Awalnya oneshoot punya Bokuto mau aku buat gantung. Tapi karena ada yang pengin dilanjut, ya udah tak lanjutin. Nah, Happy reading 😜
---------------------------------------------------------
Ada yang aneh. Kurasa aku tidak pernah bermaksud untuk mengistimewakan Bokuto-san dari pada Akaashi. Tapi, Mira-chan bertanya padaku tentang hubunganku dengan Bokuto-san dan Akaashi. Aku menjawab kalau kami hanya berteman, aku sudah mengenal Akaashi sejak SMP dan mengenal Bokuto-san lewat Akaashi.
“Benarkah? Tapi ada perbedaan sikapmu kepada kedua orang itu.” Mira-chan menuliskan nama Bokuto-san dan Akaashi di bukuku secara terpisah. “Coba perhatikan. Setiap bersama Akaashi kau selalu saja cuek dan tidak banyak bicara, tapi ketika ada Bokuto-san diantara kalian kau bicara lebih banyak kepadanya.”
“Itu karena kami sedang belajar bersama. Bokuto-san agak kurang dalam matematika jadi aku mengajarinya, sedangkan nilai matematika Akaashi selalu sempurna. Dia tidak membutuhkanku.”
“Akaashi tidak pandai bahasa inggris, kenapa kau tidak mengajarinya bahasa inggris? Kalian kan sedang belajar bersama, tapi kenapa rasanya seperti hanya kau dan Bokuto-san yang belajar bersama?”
“Akaashi tidak memintaku untuk mengajarinya, kenapa aku harus melakukannya?”
“Dasar pelit. Lalu kenapa kau selalu datang ke gym untuk melihat mereka latihan?”
“Akaashi memintaku untuk datang. Lagipula melihat mereka bermain voli tidak buruk juga. Permainan mereka bagus loh, kau tahu kan tim voli sekolah kita adalah salah satu yang terkuat di Tokyo. Bagaimana apa kau juga ingin melihat mereka latihan?”
“Tidak. Terimakasih” Mira-chan menolakku sambil menyerahkan buku yang sudah dia gunakan untuk menuliskan perbedaan sikapku kepada Bokuto-san dan Akaashi. “Aku tidak mau membuang waktuku untuk melihat drama kalian yang mengesalkan.”“Drama?”
Aku sebenarnya paham apa maksud Mira-chan mengatakan semua hal ini padaku. Aku hanya masih bingung dengan perasaanku. Setelah mendengar perkataan Mira-chan, aku mulai sadar bahwa aku lebih banyak bicara kepada Bokuto-san daripada Akaashi.
Kami bertiga selalu pulang bersama setiap hari, namun aku dan Bokuto-san selalu berjalan di depan sedangkan Akaashi berjalan di belakang kami.
Hah, tugas piketku sudah selesai tapi aku malas sekali pulang. Banyak sekali hal yang ada di kepalaku sampai-sampai aku menghela nafas berkali-kali.
“Apa yang sedang kau pikirkan?”
“Akaashi?”
“Iya. Ada apa?”
“Tidak ada. Kenapa kau ada di sini? Tidak latihan?”
“Hari ini kami libur karena besok kami harus pergi ke kamp pelatihan musim panas di Saitama.”
“Oh, hati-hati ya.”
Aku yang sedang melihat keluar jendela merasakan kalau Akaashi melihatku tanpa berkedip. Sesuatu yang dia lakukan ketika sedang menilaiku.
“Jangan melihatku seperti itu bodoh, kau bisa membuat orang-orang salah paham.”
“Itu tidak akan terjadi.”
“Kenapa?”
“Aku tidak punya perasaan lebih padamu, lagipula kau bukan tipe—“
Aku mencubit perutnya dengan gemas. Kenapa sih Akaashi selalu bicara tanpa berpikir? Menyebalkan. Yah bukan berarti aku juga punya perasaan lebih padanya juga. Dia seharusnya tahu.
“Perhatikan perkataanmu Akaashi-kun. Kau menyebalkan.”
“Sakit.” Ucap Akaashi sambil menyentuh perut yang baru saja dicubit olehku.