Chapter 31 - Sit and Wait

16.4K 1.2K 43
                                    

Maskulin.

Aroma itu tercium kuat di indra penciumanku sekarang. Tangan besar Oliver mengelus lembut kepalaku yang masih menyandar di dada bidangnya.

"Oliver," panggilku pelan.

"Hmm."

"So, you don't angry to me?"

Memastikan itu yang aku lakukan. Mungkin dia tidak ingin menyakitiku, atau mungkin dia punya alasan tersendiri yang tidak aku mengerti.

Satu helaan napasnya terdengar pelan. Lagi, kurasakan satu ciuman lembutnya di pucuk kepalaku.

"Just don't do it again."

Hening. Aku belum merespon kalimatnya. Oh God, entah apa yang terjadi denganku, begitu sulit untuk mengucapkan kata iya, padanya sekarang.

"Cheryl."

Okay, dia menginginkan jawaban dariku sekarang. Aku mengerti soal itu, jika dia sudah memanggil namaku.

"I," sesaat aku berhenti, "I don't know."

Kurasakan jantungku yang berdetak tidak beraturan sekarang. Tidak hanya itu, bahkan aku mulai membenamkan wajahku ke dada bidangnya.

Lagi, aku kembali mendengar satu helaan napas dari Oliver walau pelan.

"Kamu akan melakukannya lagi?"

Bukannya menjawabnya, aku masih terdiam. Tanganku mulai bergerak pelan. Mengalungkannya di leher kokoh Oliver dengan begitu erat, dan ya, aroma maskulin dari tubuhnya tercium semakin kuat. Bukan lagi di dadanya, namun wajahku sudah terbenam di lehernya hingga dada kami begitu rapat, tidak berjeda walau dudukku masih miring dengan kaki yang masih tertekuk di kursi penumpang.

"Ya," lirihku, "jika situasi yang sama terjadi."

Mungkin aku tidak peduli akan reaksinya. Yang pasti, apa yang aku ucapkan itu yang akan aku lakukan nanti. Stupid? Seperti itu, untuk sebagian orang yang tidak mengerti akan apa yang aku rasakan. Sebenarnya, aku tidak begitu jelas akan perasaanku sedari terhadap laki-laki dingin ini. Yang pasti, keinginan untuk menolongnya muncul begitu saja. Itu jelas, aku tidak ingin dia terluka.

"Apa yang kamu inginkan dariku?"

Oh, Oliver.

Itu pertanyaan yang sulit. Jika aku dapat memilih, adakah pertanyaan yang lebih mudah. Mungkin, apa aku menyukai kopi? Atau, apa aku menyukai olahraga outdoor?

Sekali lagi hening. Tanpa sadar aku menggigit kuat bibir bawahku.

"Cheryl?"

"I don't know, Oliver."

Jawaban yang sama. Otakku blank sekarang. Mungkin Oliver menganggap itu adalah pertanyaan mudah, namun tidak bagiku.

Kurasakan tangan besarnya memegang pundakku, lalu menegakkan tubuhku hingga kudapati mata gelapnya yang menatapku dengan dingin seperti biasanya.

"Be a normal girl, Cheryl."

Mataku membola seketika. Apa maksud kata normal di sini? Apa menurutnya aku tidak normal. Bukan berarti dia menganggapku gila, aku yakin itu, namun aku tidak seperti selayaknya gadis normal di luar sana. Gadis yang berperilaku selayaknya gadis seumuranku. Menikmati hidup atau mungkin, sibuk mencari jati diri. 

Aku masih terdiam, menunggu kalimat dia selanjutnya. Jika memang ada.

"Jangan membahayakan dirimu sendiri," ucapnya lagi dengan jari-jari besarnya yang sudah mengelus lembut pipiku.

The Damn Demigod - #bountyhunterseries 1.0 [✅] 🔚 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang