Chapter 11

843 91 6
                                    

Art membuka matanya karna merasakan suatu belaian di punggungnya.
Dan ia sedikit terkejut begitu matanya bertemu onyx hitam nan tegas itu ketika matanya terbuka sempurna.

"Selamat pagi" sapanya begitu belaian pada punggung art berhenti.

Art diam memproses. Mengapa art bisa bangun dengan dia ?

"Hay..kenapa kau mengerutkan dahimu ?" Dia mengelus lembut dahi art.

Ah..art ingat, kemarin ia pulang bersama mew.

"P'.."

"Ya ?"

"Aku..--" bunyi suara dari ponsel mew menghentikan ucapan art.

"Aku angkat sebentar" mew bangun dari tidurnya untuk mengangkat telfon.

Art bisa melihat, sejak pertama kali mengangkat telfon mew tak pernah melunturkan senyumnya.

"Baik aku tunggu" karna melamun sehingga art tak tahu bahwa mew sudah selesai dengan telfonnya.

"Aku harus pergi ke rumah. Kau tak apa kan aku tinggal ?" Mew bertanya dengan tangan kiri menggenggam art.

Art bergumam lalu mengangguk tanda setuju.

"Kalo begitu aku bersiap dulu" mew berjalan ke kamar mandi.

"Oh ya, aku sudah memesan sarapan" ucap mew sambil menyumbulkan kepala diantara pintu dari dalam kamar mandi.

.

Mew tak membahas masalah kemarin. Ia berusaha tenang menghadapi sikap art. Ia tak ingin ceroboh. Sedangkan art menjadi canggung karena mereka sedikit bicara. Terlebih sikap diam mew.

Selesai makan, art hanya duduk sambil menonton tv. Ini weekend dan ia bingung harus melakukan apa. Mew pergi setelah ia menyelesaikan makannya.

Baru berniat untuk berdiri. Ia berencana akan ke supermarket depan. Tapi bunyi telfon rumah apartemen mew mengintrupsi. Jadi art duduk kembali.

"Halo" sapanya begitu gagang telfon itu ada di telinga.

"Art..aku keluar kota. Mungkin pulang larut. Kau tak apa.?" Oh itu suara mew.

Art bergumam. Lalu menjawab ya sambil mengangguk. Ah ia lupa mew tak di depannya.

"Pesanlah makanan dari telfon. Dial untuk restoran didekat apartemen ada di samping telfon"
"Oh iya..aku juga akan membelikanmu ponsel baru"

Art menggeleng panik. Lagi-lagi ia lupa mew tak bersamanya. Jadi percuma saja.

"Tidak p' tidak. Tidak usah"

"Sudahlah.. kalau kau selalu menolak aku akan kecewa" nada bicaranya yang serius membuat art jadi tak enak.

"Baiklah"
"Emmm p'.."

"Ya"

"Aku rindu. Aku tak ingin sendiri"

Lalu gagang telfon itu ditutup lumayan keras. Dan terputuslah saluran telfon itu.

Mew masih membengong. Lalu sebuah tepukan pada pundak mengejutkannya.

"P'..?"

"Eh"

"Kau melamun.?"

"Tidak..ayo segera selesaikan ini. Aku harus kembali ke apartemen" setelahnya mew melangkah terlebih dulu.

"Dasar" cibir may

.

Mew pulang larut malam. Ia dan may harus berdebat panjang. Dan urusan mereka tak bisa dibilang mudah.

Hanya gelap yang menyambung mew ketika pintu terbuka.

"Art.."

"Art..aku pulang" suara mew lebih kencang dari pertama masuk.

"Mungkin sudah tidur" monolog mew.

Memilih berjalan. Mungkin duduk sebentar di sofa ruang tengah bisa membuat lelahnya berkurang.

Namun belum sempat duduk. Ia melihat buntalan tertutup selimut di atas sofa.

Membuka pelan. "Ya ampun art" pekiknya lirih.

"Art..bangun"

"Hay..badanmu sakit kalau begini" menepuk ringan pipi art.

Art terganggu. Melenguh pelan lalu memerjapkan matanya.

"Ah..maaf aku tertidur"
"Kau sudah pulang ternyata" art segera duduk dan membenarkan letak selimut.

"Duduklah p'.." art menyuruh mew duduk. Tak kala mew hanya diam.

"Kenapa kau tidur disini.?" Tanya mew sambil berjalan untuk menyalakan lampu.

"Ah itu.." art menunduk saat lampu menyala. Matanya pegal setelah tidur. Dan ia belum siap menerima cahaya.

"Aku tadi menonton tv p'..dan tertidur" art menunjukan deretan giginya sambil menatap mew.

"Matamu bengkak. Kau habis menangis.?" Art melotot sebentar. Lalu sesegera mungkin menormalkan ekspresinya.

"Oh..itu...tadi aku menonton film sedih" art berbicara sedikit terbata. Mew hanya menganggukinya jadi art bisa bernafas lega.

"Ayo tidur..kau pasti sudah mengantuk" ajak mew.

Art menahan tangan mew kala mew menggenggam tangannya. Mew berniat membantu art berdiri.

"Aku...tidur di kamarku yang dulu saja p'." Cicit art lirih.

Mew diam sebentar. Genggaman tangan art mulai melogar.

"Ah kau tak nyaman yah"
"Baiklah. Selamat malam" raut muka kecewa mew begitu terlihat di mata art meski mew memaksa senyumnya.

Mew berjalan kearah pintu kamarnya. Membuka kamarnya lalu menuntupnya agak kasar.

Meski sudah menahannya, art tetap meneteskan airmatanya.

"Maaf p', aku hanya..."
"Aku hanya tak ingin merusak kebahagiaanmu lagi..hiks"
"Rasanya..hiks..rasa sakit hiks..sakit sekali disini" art terisak pelan sambil memukul dadanya.

Memilih tidur lagi disofa. Ia tak sanggup berdiri.
Dadanya sakit sekali bila mengingat berita sore tadi.

.

Flashback

Art duduk ambil menonton tv. Tadi ia sudah mencuci dan merapikan seisi rumah. Ia tak ingin hanya menumpang. Apa lagi sekarang ia sudah tak bekerja di kantor mew.

"Selamat sore..kembali lagi dengan berita terpercaya dan terbaru saat ini. Bersama holla news di TVand"
"Cinta masa muda membuat gejolak selalu diatas segalanya"
"Siang ini..salah satu netizen menangkap kemesraan may nutangpol bersama ceo muda putra dari bapak Suppasit, yakni mew suppasit"

Deg

"Kabar yang center beredar. Mew suppasit tengah menjalin hubungan dengan may"
"Dan beredarnya foto-foto kedekatan mereka serta berkunjungnya mereka ke rumah tuan nutangpol atau kakek may bisa jadi langkah serius mereka"

Deg
Deg

"Akankah mereka segera mengumumkan hubungan mereka.?"

Deg

Tes

Tes

Tes

Nafas art tercekat. Ia jelas terluka. Hatinya sakit. Bukankah itu sudah menjawab bahwa ia jatuh hati pada mew.? Tapi ia telat.

"P'...hiks"
"Aku..hiks"
"Hiks..aku..hatiku sakit sekali"
"Aku harus..hiks aku harus bagaimana"

.

Itulah alasan mengapa art bisa tertidur di sofa. Ia tadi memang berniat menonton tv sambil tiduran disofa untuk menunggu mew. Tapi berita itu membuat ia menangis dan akhirnya tertidur karna lelah.

Rasanya ia tak ingin melepas mew. Tapi ia jelas tak berhak, bukan.?

Hipotesis Rasa [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang