Ada saat dimana aku sangat kangen dengan teman di sekolah lama. Anehnya setiap rasa itu datang seorang laki-laki dengan rambut jabrik selalu mengajakku bicara tanpa menanyakan namaku terlebih dahulu.
Beberapa hari terakhir aku baru mengetahui namanya ketika seseorang memanggilnya. Kuroo Tetsuro. Ternyata dia salah satu anggota tim bola voli sekolah ini, dan sepertinya cukup terkenal di sekolah.
“Sedang memikirkan apa?"
Aku menoleh dan melihat Kuroo yang sudah duduk di sampingku. Dia terlihat nyaman saja, kenapa ya? Yah bukan berarti aku mengharapkan ada hal yang membuatnya tidak nyaman ketika menemuiku, tapi ya, maksudku dia kan tidak mengenalku bahkan namaku juga dia mungkin tidak tahu. Namun aku tidak ingin kehilangan teman bicara sepertinya. Untuk beberapa alasan aku juga merasa nyaman bicara dengannya.
“Tidak ada.”
“Harus berapa kali kukatakan, kau itu tidak pandai berbohong. Jadi menyerahlah dan katakan padaku. Ada hal yang mengganggumu kan?”
“Kuroo-san.”
“Ya.”
“Kau tidak penasaran tentangku?”
“Tidak.”
“Kenapa?”
Kuroo menghela nafas kemudian dia memegang daguku, membuatku melihat kepadanya. “Aku sudah tahu semuanya tentangmu. Namamu, asal sekolah, alamat rumah, dan bukankah akhir-akhir ini kita saling bicara? Jadi apa yang membuatku harus penasaran lagi denganmu?”
Aku terkejut, tapi kemudian tersenyum sedikit. Ah, ternyata Kuroo-san adalah tipe orang yang terus terang seperti ini. Aku tidak menyangka kalau dia akan mencaritahu tentangku sebenarnya, tapi nyatanya tidak seburuk itu. Aku juga tidak ingin menjawab pertanyaan seperti itu. Syukurlah.
“Kau tidak keberatan?” tanya Kuroo-san.
“Tidak juga. Sebenernya aku juga tidak ingin repot untuk mengatakan pada orang-orang tentang diriku.”
Kuroo mengacak rambutku sebentar lalu merapikannya lagi. “Kau terlau santai. Bagaimana kalau aku juga tahu tentang rahasiamu, tentang masa lalumu. Apa kau masih bisa santai seperti ini?”
“Tidak masalah. Jika orang-orang yang tahu rahasiaku ataupun masa laluku. Aku hanya perlu mencarimu dan memintamu untuk membereskan masalah yang kau buat.”
“Tidak adil.”
Kuroo melayangkan protes terhadapku dan itu membuatku tertawa. “Kalau begitu jangan pernah katakan rahasia ataupun masalaluku kepada orang lain. Nee, Kuroo-san.” Ucapku sambil tersenyum kepadanya.
Perasaanku mulai semakin lega. Walaupun rasa kangen dengan teman lama tidak bisa terobati karena tidak bisa bertemu, tapi setidaknya aku bisa menemukan perasaan yang sama saat bersama mereka dengan bicara dengan Kuroo-san.
“Ini benar-benar tidak adil.” Gumam Kuroo-san yang masih bisa kudengar.
Hal itu terjadi begitu cepat, dan seketika kusadar Kuroo-san sudah menciumku. Aku bingung, jadi aku diam saja.
“Bagaimana bisa kau memasang wajah seperti itu dihadapanku?”
“Wajah seperti apa?” Aku bingung. Memangnya aku punya berapa wajah?
“Wajah yang mengatakan seolah-olah kau itu menyukaiku.”
“Aku kan memang tidak membencimu.”
“Argh. Ini membuatku gila.” Kuroo mengacak rambutnya yang tidak bisa lebih berantakan lagi. Dia lalu menarik tanganku dan memelukku.
“Dengar. Ini adalah detak jantungku ketika aku bersamamu. Apa kau tidak merasakannya?”
Tentu saja aku merasakannya, dia memelukku begitu erat. Jadi apa yang ingin Kuroo-san sampaikan padaku sebenarnya. Tidak mungkin kan dia hanya ingin memeritahuku bahwa jantungnya berdetak.
“Lalu kenapa? Justru akan aneh kalau detak jantungmu berhenti kan? Jadi apa masalahnya?”
Kuroo-san melepaskan pelukannya dan wajahnya tampak terkejut, dia menghela nafas lalu mengalihkan pandangannya dariku lalu melakukannya beberapa kali berulang-ulang. Dia sepertinya tidak tahu bagaimana harus mengatakan sesuatu hal. Tapi apa ya? Kenapa dia sampai seperti ini?
Kuroo-san tiba-tiba menciumku lagi dengan tergesa-gesa. Aku tidak tahu arti ciuman ini, dan juga ciuman sebelumnya, tapi kali ini sedikit terasa, entahlah, menuntut mungkin. Aku juga merasakan tangannya yang menarikku mendekat padanya hingga badan kami saling menempel.
Kuroo-san melepaskan ciumannya sehingga aku bisa bernafas lega, dan setelahnya aku bisa merasakan jantungku berdetak dengan irama yang sama dengan Kuroo-san.“Kuroo-san. Apa kau menyukaiku?”
Kuroo-san tidak menjawab pertanyaanku dan malah memelukku lagi.“Aku tidak perlu menjawabnya kan? Aku sudah menunjukkannya padamu.”
“Aku tidak akan tahu kalau Kuroo-san tidak mengatakannya padaku kan? Ayolah, katakan padaku?”
Aku merasakan helaan nafas Kuroo-san di leherku, kemudian aku mendengar dia berbisik dan aku tersenyum setelahnya.
“Aku suka padamu.” bisik Kuroo-san.
Aku membalas pelukan Kuroo-san dan menepuk punggungnya pelan. Aku tidak tahu, tapi rasanya dia malu mengatakannya.
“Aku juga menyukai Kuroo-san.” Gumamku kemudian mencium pipinya sebentar. Entah kenpa aku jadi ikut merasa malu.