku. Aku bahkan tidak berpikir untuk bertanya kapan dan bagaimana dia bisa menyukaiku. Sepertinya aku sudah jatuh dalam pesona Kenma sejak lama, tanpa aku sadari.
Aku mengalihkan pandanganku dan tersenyum ketika mengetahui arti dari debaran jantungku hari ini setiap Kenma ada di dekatku.
"Maukah kau jadi pacarku?"
"Aku mau." jawabku pasti.
Setelah 2 tahun selalu berada di kelas yang sama di tahun kedua akhirnya kami berpacaran.
Mulai hari ini, Kenma adalah pacarku, dan aku adalah pacar Kenma.