Aku berdiri di depan pintu ruang olahraga dan mencari Hinata untuk menyerahkan bekal makanan yang dititipkan ibunya padaku. Kami tetangga, jadi kurasa wajar untuk saling membantu tapi sayangnya aku yang lebih sering memberikan bantuanku.
Aku menghela nafas. Bocah itu kemana sih, aku tidak bisa melihatnya dari tadi. Apa dia sedang pergi dengan Kageyama? Bukankah dia seharusnya sedang latihan?
“Oi, ingin masuk tidak? Kalau tidak menyingkirlah, kau menghelangi jalan.”
Aku tersentak ketika mendengar suara laki-laki yang sangat kukenal, dia Tsukishima Kei. Orang paling menyebalkan yang pernah kukenal. Dia adalah tipe orang yang paling ingin aku hindari dalam hidupku, tapi takdir ternyata tidak berpihak padaku. Aku sekelas dengannya, dan tempat duduk kami bersebelahan. Hanya memikirkan kebetulan itu saja membuatku sebal.
“Kalau ingin masuk ya masuk saja. Badanku tidak sebesar itu sampai menutupi pintu. Dan kau juga tidak sebesar itu sampai memintaku untuk menyingkir dari sini kan Tsukishima-san?”
Tsukishima melihatku dengan tatapan tajamnya seperti biasanya, tapi aku tidak takut. Aku sudah bertekad untuk melawan semua tindakan menyebalkannya. Aku tidak akan membiarkan dia memanipulasi pikiranku untuk menghormatinya.
“Kenapa kau datang kesini?”
“Pikirkan urusanmu sendiri, Tsukishima-san.” Aku melihatnya dengan tatapan yang cukup sinis, tapi seperti biasa dia tidak memberi tanggapan apapun.“Halo, Yamaguchi-kun. Mau latihan?” aku menyapa Yamaguchi yang datang bersama dengan Tsukishima yang menyebalkan.
“Iya. Tapi kenapa kau datang kemari?”
“Mengantarkan bekal milik Hinata. Dia selalu melupakan bekalnya dan membuatku kerepotan seperti ini. Apa kau melihat Hinata?”
“Sepertinya Hinata tadi pergi dengan Kageyama. Yamaguchi masuklah, Tsukishima sudah memulai pemanasan, jangan terlambat atau Daichi akan marah.” ucap Sugawara senpai yang menghampiri kami.
Aku ditinggalkan bersama dengan Sugawara-senpai yang tidak mengikuti latihan karena dia merasa tidak sehat sedangkan aku berencana menunggu sampai Hinata kembali. Akan jadi bahaya kalau dia kelaparan saat latihan, jadi aku harus memberikan bekal ini padanya.
“Sepertinya kau kenal dekat dengan Yamaguchi.”
“Begitulah senpai. Senpai yakin tidak perlu ke UKS?”
“Aku baik-baik saja. Sepertinya kau yang tidak baik-baik saja. Tadi aku melihatmu dan Tsukishima bicara lumayan lama, dan kalian tidak tampak senang. Apa kalian bertengkar?”
Aku mengendikkan bahuku, “Hubungan kami sudah seperti itu sejak pertama kami bertemu Suga-senpai. Walaupun begitu dia tidak pernah memukulku, senpai tidak perlu khawatir.”
“Aku tidak khawatir. Walaupun dia belum lama bergabung, tapi aku cukup mengerti. Anak itu menunjukkan perhatiannya dengan cara yang berbeda dari kebanyakan orang.”
Aku mengangguk berpura-pura mengerti, lalu perhatianku teralihkan oleh Tsukishima yang berjalan ke arahku untuk mengambil minum disebelah Sugawara-senpai. Dia melihatku dengan tajam, lalu meminum minumannya.
“Kenapa kau masih disini?”
“Terserah aku. Lagian baik juga aku disini, Sugawara-senpai jadi ada teman ngobrol. Iya kan, Suga-senpai?”
Sugawara senpai tersenyum ke arahku lalu mengelus kepalaku. Kami mungkin baru ngobrol sebentar tapi karena Sugawara-senpai begitu ramah, aku jadi nyaman lama-lama bicara dengannya.
“Berdirilah.”
Tsukishima berdiri diantara aku dan Suga-senpai, dia terlihat seperti menahan emosinya. Tapi kenapa dia emosi? Apa yang membuatnya terlihat akan marah seperti ini? Yah, itu bukan urusanku juga sih.