Aku meletakkan buku yang baru saja kubaca setengah di atas meja dan melihat ke arah pintu masuk. Tidak ada tanda-tanda seseorang datang ataupun akan datang. Aku menghela nafas dan melemaskan otot tubuhku. Sepertinya aku terlalu lama duduk.
“Sebenarnya mau sampai kapan dia membuatku menunggu?” ucapku sambil melihat seisi perpustakaan dengan bosan.
Aku berdiri dan melihat ke luar melalui jendela perpustakaan. Di luar juga tidak ada tanda-tanda dia akan datang. Apa aku harus pergi sekarang? Tapi, bagaimana kalau dia datang setelah aku pergi?
“Hei, sedang apa disini? Bukankah shearusnya kau pergi dengan Oikawa?”
“Hajime-kun?”
“Iya ini aku. Kenapa? Terkejut?”
Aku menggeleng. Bagaimana mungkin aku terkejut? Aku jauh lebih sering menghabiskan waktuku di perpustakaan bersama Hajime ketika dia sedang tidak latihan. Dan kami sudah berteman dari kecil. Sama seperti aku banyak tahu tentangnya, begitupun sebaliknya, atau mungkin dia lebih banyak tahu tentangku daripada diriku sendiri.
“Mau jalan-jalan? Aku terlalu banyak duduk hari ini.”
“Tentu.”
Akhirnya aku dan Hajime-kun meninggalkan perpustakaan. Setelahnya aku mengirim pesan pada Oikawa kalau aku sedang bersama Hajime-kun, takut-takut kalau dia akan mencariku di perpustakaan.
“Apa yang terjadi?” tanya Hajime-kun.
Aku menoleh ke Hajime-kun sebentar lalu kembali melihat jalan, rasanya ada manfaatnya juga berteman dalam waktu yang lama. Aku jadi tidak perlu mengatakan banyak hal. Seperti saat ini, disa bisa mengetahui ada hal yabg menggangguku.
“Aku hanya lelah. Aku tidak tahu berapa lama aku menunggu di perpustakaan, tapi Oikawa tidak datang juga.”
Hajime menepuk kepalaku dua kali. Hal itu membuatku menoleh kepadanya dan tersenyum.
“Kenapa? Khawatir kalau aku akan menangis?” ucapku sambil tersenyum.Mungkin ini yang membuatku nyaman bersahabat dengan Hajime-kun. Dia tidak pernah berusaha mencari tahu lebih banyak hal selain yang ingin kuberitahukan padanya. Dia juga tidak pernah memaksaku untuk mengatakan masalahku. Aku hanya merasa nyaman jika berbicara dengannya, jadi aku mengatakan banyak hal padanya.
“Yah, mungkin tidak sampai menangis. Kau tahulah betapa bodohnya Oikawa itu.”
Aku tertawa sebentar, “Aku tidak akan menyangkal kalau itu dikatakan oleh sahabatnya sendiri. Tapi, memangnya sebodoh apa sih dia, Hajime-kun?”
“Lihat saja sekarang. Dia bahkan tidak tahu kalau kau menyukainya. Padahal kalian sering sekali pergi bersama. Kau juga peduli padanya.”
“Dia mungkin mengira aku melakukan itu karena dia sahabatmu. Dia pergi denganku juga karena aku adalah sahabatmu. Sahabatmu adalah sahabatku juga. Mungkin begitu.”
Hajime-kun melihatku sebentar lalu menggelengkan kepalanya dan tersenyum lebar sampai matanya hanya berbentuk garis.
“Aku bersyukur kau tidak tertular kebodohan Oikawa meskipun kau sering pergi dengannya.” Ucap Hajime. Dia merangkulku, membuatku lebih dekat kearahnya.
“Kenapa kau jalan jauh sekali? Kau sudah makan? Bagaimana kalau kita ke café itu? Kudengar mereka punya kue keju yang lumayan enak.”
“Kau yang traktir?”
Hajime-kun terkejut sebentar kemudian tersenyum dan mengangguk menyetujui permintaanku. Sudah lama sejak aku pergi berdua saja dengannya, jadi aku menikmatinya. Kami banyak berbicara soal ujian dan banyak hal karena sejak dulu kami mempunyai banyak kesamaan.
“Terimakasih atas traktirannya. Lain kali aku yang akan membelikanmu sesuatu.” Ucapku ketika Hajime-kun mengantarkanku sampai rumah.
“Baiklah, aku akan memilih sesuatu yang bagus. Tunggu dan siapkan uangmu untukku,” ucap Hajime-kun sambil mengusap rambutku sebentar.
Ancaman yang tidak berdasar. Aku tahu kalau Hajime-kun tidak akan meminta sesuatu hal yang ada diluar kemampuanku. Jadi aku tidak khawatir. Aku baru saja akan mengatakan salam perpisahan ketika aku melihat Oikawa mendekat kepada kami.
“Bersenang-senang berdua,” ucapnya. Nadanya tidak bertanya tapi aku mengangguk dan Hajime-kun merangkul pundakku.
“Begitulah. Sudah lama sejak terakhir kami pergi bersama, jadi terimakasih padamu yang tidak bisa datang tepat waktu sampai membuatnya menunggu lama di perpustakaan.”
Aku melihat Hajime-kun heran. Kenapa nada bicaranya seperti menyindir Oikawa? Apa dia merasa kesal karena Oikawa tidak datang hari ini? Bukankah seharusnya aku yang marah?
Aku tersentak karena tiba-tiba tanganku ditarik oleh Oikawa sehingga pegangan Hajime-kun terlepas. “Jaga bicaramu Iwa-chan. Sebaiknya kau pulang, aku ingin bicara berdua dengan sahabatmu.”
“Kau pikir, aku akan langsung menuruti ucapanmu? Kau tidak dalam kondisi emosi yang baik untuk bicara berdua saja dengan sahabat perempuanku.” Ucap Hajime-kun serius. Dia terdengar lebih marah dibandingkan tadi.
Aku merasakan sakit ketika Oikawa mempererat pegangannya pada pergelangan tanganku, sehingga aku menyentakkan tanganku sampai pegangan Oikawa terlepas.
“Sakit.” Ucapku sambil mengelus tanganku kemudian menjauh dari Oikawa dan Hajime-kun. Aku melihat ekspresi mereka berdua yang khawatir, namun aku yakin kalau emosi mereka berdua sama-sama tidak terkendali.
“Sebaiknya kalian pulang. Aku lelah dan ingin istirahat.”
Aku melihat Hajime-kun berusaha meyakinkan dia bahwa aku baik-baik saja lewat tatapan mataku sehingga dia memelukku sebentar dan pamit untuk pulang.Setelah Hajime-kun pergi, aku beralih kepada Oikawa yang terlihat menyesal. “Ada yang ingin kau katakan padaku?” ucapku.
“Apa masih sakit?”
Oikawa menyentuh tanganku ringan. Sentuhan yang terasa seperti sengatan listrik, sengatan yang membuatku malu. “Sedikit.” Jawabku sambil tersenyum.
Oikawa menghela nafas lalu menunduk, “Maafkan aku,” Oikawa menghela nafas lagi, “Aku tidak bisa memperkirakan waktu, sehingga membuatmu menunggu lama di perpustakaan. Aku juga sudah menyakitimu. Maafkan aku.”
Mendengar nada menyesal Oikawa membuatku tersenyum kemudian menepuk pelan tangannya yang masih memegang tanganku.
“Tidak apa-apa. Cuma janji biasa, lagipula aku tidak menunggu seharian di perpustakaan. Karena itu juga aku jadi bisa pergi dengan Hajime-kun.”
Oikawa terlihat terkejut sebentar tapi pegangan tangannya tidak semakin erat seperti tadi dan ekspresinya terlihat sedih.
“Apa kau menyukai Iwa-chan?”
“Apa ada alasan yang mengharuskanku benci padanya?” jawabku dan ekspresi Oikawa semakin muram. Sebenarnya apa maksud Oikawa bertanya hal yang sudah jelas padaku? Hajime-kun sahabatku, jadi tidak mungkin aku tidak menyukainya kan?
“Aku dan Hajime sudah bersahabat sejak lama. Kami bahkan sudah seperti saudara, jadi tidak mungkin aku tidak menyukainya.”
Oikawa melihatku dengan tatapan lega kemudian memelukku. Aku tidak yakin tapi aku sekilas mendengar dia bergumam “Syukurlah,”. Seperti yang kubilang aku tidak yakin karena bahkan suara detak jantungku terdengar olehku sendiri. Aku gugup karena Oikawa tidak pernah memelukku seperti ini.
“Oikawa-kun,” Oikawa membalas panggilanku dengan gumaman. “Kau baik-baik saja? Kenapa tiba-tiba kau memelukku?”
“Karena aku menyukaimu.” Ucap Oikawa.
Aku tidak tahu seperti apa ekspresi Oikawa sekarang , yang aku tahu wajahku pasti sudah memerah. Aku tidak pernah menyangka akan mendapatkan pernyataan cinta seperti ini. Dan itu dari seseorang yang kucintai, Oikawa Tooru.
“Sahabat Iwa-chan. Aku ingin kamu menjadi pacar.. Ah tidak. Maksudku mulai malam ini kita pacaran.”
Aku menarik diriku agar aku bisa melihat ekspresi Oikawa. Dia tersenyum dengan tampan kepadaku. Hal itu membuatku tersenyum dan menggumamkan terimakasih yang dibalas dengan sentuhan di kepalaku.
“Baiklah, sahabat Hajime-kun.” Jawabku sambil tersenyum. “Tapi kenapa kau memanggilku ‘sahabat Iwa-chan’. Kau bisa saja memanggil namaku atau panggilan yang lain kan?”
“Hanya sebagai pengingat kalau kau dan Iwa-chan bersahabat agar aku tidak perlu cemburu setiap kali kau berdua saja denganya.”
“Ada-ada saja.” Ucapku tapi aku tidak marah. Oikawa-kun memang seperti ini. Dan aku tidak keberatan, aku masih tetap menyukainya.
“Sudah malam. Kau masuklah. Aku akan menjemputmu besok.” Ucap Oikawa.
“Bukankah rumahmu terlalu jauh? Aku bisa saja berangkat bersama Hajime-kun.”
“Tapi aku cemburu.”
Aku tersenyum sebentar sebentara Oikawa cemberut karena aku menolak tawarannya untuk menjemputku besok. Lucu sekali. Padahal tadi, dia sudah mengatakan untuk tidak cemburu dengan Hajime-kun.Yah sepertinya kalau menunggu suasana hati Oikawa-kun membaik, kami akan berada di luar lebih lama. Jadi aku mendekat pada Oikawa, berjinjit sedikit dan mencium pipinya singkat.
“Pulanglah. Kalau kau memang ingin sekali menjemputku, kau bisa datang kerumah besok. Selamat malam dan hati-hati di jalan.” Ucapku lalu masuk ke rumah meninggalkan Oikawa yang tampaknya terkejut dengan tindakanku. Tapi ya sudahlah. Kan kami sudah pacaran jadi itu hal yang wajar.
Saat aku masuk ke dalam kamar, aku mendapat pesan dari Oikawa-kun yang mengatakan bahwa dia akan menjemputku besok dan dia akan pulang dengan hati-hati dan juga terimakasih untuk ciuman singkat dariku tadi.
Ahh. Bagaimana dia bisa langsung membahas ciuman seperti ini. Aku malu.