Chapter 22 - Kiss and Tears

19.8K 1.3K 31
                                    

Sepuluh detik.

Well, selama itu aku menunggu jawaban itu darinya. Detik selanjutya, kembali kutatap mata dinginnya.

"Apa pertanyaan itu terlalu sulit bagimu, Oliver?" ucapku pelan dengan senyum tipisku.

Lagi, dia masih terdiam dengan ekspresi datarnya. Sudah dapat kupastikan dia tidak akan menjawab pertanyaanku.

"Lupakan," ucapku lagi masih dengan senyumku, "mungkin kamu bisa memberitahuku di mana aku akan bertemu dengan bounty hunter itu besok?"

"Big Ben London," jawabnya tanpa jeda.

"Good. Dan mengenai waktunya?"

"Tepat pukul 3 sore."

"Good."

Tanganku masih berada di dadanya, entah apa yang aku lalukan dengan posisiku yang sekarang, masih menindih tubuh atletisnya itu.

"Mungkin aku harus mempersiapkan diriku untuk besok." 

Oh God, membayangkannya saja aku sudah begitu ketakutan. Bukannya aku takut kehilangan nyawaku, namun hal yang dimaksud Oliver dengan sentuhan kecil itu. Tanpa sadar aku menghela napasku. Jika bounty hunter itu bukan orang yang baik dan hanya ingin memenuhi napsunya, sudah pasti dia akan...Sekali lagi aku menghela napasku.   

"My virginity, apa kamu sudah bilang padanya?" sesaat aku berhenti, "memastikan bukan hal itu yang akan diperolehnya."

"No worries."

"Good. Dan apa yang akan dia lakukan lebih tepatnya?"

"Melakukan sentuhan kecil."

"Bagian mana Oliver?" tanyaku cepat.

Tentu saja aku harus jelas, setidaknya tidak melewati batas normalku, entah apa yang aku maksud dengan normal, sepertinya otakku kosong sekarang.

"Ini," ucapnya pelan, seperti menahan emosinya, dengan tangan yang sudah menyentuh bibir, "ini," tangannya dengan begitu lembut beralih ke pipiku, "juga ini," ucapnya lagi dengan tangan yang sudah menyetuh mataku, "lalu ini."

Sudah kukatakan gerakan tangannya begitu lembut seperti mengelusku walau kontras dengan itonasi suaranya yang begitu menahan emosinya. Bahkan napasku sedikit menderu sekarang dengan tangannya yang sudah mengelus leherku juga tengkukku.

"Dan sedikit ke bawah."

Kurasakan dadaku yang berdetak lebih cepat hanya karena tangannya yang bergerak lembut di dada atasku.

"Dan ke bawah sedikit lagi."

Reflek tanganku memegang tangannya. Bukannya aku tidak menyukai sentuhannya, namun ketakutanku yang semakin bertambah. Lagi, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi padaku besok.

"Stop," lirihku dengan napas menderu.

Aku masih terdiam, kurasakan pandanganku yang sedikit berbayang. Mungkin otakku benar-benar kosong sekarang, bahkan aku tidak menyadari jika dia sudah menggeser tubuhku, tidak lagi menindihnya namun berbaring di sebelahnya dengan posisi miring, chest to chest,  dan punggungku menyandar di sandaran sofa. Kepalaku menyandar sempurna di lengan kirinya hingga kurasakan napas hangatnya yang menyapu wajahku, ya, posisi kami begitu dekat, tidak berjeda. Satu kata, nyaman.

"Hentikan permainan berbahaya ini, Cheryl."

Aku masih menatap mata gelapnya, dia mengunci pandanganku lebih tepatnya.

"I can't," lirihku.

"Hentikan sebelum terlambat."

"I can't."

The Damn Demigod - #bountyhunterseries 1.0 [✅] 🔚 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang