Haiba Lev

2.3K 189 3
                                    

Aku melihat Kuroo yang sedang makan es loli bersama dengan Kenma dengan perasaan kesal. Aku yang seharusnya sudah pulang dari tadi, malah berakhir menjadi relawan untuk tim bola voli. Mereka kan tim yang cukup kuat, jadi kenapa mereka tidak punya manajer sendiri? Kenapa Kuroo selalu membuatku melakukan pekerjaan manajer tim untuk mereka?

“Kuroo, sampai kapan aku harus menjadi relawan untuk tim kalian? Seharusnya kalian mencari manajer resmi, bukan relawan sepertiku?”

“Kalau begitu kau jadi manajer tim saja."

Jawaban yang sudah kutebak. Sudah tahu Kuroo akan menjawab seperti itu, tapi aku masih saja menanyakannya. Bodoh.

“Aku sibuk, banyak yang harus kulakukan setiap harinya.”

“Tapi buktinya kau sekarang disini. Jadi kau masih punya waktu luang untuk menjadi manajer bola voli.” Ucap Kenma.

Kenma tidak pernah membelaku. Salah, dia tidak pernah membela siapa pun. Dia hanya mengatakan hal yang dia lihat. Tetap, dia tidak membantuku. “Terimakasih karena hal ini, aku harus tidur larut malam.”

“Jujurlah. Sebenarnya kau hanya menyibukkan dirimu kan? Kau melakukan hal yang bahkan tidak begitu penting untuk membuat dirimu sibuk. Apa kau masih belum bisa menerima ‘hal’ itu?”

Aku langsung diam dengan wajah terkejut. Kenma melihatku namun tidak berkomentar. Aku yakin dia tahu ‘hal’ yang dimaksudkan oleh Kuroo.

“Waktu sudah berlalu, banyak hal disekitarmu yang berubah. Tapi lihatlah, kau masih sama dengan dirimu 1 tahun lalu. Orang yang penuh dengan penyesalan dan rasa takut.”

Kuroo memegang stik es lolinya yang sudah habis, kemudian mengarahkannya padaku. “Daripada kau melakukan hal yang tidak berguna, bukannya lebih baik kalau kau menjadi manajer tim bola voli?”

“Apa aku baru saja mendengar kata ‘manajer’?”

Aku menoleh dan melihat murid kelas 1 bernama Haiba Lev datang dan duduk di kursi sebelahku.
“Apa temannya Kuroo-san akan menjadi manajer tim?”

Ada apa dengan nada mengharapkan ini? Kenapa dia terlihat senang sekali.
“Akhirnya kita punya menajer, terlebih lagi seorang perempuan. Kita akhirnya menyamakan kedudukan dengan Karasuno yang punya manajer perempuan.”
Ah, ternyata hanya karena lawan mereka punya manajer perempuan. Kupikir kenapa?

“Lev, kau berisik.”

“Dia bilang dia akan jadi manajer kita kalau kau bisa mencari solusi tentang masalahnya.”

“Baiklah.”

Lev menyanggupi ucapan Kuroo sementara aku melihat Kuroo sebal, sedangkan Kuroo dan Kenma tidak memperdulikanku sama sekali kemudian pergi sementara aku harus duduk disini dengan Lev.

“Jadi apa yang perlu kubantu Senpai? Aku tidak pintar tapi aku pendengar yang baik dan calon Ace tim bola voli.”

“Kau ingin menjadi Ace, tapi Yamamoto sepertinya tidak membiarkanmu menjadi ace dengan mudah.”

“Akan kupikirkan cara untuk membuat Taketora-san menyetujuiku. Bagaimanapun setahun lagi mereka akan lulus dan aku akan menjadi ace untuk tim.”

Benar. Setahun lagi mereka sudah akan lulus, kemudian akan belajar di perguruan tinggi. Tapi apa yang akan aku lakukan jika aku lulus. Aku bahkan tidak memikirkannya.

“Na, Lev-kun. Aku punya seorang teman yang berharga, namanya Mai-chan. Aku menyayanginya, kami bahkan mempunyai rencana untuk mendaftar di universitas yang sama. Tapi hubungan kami tidak sama lagi ketika Ayahnya meninggal. Aku berusaha untuk menghiburnya, tapi tidak berhasil. Dan beberapa hari setelahnya dia pindah sekolah, tanpa memberitahuku. Dia bahkan mengganti nomor ponselnya dan juga pindah rumah.”

Aku tidak berani melihat Lev, aku tidak ingin melihat wajah yang menghasianiku. “Setelah Mai-chan pindah aku baru tahu kalau aku adalah penyebab Ayahnya meninggal. Beliau meninggal karena menolongku. Kuroo bilang Ayah Mai-chan tidak sadarkan diri sambil memelukku. Sejak mengetahui hal itu aku merasa bersalah dengan Mai-chan. Aku bahkan tidak mengucapkan maaf.”

“Penyesalan yang tidak berguna.”
Aku terkejut mendengar tanggapan Lev. Benar juga penyesalan yang tidak berguna, seandainya aku menyadari hal ini lebih cepat, atau seandainya saja aku yang ada di posisi Ayah Mai-chan. Kami pasti masih menjadi sahabat, setidaknya sampai aku meninggal.

“Senpai, rasa menyesal itu perlu namun menyesal yang berlebihan itu tidak berguna. Bagaimana bisa Senpai menyesal sampai sekarang? Senpai seharusnya menguatkan diri dan mencari keberadaan Mai-senpai dan mengatakan perasaan Senpai.”

Aku melihat Lev ketika mendengar perkataannya. Tidak ada raut kasihan di wajahnya, dia juga tidak seperti menganggap perasaanku adalah konyol. Dia tampak seperti berpikir.

“Aku tidak pintar jadi aku tidak bisa menilai mana yang benar dan salah hanya dari cerita Senpai. Tapi hal itu tidak penting sekarang kan? Yang penting sekarang adalah Senpai masih ada di dunia ini, Senpai masih bisa berusaha untuk menemukan Mai-senpai.” Ucap Lev yang sekarang mulai menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

“Selain itu, coba Senpai pikirkan hal yang dipikirkan Ayah Mai-senpai sebelum menolong Senpai.”

Hal yang Paman pikirkan sebelum menolongku? Benar juga, kira-kira apa yang Paman pikirkan ya sampai mengorbankan nyawanya untuk menolongku? Truk itu begitu dekat, mustahil untuk berpikir dalam waktu sepersekian detik untuk mengambil keputusan.

“Menurutku, Ayah Mai-chan pasti menolong Senpai karena merasa harus melakukannya. Insting seorang Ayah. Kalau Mai-chan dan Senpai adalah teman dekat? Bukannya Senpai juga dekat dengan keluarganya. Tubuh Ayah Mai-senpai bergerak dengan sendirinya untuk menyelamatkan teman dekat anaknya atau seorang yang sudah dia anggap sebagai anak.”

Aku masih tidak bisa memalingkan pandanganku dari Lev. Yang kutahu Lev hanya anak kelas 1, pemain bola voli yang belum terampil, tapi siapa sangka dia bisa menanggapi cerita dan juga berpikir bersamaku. Lev tersenyum, dan aku merasakan tangannya mengelus rambutku.

“Selama ini Senpai sudah berusaha keras, jadi mohon bantuannya sampai kami mendapatkan manajer lain untuk membantu pekerjaan Senpai sebagai manajer tim bola voli, Oke?”

Tunggu sebentar, apa—“Manajer bola voli? Tapi aku kan belum bilang kalau aku bersedia?”

“Aku sudah mendengarkan masalah Senpai, jadi Senpai harus menepati janji untuk menjadi manajer tim kan?”

“Tapi itu kan Kuroo yang bil—“
Ucapanku tertunda ketika Lev membungkuk padaku, “Mohon bantuannya untuk kedepannya, Manajer,” Dia berdiri lalu berbisik, “Semoga beruntung dengan pencarianmu soal Mai-senpai.”

Setelah mengatakannya dia berlari kearah anggota tim lain sambil meneriakkan kata semangat dan manajer baru. Aku tidak mendengar dengan jelas apa reaksi mereka, tapi sepertinya mereka senang. Mereka mengacak rambut Lev dan merangkulnya sehingga dia harus membungkuk.

Yah sepertinya aku harus menepati janji yang Kuroo buat dengan Lev. Aku juga merasa kalah karena terlarut dengan perasaan menyesalku. Jadi, aku harus berusaha mencari Mai-chan ya. Aku mungkin akan mulai dengan mengiriminya email, tapi kuurungkan ketika aku melihat email baru dari Mai-chan.

Dengan khawatir aku membuka lalu membacanya. Tidak ada makian, tidak ada rasa marah dan tidak ada kata-kata yang menyiratkan kesedihan. Mai-chan menanyakan kabarku, meminta maaf karena sudah pindah tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Dia juga memberikan kontaknya yang baru, memberitahu kabarnya dan mengatakan akan berkunjung saat liburan selanjutnya.

Ini seperti sebuah keajaiban, dan keajaiban itu karena Lev. Aku melihat ponselku dan Lev bergantian, lalu bangun dari dudukku dan berlari kearahnya. Mengabaikan pandangan aneh semua anggota tim, aku memeluknya. Aku bahagia dan bersyukur bicara padanya hari ini.

Aku merasakan tangan Lev di kepalaku, “Senpai, semuanya sedang melihat kita?”

Lev mengatakannya, dia hanya mengatakannya tapi entah kenapa itu membuatku malu dan semakin memeluknya erat. Aku malu, tapi aku tidak membencinya. Apakah ini berarti aku menyukainya?

Haikyuu RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang